Duapuluh

13K 1.9K 393
                                    

Aku lupa memberitahu jika judul cerita ini aku ganti. Alasannya supaya lebih ngeblend aja dengan semua karakter dan alur ceritanya. Karena pasangan Safira dan Mario juga nggak kalah istimewa. Tentang kapan Maria dan Yudha aku tampilkan? Sabar ya. Aku tuh nulis berdasarkan apa yg ada di kepalaku saat ini. Karena membuat outline pun percuma. Aku sering keluar jalur. Hahahaha...
.
.
.
.
.
.
.

Maria memutar bola matanya dengan jengah. Jika dirinya sedang bersama Mario, pasti ditanya tentang Yudha. Giliran sedang bersama Yudha, ia ditanya tentang Mario. Karena tidak ingin larut dengan interaksinya bersama Yudha, Maria pun meberikan jawaban asal. Tak apalah, yang penting pria itu tidak lagi mengusik ketenangannya dan menyingkir dari kehidupan Maria untuk selama - lamanya.

"Seperti anggapanmu kemarin. Aku adalah wanita simpanan pria itu."

Ucapan Maria memantik emosi pria itu, sehingga Yudha segera menepikan mobilnya untuk berhenti. Ditatapnya wajah Maria dengan lekat.

"Aku tahu kehidupanmu sekarang sedang susah, Mar. Tapi jangan segampang itu dong? Kamu kan bisa minta tolong padaku!" ucap Yudha dengan nada tidak suka. Rasanya tidak rela melihat Maria yang dulu selalu mencari perhatiannya, kini berada dalam dekap hangat lelaki lain.

Perkataan Yuda barusan benar - benar diluar dugaan Maria. Bagaimana bisa pria yang nyaris separuh umurnya berusaha menghindar kini justru mempersempit jarak?

"Minta tolong gimana?" Maria balas menatap Yudha yang tengah menatap tajam dirinya.

"Ya kamu kan nggak perlu sampai menjual harga dirimu dengan menjadi seorang wanita simpanan!" Yudha mengucapkannya sambil menggebrak dashboard mobilnya. Ada rasa cemburu yang terlepas bersama emosinya.

Alis Maria berkerut ketika Yudha terlihat semarah itu. Menyukai pria itu? Salah. Dekat dengan abangnya? Salah. "Kalau aku bisanya survive dengan cara ini, kenapa kamu memprotes?" tanya Maria dengan nada sengak.

Yudha memposisikan duduk menghadap teman masa kecilnya. Tatapan pria itu masih tetap tajam menghujam dan penuh penghakiman.

"Saat itu aku kan sudah bersedia membantu kamu?" Yudha mengingatkan Maria ketika ia mengulurkan tangan untuk membantu gadis itu kala terusir dari rumahnya sendiri.

Maria yang ditatap oleh Yudha dengan sedemikian rupa jadi merasa grogi. Mata hitam pekat itu tampak serius, bukan seperti belasan tahun lalu yang menatapnya dengan remeh. Jika Maria mengungkapkan alasannya, apakah pria itu mau mengerti?

"Yang kubutuhkan bukan tempat penampungan, Bro! Aku perempuan. Aku membutuhkan seseorang yang bisa memberiku lebih dari itu. Kamu paham kan jika perempuan itu ingin dilindungi dan dicintai?" Maria memberanikan diri membalas tatapan Yudha dengan tatapan sendunya. Mencoba menyalurkan apa yang pernah ia rasa dan harapkan dari pria itu sejak masa putih biru.

Mata indah Maria membuat Yudha menelan ludahnya. Apalagi ucapan gadis itu seolah mengingatkan pada perbuatannya dulu. Namun tidak dapat ia sangkal jika pembelaan Maria ada benarnya. Mendadak ia jadi blingsatan.

"Kalau itu ak-- aku..." Yudha berusaha mengumpulkan keberaniannya. Ia menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar sebelum melanjutkan ucapannya.

"Aku bisa menikahimu jika kamu mau. Yang penting kamu tidak menjadi wanita simpanan." setelah mengucapkan kata - kata itu, Yudha membuang pandangannya ke arah depan untuk menutupi semua rasa malunya. Hari ini ia telah menjilat ludahnya sendiri dengan kesediaannya menikahi Maria setelah belasan tahun yang lalu ia mengabaikan perasaan gadis itu.

Ada rasa senang sekaligus sedih menyusup di hati Maria. Ah.. Seandainya saja Yudha mengucapkan kata - kata itu sebelum hatinya pecah berkeping - keping, pasti ia akan menyambutnya dengan penuh suka cita. Jauh di sudut hatinya yang terdalam ia pun sebenarnya masih menyimpan asa untuk dapat merasakan kebahagiaan bersama pria itu. Sayangnya meskipun rasa cinta itu masih ada namun tidak lagi sama.

"Kamu bercanda kan, Yud? Kamu lupa dulu pernah menolakku? Kamu lupa latar belakang keluargaku? Mana pantas lah anak penjahat kambuhan seperti aku menjadi istrimu." Maria berusaha mengingkari perasaannya dengan jurus mengorek cerita lama. Ia tidak boleh lemah iman. Rugi bandar dong. Berusaha move on selama belasan tahun, tapi langsung baper gegara ucapan Yudha barusan.

Yudha kembali menatap Maria yang sedang mengoceh lagu deretan dosa - dosanya di masa lalu.

"Udah gitu aku tuh rese, nyebelin..." Maria mengabsen semua keburukannya agar Yudha sadar jika keduanya tidak mungkin dapat bersatu.

"Mar...!" Yudha berusaha menghentikan ocehan Maria.

"Aku tuh anak orang miskin, serampangan, teman - temanku nggak ada yang bener..." Maria tidak menghiraukan teguran Yudha. Gadis itu masih saja meracau, namun kini suaranya bergetar karena menahan tangis.

"Sudah, Mar! Sudah!" Yudha menyentuh lengan Maria.

"Eeeh... Tapi bener kan?" Maria menepis tangan pria itu. "Aku tuh sampah masyarakat. Anaknya pelacur pula. Jadi aku nggak munafik jika nasibku juga harus berakhir menjadi seorang wanita simpanan. Lagipula jaman sekarang sudah lumrah kok. Bahkan kawin kontrak pun dilegalkan."

Wajah Maria mulai basah dengan lelehan air mata yang mengalir di pipinya. Semua kata- kata menyakitkan yang ditujukan padanya, ia dengar dan simpan dalam hati kini mengalir lancar dari bibirnya. Seolah mengurai beban berat yang harus ia pikul sendirian. Segala keluh kesahnya ia tumpahkan, bagai tanggul jebol dan meruntuhkan image gadis tangguh yang selama ini ia tunjukkan di hadapan teman - temannya. Saat ini Maria hanyalah seorang wanita rapuh yang gagal berakting di depan lelaki yang pernah ia harapkan serta ia percaya untuk menerima hati dan menjaganya.

"Aku dinikahi kamu itu mimpi. Karena aku nggak pantas untuk kamu." ucap Maria sambil terisak.

Giliran Yudha yang merasa tidak rela atas penolakkan Maria. Kali ini ia harus dapat meyakinkan pada gadis itu, jika ucapannya dulu keliru. Dan ia ingin memperbaiki semuanya mulai dari awal.

Tangan Yudha terulur untuk menangkup pipi Maria. Diusapnya pipi gadis itu dengan lembut sebelum ia mendaratkan sebuah kecupan di bibirnya. Maria terperangah ketika Pria yang masih menjadi raja di hatinya itu mencuri ciuman pertamanya.

Untuk beberapa saat Maria hanya bisa bengong menatap Yudha yang masih tidak melepaskan tangan besar dari pipinya. Yudha mulai membuka topengnya untuk gadis yang entah sejak kapan selalu muncul menghiasi lamunannya. Wajah ketus yang selama ini ia tunjukkan untuk Maria berubah menjadi teduh dan ramah.

"Kamu benar. Apa sih yang dimiliki oleh seorang Maria? Nggak ada yang istimewa. Tapi Ketika Cinta Telah Bicara? Bagaimana caraku untuk mengingkari semuanya?"

Tbc

Mas Yuyud, kata Om Ebiet G Ade disuruh tanya ke rumput yang bergoyang tuh.
Spesial full adegan Maria dan Yudha. Jika menyukai cerita ini jangan lupa ngevote ya.
Hehehehehe..

Terima kasih supportnya.

Ketika Cinta Telah Bicara (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang