11| Ada Niatan

122 19 0
                                    

Memilih mengabaikan dan tidak peduli. Tapi, tidak bisa tidak benar-benar peduli (Yuliasatr)
🍁🍁🍁

"Sekarang kemana lagi? Langsung pulangkan?" Tanya Kana setelah mereka keluar dari gedung perbelanjaan.

"Kamu yakin ngasihin aku sama kakak-kakak tadi?"

Kana menggelang. Lain ditanya. Lain pula jawaban dari Affan. Malah ia sibuk dengan pertanyaan antah berantahnya.

"Yakinlah! Kenapa nggak?" Ujar Kana tegas dan pasti. "Sekarang pulang kan?"
Kana melanjutkan langkahnya ke tempat parkir tanpa menunggu intruksi yang lebih dari Affan. Baginya, lebih baik mempersingkat waktunya bersama Affan.

"Na!" Panggil Affan setengah berteriak.

Namun yang dipanggil memilih mengabaikan. Kana memperpanjang langkah menuju tempat parkir.

"Na!" Untuk kesekian kalinya Kana tidak menyawut.

"Cepatlah bang! Na mau pulang," Kana memutar tubuhnya kearah Affan yang berjalan sedikit lamban dibelakang.

Sebenarnya bukan lamban, hanya saja Kana yang terlalu cepat berjalan tadi. Hingga membuat Affan sedikit tertinggal dibelakangnya.

"Kita makan dulu gimana?" Tawar Affan setelah tepat berada disamping Kana. Kana menggeleng, petanda ia tidak mau.

"Ayolah! Abang yang bayarin"
Lagi, Kana menggeleng. Ia memang benar-benar ingin pulang.

"Nggak apa-apa," gesit Affan. Pantang menyerah memang. Patut diacungi seratus jempol. Tidak merasa terbebani oleh penolakan yang sangat jelas dari Kana.

"Di Kana apa-apa bang," gumam Kana pelan.

"Apa?"

Kana menggeleng lagi. Mendapati itu Affan berusaha lebih keras lagi.

"Kapan-kapan aja ya. Sekarang memang ingin pulang, lagian ini udah sore juga," jelas Kana. Berharap Affan bisa memaklumi remuk redam dirinya. Ia sedang bertarung hebat dengan lelah hari ini.

Affan menggangguk paham. Bukan paham begitu saja. Tapi, mencoba untuk memahami.

"Ok"

Affan menyodorkan helm kearah Kana. Sedangkan ia memilih tidak menggunakan. Sebenarnya bukan begitu, cuma semenjak dari kampus Kana helm memang hanya ada satu.

Motor matic yang dikendarai Affan mulai berjalan meninggalkan gedung perbelanjaan. Affan memilih jalan tikus menuju rumah Kana, dan bukan jalan utama. Maklumlah perlengkapan tempur mereka di jalan raya tidaklah lengkap.

"Besok ini harus mau ya," ucap Affan. Kana mendengarnya seperti sebuah paksaan. Dan itu memang berkedok kalimat paksa.

"Bang Affan penggangguran sok pula mau bayarin makan," tukas Kana dari balik punggung Affan. Sengaja ia berucap demikian.

Affan hanya tertawa. Untuk hari ini ia memang penggangguran. Tapi, mulai minggu depan ia sudah tidak menyandang gelar itu lagi.

"Kalau ngelepak di kaki lima bisalah,"  timpal Affan.

Sebenarnya lebih dari itu Affan bisa. Dan Kana pun tau itu. Kana hanya bermaksud meledek Affan. Dan tentunya untuk membuat agar perjalanannya tidak canggung.

Diam membisu dibalik punggung Affan adalah kegamangan yang sangat ia hindari.

Affan memang pengangguran. Tapi ia sudah punya pemasukan sendiri dari bisnis yang ia geluti semenjak awal kuliah dulu. Tidak mungkin sakunya kosong melompong walau pun tidak bekerja berdasarkan latar belakang pendidikan. Secara bisnisnya itu lumayan berkembang.

Something (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang