48| Porsi dari Pencipta

98 12 0
                                    

Tanpa dibicarakan, air mata menjelaskan kerinduan yang mendalam
(Yuliasatr)
🍁🍁🍁

Pagi ini kediaman Kana di Bandung cukup sepi. Hanya ada dia dan Abiya di rumah. Shaira ikut dengan suaminya untuk perjalanan bisnis. Sedangkan Ghania pagi sekali sudah berangkat kekantor mengurusi keperluan meeting bulanan perusahaan.

Kalau Vanka, memang tidak berada dirumah semenjak kemaren sore. Biasa, ia pergi minggat lagi ke rumah bi Nah. Entahlah! Ia terlalu nyaman menghabiskan waktu dirumah orang kepercayaan orang tuanya itu.

"Mau ke tempat papa sama mama jam berapa?" Pasti Abiya yang melihat adiknya duduk santai menonton televisi.

Kana melirik jam dinding dan pegerakan jarumnya, "hmm sekarang boleh juga."

"Sekarang?" Tanya Abiya sedikit berfikir.

"Baiklah kalau begitu. Kakak ambil kunci mobil dulu," izin Abiya. Ia pun langsung menuju kamarnya dimana ia meninggalkan kunci mobilnya.

Setelah peninggalkan Abiya. Kana langsung mematikan televisi. Kemudian ia meraih pasmina panjang yang semanjak tadi sudah ia siapkan, lalu memasangkannya. Tanpa membutuhkan waktu yang cukup lama, ia pun sudah berubah menjadi wanita Sunda penuh kemayu dengan jilbab yang menempel di kepalanya.

Untuk saat ini Kana memang belum memutuskan untuk menutupi kepalanya dengan hijab. Tidak taulah beberapa detik berikutnya. Semoga saja hatinya kan tersentuh untuk meneruskan apa yang ia lakukan sekarang ini.

***
"Kamu yang nyetir atau kakak?"
Tawar Abiya setelah kembali dari kamar. Awalnya ia terkesima dengan penampilan adiknya yang menutupi kepalanya. Tapi, ia tidak menampakkan betapa ia senang dengan itu.

Diantara saudara-saudara perempuan Abiya, cuma Shaira yang berhijab keluar rumah. Selebihnya masih belum berani mengambil sikap untuk berpenampilan seperti yang disuruhkan agamanya itu. Dan betapa senangnya ia melihat Kana hari ini.

Abiya berharap 'semoga ini tidak ajang sementara, karena akan pergi berziarah ketempat kedua orang tuanya'. Semoga.

"Kakak aja deh. Ann, udah lama nggak bawa mobil. Takut salah mana gas, mana rem nanti" ungkap Kana.

"Serius udah lama nggak bawa mobil? Ya udah, biar kakak yang bawa" meraka berjalan menuju pintu utama secara beriringan. Disela-sela langkah, Abiya sempat menyuara isi hatinya pada adiknya itu. Semoga kedepannya, Kana terus menggunakan jilbabnya. Dan tidak melepas pasang lagi seperti biasanya. Yang mana, hanya pada momen tertentu saja ia menghijabi kepalanya.

"Tante?" Kaget Abiya sesaat setelah membuka pintu menemukan tantenya diluar rumah. Delia.

"Baru aja tante mau buka pintu," kata Delia. "Kalian mau kemana?"

"Bukannya tante bilang nyampenya nanti sore," jawab Kana. Ia malah tidak menjawab pertanyaan Delia dengan benar.

"Kemaren ceritanya emang gitu," balas Delia. "Mau kemana?" Ulang Delia lagi. Ia pun memilih duduk di kursi teras.

"Mau ketempat mama sama papa dulu, tan" balas Abiya. "Tante mau ikut nggak?"

"Ohh.. duluan aja. Nanti tante nyusul"

"Om nggak diajekin, tan?" Tanya Kana yang plonga-plongo mencari penampakan Om Iwan.

"Noh!" Tunjuk Delia sambil meruncingkan bibirnya kearah keberadaan Iwan.

Kana dan Abiya berpindah pandang pada arah bibir Delia. Disana ia mendapati Iwan yang sedang mengurusi sesuatu.

"Ada Daren juga?" Tanya Kana terkejut melihat bocah kecil itu keluar dari mobil dan berlari-lari menuju kearahnya.

Something (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang