Duapuluh Lima

13.4K 1.8K 370
                                    

Maria menemani Safira berbelanja. Tidak lupa sahabatnya itu membeli beberapa bungkus rokok kesukaan mbah D sebagai uba rampe. Itu berarti, dalam waktu dekat ini Safira akan kembali mengunjungi Simbah kepercayaannya.

"Kalau kamu masih ragu dengan abangku, kan ada aku yang bisa kamu jadikan jaminannya!" tegur Maria dengan sedih. Kenapa juga sahabatnya masih bergantung pada mbah D, sedangkan beliaunya sendiri selalu mengingatkan Safira untuk selalu percaya hanya kepada Allah.

"Biar lebih mantap aja, Mar." jawab Safira sambil menyimpan nota pembelian rokok dari pramuniaga. Trauma disakiti dan diguna - guna laki - laki telah membuat Safira kini menjadi lebih mawas diri.

"Kalau begitu aku sekalian mau curhat mbah D, ah!" ucap Maria sambil mengambil sebotol kemasan air mineral berukuran 1600ml, saat keduanya melewati rak minuman kemasan.

"Lah, tumben?" Safira menatap calon adik iparnya penuh keheranan.

"Ini untuk antisipasi aja. Aku mau minta dibantu supaya Yudha tidak menggangguku."

Ucapan Maria membuat kening Safira bertaut. "Yudha? Gangguin kamu?"

"Hu' um." jawab Maria sambil menganggukkan kepalanya. Kemudian ia menceritakan kejadian tidak terduga antara dirinya dengan Yudha minus adegan kissingnya. Maria belum siap membuka aib.

"Lha, bukannya kamu mau ikut sama mas Rio?" selidik Safira yang terkejut mendapati kabar jika Maria telah lebih dulu di keep oleh keluarganya Yudha.

"Ya itu makanya... Sebagai makhluk sosial aku nggak tega melihat bu Asri yang sedang sakit kerepotan mengurus kedua cucunya. Tapi aku juga memerlukan benteng pertahanan kuat supaya nggak mudah baper menghadapi pasukan khususnya Yudha."

Safira tertawa geli saat mendengar curhatan Maria. Begitulah penderitaan yang dialami oleh para wanita single di usia menjelang expired.

"Lagian kamu tahu nggak sih, si Yudha cilik itu gemesin banget....!" Maria mengakui apa yang ia rasakan pada duplikatnya Yudha yang tak kalah mempesona dari bapaknya. Sial, syndrom wanita kebelet nikah sudah mulai menyerang jiwa dan raganya.

Safira menatap Maria. "Ternyata kamu juga sama - sama dibutakan oleh cinta ya, Mar! Sebelas duabelas deh kita."

********

Jadilah malam itu selepas Maghrib. Maria dan Safira segera meluncur ke rumah kediaman mbah D, setelah sebelumnya Safira mengirim pesan jika dirinya hendak berkonsultasi.

Rumah mbah D terlihat sepi. Sepertinya mbah D sedang tidak ada pasien. Mungkin nanti malam kliennya baru berdatangan. Safira segera mengemukakan uneg - unegnya.

Maria dengan tekun ikut menyimak hasil penerawangan mbah D mengenai abangnya. Maklum, ia juga baru saja mengenal pria itu. Maria sampai menahan nafasnya karena khawatir saat mengetahui jati diri sang kakak yang sebenarnya. Ia juga ingin mengetahui apa ada yang disembunyikan dibalik sikapnya yang penuh perhatian.

Setelah membaca doa, mbah D mengusap wajahnya lalu menatap Safira. "Alhamdulillah, Nduk. Mase iki wong apik. Tanggung jawab lan gemati. InsyaAllah mase iso melindungi lan mbimbing awakmu dadi luwih apik." (Alhamdulillah, Nak. Masnya ini orang baik. Bertanggung jawab dan penyayang. InsyaAllah dia bisa melindungi dan membimbingmu menjadi lebih baik)

Maria menghembuskan nafasnya lega sambil mengamini. Ah iya. Tanpa harus melalui terawanganpun, seharusnya Maria bisa meyakinkan Safira jika abangnya itu memang lelaki yang baik dan bertanggung jawab. Buktinya Mario benar - benar menjalankan amanah sang ibu untuk menemukan keberadaannya. Tapi semenjak rajin mengawal Safira ke rumah mbah D, ia jadi tergelitik merasa penasaran juga.

Setelah Safira mengucapkan terima kasih kepada mbah D, Maria menyodorkan botol air mineralnya dengan wajah malu - malu. Selama ini Maria berusaha untuk meresapi nasihat mbah D, jika Tuhan akan memberi cobaan sesuai kemampuan umatnya, dan Tuhan akan memberikan ganjaran atas kesabaran manusia. Nyatanya memang benar begitu bukan? Buktinya setelah hampir tiga puluh tahun ia hidup sengsara, Tuhan mempertemukannya dengan sang kakak. Tapi untuk kali ini keadaannya memang gawat darurat.

Ketika Cinta Telah Bicara (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang