6| Meratui Seisinya

207 32 0
                                    

Keadaannya yang tiba-tiba berubah menjadi buruk, karena kesalahan sendiri yang masih baperan mengingat masa lalu
(Yuliasatr)
🍁🍁🍁

Kana menghempas kasar kan  tubuhnya keatas kasur. Untungnya benda itu berfisik empuk. Coba bayangkan kalau tidak! Sudah patah berserakan tulang belulang kepunyaan Kana.

Rasa kesalnya bertumpuk. Kemunculan amplop dari Voey, keinginan Vanka, serta kesewenang-wenangan Affan benar-benar memupuk muka gondoknya.

Kana teringat sesuatu. Amplop itu?

Vanka bangkit cepat dari duduknya. Kemudian meraih tas kemaren yang ia gunakan untuk menyimpan amplop tersebut. Dengan hati ragu ia mengeluarkan amplop kecil itu.

Kana memperhatikan amplop polos tidak bermerk itu. Dengan perasaan antah berantah ia mengamatinya.

Sumpah! Semua kejadian masa lalu meluap kepermukaan. Dadanya seakan terhimpit oleh ton-ton beban, hingga kini sesak itu kembali.

Kana mengurut dadanya. Menahan sakit ulah paru-paru yang tidak kunjung mendapat suplai oksigen. Begitulah perih yang kini menjelma dalam tubuhnya.

"Pa... Ma.. Bagaimana ini?" air bening itu berhasil juga menghancurkan pertahanan Kana. Padahal ia adalah orang yang tergolong kuat menahan tangis. Tapi lihatlah Kini. Hanya karena sebuah amplop dan bahkan belum ia buka isinya, air matanya berurai.

Dengan cepat Kana menghapus air matanya. Sekuat tenaga ia menahan buliran itu agar tidak lolos kembali. Ia benar-benar tidak ingin menangis. Dihadapan maupun tidak dihadapan orang lain.

***

"Ciee... yang lagi senang," sosor Dira yang melihat Affan baru muncul dari balik pintu.

Bukan tanpa alasan Dira membajiri Affan dengan ungkapan itu. Lihatlah kini! Affan seperti sedang berbunga-bunga. Secercah cahaya menyiram wajah Affan yang akhir-akhir lebih banyak teramati muram.

"Nggak galau lagi dia nih ma...," ledek Dira. Yang diledek pun hanya senyam-senyum masam. Tidak bisa menafik tuduhan adiknya barusan.

Affan melewati Dira. Kemudian mengambil posisi di sofa tunggal disamping mamanya duduk. Lalu meletakan kunci mobilnya asal di atas meja.

Fahma hanya mengamati tingkah aneh anak bujangnya itu. "Mama juga bingung, kok tiba-tiba udah sembuh aja? Padahal belakangan ini mama perhatiin masam aja," ujar Fahma mengeluarkan unek-uneknya.

Affan menyeringai sedikit. Membuat seisi ruangan saling bertatapan heran.

"Ya iya lah ma, si pelipur lara abang udah di depan mata," ledek Dira.

"Kemaren itu orang panggilin sok-sokan. Pake acara meram pula di kamar. Lah, tadi main curi-curi pandang," tambah Dira. Ia ingat betul wajah masam kepunyaan Affan saat ia bertandang ke kamar minggu lalu. Panggilan Dira saat itu hanya dibalas dengan kebisuan oleh Affan. Benar-benar tidak ada respon.

Windy melirik mamanya. Seakan bertanya, kemana lari pembicaraan Dira.

Affan tidak mampu menahan rona merah dipipinya. Spontan saja muncul ulah permainan kata adiknya barusan. Nyatanya memang begitu bukan?

"Bilang makasih dulu sama mama kali bang! Kalau nggak gara-gara mama, pasti abang masih nelangsa sekarang." imbuh Dira lagi. Windy yang menyimak menatap Fahma. Sepertinya ia mulai mengerti kemana ujung percakapan malam ini.

"Sama kakak juga harus terima kasih Fan. Kalau nggak ada acara kakak, mungkin dia nggak bakalan kesini," timpal Windy tidak mau kalah.

Fahma dan suaminya hanya mampu menyimak duo cerewet mengeroyok Affan.

Something (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang