25| Membawa Jiwa Meninggalkan Raga

63 10 0
                                    

Senyummu membuatku lupa diri, terbang menembus lapisan langit menuju tempat bertaburannya bintang
(Yuliasatr)
🍁🍁🍁

Diruang tamu rumah Delia yang tidak berukuran terlalu besar, duduk dua manusia berlain jenis kelamin. Meraka terpisah oleh satu meja yang ada di antara mereka. Keduanya tidak saling bicara, mengobrol atau semacamnya.

Mereka hanya sibuk bertukar tanya dalam pemikirannya masing-masing. Tidak ada jawaban atas pertanyaan tanpa tuan itu, hingga pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak berkesudahan. Dan hanya bermain-main dalam kepala.

Penggambaran saat ini adalah diam dan bisu. Tidak ada secuil suara tampak akan keluar dari indera pengecap mereka. Kecuali tarikan nafas dan teriakan histeris dari ruangan tengah.

Ya, Kana dan Affan tidaklah berdua saja di rumah tersebut. Memang, Iwan izin keluar rumah sekitaran lima belas menit yang lalu karena ada urusan penting di toko yang mengharuskannya pergi.

Sedangkan Daren, malah ikut adu ketangkasan bermain PS dengan Jay dan Delvin diruang tengah. Dan Delia sepertinya sengaja berpura-pura sibuk dibelakang.

Hanya dari ruangan tengahlah suara-suara sumbang menyumbang bunyi ke ruang tamu. Tentu itu celotehan Daren, teriakan kemenangan Jay dan tawa renyah Delvin.

Jay membagi pemikirannya menjadi dua. Separuh untuk game yang sedang ia perjuangkan di hadapannya kini.

Maklumlah, ia sedang memperjuangkan harga dirinya. Ia tidak rela kalah begitu saja dengan bocah sekolah dasar yang jadi lawannya sekarang, Daren.

Setengah dari isi otak Jay adalah Affan. Ia ngilu sendiri dengan nasib sahabatnya yang tidak berkemajuan itu. Sengaja ia mengekori Delvin untuk keruang tengah, meninggalkan Affan dan Kana. Eh, sekarang malah sibuk mengunyah bisu satu sama lain. Geramnya bukan main, melihat interaksi yang diperlihatkan keduanya.

Jay tahu betul apa permasalahan yang terjadi antara mereka. Karena sebelumnya dengan senang hati Affan menceritakan semua pada Jay.

"Yee!" Teriak Daren yang melihat lawannya kehilangan kendali dilayar datar depan matanya. Namun, tiba-tiba berubah cemberut karena lawannya menunjukkan stamina lagi dan menghabisinya penuh gairah. Dengan pelototan maut ia melirik kesebelah, ternyata stick PS yang satunya telah berpindah ketangan pada Delvin, bukan Jay. Mendapat senyum cemehan
Delvin membuat Daren penuh nafsu melumat stick yang berada ditangannya.

"Itu yang berdua bakalan kek gitu terus tuh?" Tanya Jay pada Delvin. Ia menggeser tubuhnya sedikit untuk menyenderkan punggungnya ke pinggiran sofa.

"Nggak tau lah bang," ujar Delvin yang masih fokus pada gamenya. Ia melanjutkan perjuangan Jay untuk menghabisi Daren.

"Kak Ann itu emang susah ditebak orangnya" tambah Delvin. Meraka saling tukar kata. Tidak ada kecanggungan walau mereka baru bertemu pertama kali hari ini.

"Mereka saling suka sebenarnya kan?" Tanya Delvin. Matanya masih fokus pada game. Sedangkan Daren bersunggut-sunggut karena ocehan abangnya ini mengganggu konsentrasinya.

"Kalau Kana aku nggak tahu. Tapi kalau Affan tahu sendiri sajalah," tukas Jay. Kemudian ia meraih ponselnya dalam saku.

Jay mengetikan sesuatu dipapan ketik. Lalu mengirimnya kesesorang.

***

Jay: sampai kapan lo diam-diaman kek gitu? Yang berewokan gue nungguin lo jigong!

Affan melempar tatapan sinis kearah ruang tengah yang kebetulan tidak berada jauh dari tempat duduknya sekarang. Tidak adanya sekatan atau pun dinding, membuatnya lantang menatap Jay yang kini tampaknya mulai mentertawakan akan ketidak beraniannya. Sebenarnya tidak berani dari segi mana lagi?

Something (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang