14| Dapat Wejengan

98 15 0
                                    

Apakah sulit untuk memaafkan sesama?
Jika Tuhan kita saja Maha Pemaaf
(Yuliasatr)
🍁🍁🍁

Pukul lima sore Kana sudah memboyong Vanka ke toko oleh-oleh khas Minang. Sebenarnya mereka pergi jam satuan tadi. Cuma karena cuaca yang begitu panas, membuat mereka urung untuk melangkah.

Rumah rasanya begitu nyaman disiang hari, apalagi ditemani dengan AC plus acara reality show dari negara gingseng. Semakin menempelkan pantat dua kakak beradik tersebut ke sofa.

"Mau beli ini juga nggak?" Kana menunjuk salah satu bungkus makanan. Berwarna agak kecoklatan.

"Apa ini kak?" Vanka meraihnya. Lalu mematut-matut makanan berwarna coklat tersebut.

"Dodol?" Pasti Vanka. Tapi malah dijawab oleh gelengan maut oleh Kana.

"Itu Galamai, kan ada namanya disana," ucap Kana membetulkan.

"Oh... yang sering dibeli sama mama itu ya," ujar Vanka. Ia terlihat antusias dengan makanan tersebut. Ingatannya kembali tentang itu.

"Aku mau kakak, ambil banyak aja. Buat bik Nah sekalian."

Kana menuruti keinginan adiknya. Mengambil beberapa bungkus lalu memasukannya kedalam kerangjang belanjaannya. Selain Galamai, keranjang mereka sudah dipenuhi oleh beberapa macam keripik khas Ranah Bundo tersebut.

"Mmmm kak!" Vanka memanggil kakaknya yang berjalan terlebih dahulu menyisiri rak-rak dagangan.

"Iya?" Sahut Kana. Ia membalas seruan Vanka, tapi tidak dengan melirik kearahnya. Fokusnya masih pada sederatan makanan.

"Kakak nggak mau beliin buat kak Affan juga," saran Vanka. Maksudnya itu, tidakkah Kanna berniat membelikan Affan oleh-oleh ini juga.

"Buat apa? Dia udah sering makan yang beginian. Udah bosan mungkin," jawab Kana simpel. Sangat mungkin saja itu terjadi. Toh, Affan adalah penduduk asli Minang. Bahkan kartu tanda penduduknya keluaran kota  Padang.

"Nggak apa-apa kali dibeliin kak. Setidaknya ini bisa buat jadi temannya dia pas lagi ngebakso," Vanka meraih sebungkus kerupuk kulit, kemundian menunjukkannya kearah Kana.

"Kan kakak sok jual mahal pula pas diajak ngebakso. Mending kasih ini, punya teman juga dia"

Puncak kurap Kana memang tepat disentil Vanka. Ternyata adiknya ini memang terlalu pandai menyindirnya.

Rasa-rasanya Kana mau naik darah ulah isi mulut Vanka itu. Cuma ia tahan, karena takut tensimeter rusak karena tekanan darahnya terlalu tinggi.

"Gimana? Atau nggak usah aja? Kakak aja yang temanin dia" Vanka tertawa usil. Senang sekali hatinya hari ini, karena sukses membuat kakaknya itu naik pitam. Salah Kana sendiri, yang sok menutup hati. Padahal Affan itu sudah pasti. Bukan bayangan semu.

"Mau apa lagi?" Kana mengabaikan cuitan Vanka. Baginya itu tidak penting.

Vanka mengekori Kana yang tampaknya sudah tidak nyaman. Tentu. Toh perbincangan tadi bukanlah topik yang bagus bagi Kana.

Mereka berdua sibuk memilih oleh-oleh. Tidak satu pun dari mereka mengajak bicara seperti tadi lagi. Kana sudah pasti alasanya. Sedangkan Vanka, ia memang tidak mau memperparah mood kakaknya. Untuk kali ini, cukup sampai disitu saja dulu.

Setelah belanjaan mereka ditotalin oleh kasir, Kana pun membayarnya. Lalu mereka keluar dari toko tersebut.

"Kita ngebakso dulu yuk kak. Keingat bakso juga aku," usai perbincangan tadi otak Vanka memang sudah dipenuhi oleh semangkok bakso dan kuah super pedasnya.

Something (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang