12| Tidak Ingin Semoga yang Lain

136 21 0
                                    

Karena aku memang tidak menginginkan semoga yang lain, kecuali semoga-semoga yang baik tentang kita
(Yuliasatr)
🍁🍁🍁

Kana mengacak-acak rambutnya. Merasa frustasi dengan apa yang diucapkan Dira.

"Iya nggak bisa ikut. Sebenarnya kepengen banget ikut. Tapi nggak bisa mau diapain lagi"

Kana ingin melempar ponselnya saat itu juga. Tapi urung, karena sayang jika dilempar begitu saja. Apalagi kalau bermuara ke dinding atau tembok, kan berabe.

"Aku udah janji sama kak Windy mau jagain anaknya. Nggak mungkinkan bocah tiga belas bulan mau aku ajakin. Rempong iya," jelas Dira.

"Nggak apa-apa. Bang Affan nggak bakalan gigit kok," ujar Dira menenangkan Kana.

Bukan itu masalahnya!

Kana menghela nafas berat.

"Atau ajak Cerry aja gimana?" Tawar Dira dari seberang sana. Ia mencoba mencarikan penggantinya.

"Cerry? Nggak usah deh," balas Kana.

"Ya udah lah, bye", Kana mengakhiri panggilan telponnya dengan Dira. Ia kesal. Entah karena Dira yang tidak mau ikut. Atau kerena masukan Dira untuk menyuruh Kana mengajak Cerry ikut dengannya.

***

Kana duduk manis dibangku penumpang sebelah kiri. Ia hanya diam memfokuskan penglihatannya kedepan. Sesekali ia melirik kesisi kiri melalui jendela mobil. Entah apa yang menarik hatinya hingga lebih memilih melihat semak-semak dan pepohonan berdaun hijau yang tersuguh disepanjang perjalanan menuju Alahan Panjang.

Beberapa kali mobil meliuk-liuk karena susahnya medan yang dilalui di sepanjang perjalanan Sitinjau Lauik. Tidak berhasil membuat Kana untuk mengeluarkan suaranya. Lain dengan Vanka yang selalu mengaduh dan merasa wow dengan perjalanan yang ia tempuh kali ini.

Bagi Vanka jalanan Sitinjauik Lauik menyuguhkan pengalaman tersendiri baginya. Maklumlah jalanan yang disandingkan dengan bukit-bukit yang tinggi dan jurang dalam dimasing-masing sisinya sungguh memacu adrenalinnya. Bahkan hampir disepanjang pejalanan ia meliuk terus menerus karena mengikuti laju mobil menempuh jalan yang bertikungan.

"Ini masih jalan kan namanya kak Affan?" Tanya Vanka dari belakang. Sejak tadi kerjanya memang menyuarakan hal semacam itu.

"Masih," tukas Affan yang masih fokus berkendara.

"Masih lama nyampenya nih?" Tanya Vanka. Ia mulai rada-rada pusing. Serasa kepala dan ususnya juga meliuk-liuk didalam sana.

Andai ia bisa seperti kakaknya, yang sangat menikmati perjalanan. Bahkan  tidak berkata sedikitpun karena saking takjubnya.

Atau setidaknya ia bisa seperti Daren yang bisa tertidur nyenyak disampingnya. Memang semenjak  beberapa menit meninggalkan kota Padang, Daren sudah bertamu kedunia lain.

Affan hanya menyeringai sedikit.

"Sabar aja, lambat laun bakalan nyampe juga kok," timpal Affan pada Vanka. Lalu ia melirik Kana yang masih berfokus kedepan. Tidak berniat sama sekali untuk nimbrung dengan Affan dan Vanka.

"Kek Kak Affan berarti ya, sabar yang banyak Kak!" ucap Vanka. Lalu ia menutup mulutnya dengan tangan. Ia berucap demikian seperti disengaja.

Affan melirik Vanka dari kaca. Lalu tertawa kecil. Calon adik iparnya itu memang terlalu pandai berpandai-pandai.

"Kalau kita usaha pasti ada jalan. Sama juga kayak sekarang, kalau kita tempuh pasti kita sampai juga dititik akhir," kata Vanka sok bijak.

Kana melirik kearah belakang. Matanya menyiratkan ketidak sukaan atas sindiran Vanka barusan yang sudah pasti teruntuk untuknya.

Something (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang