Duapuluh Sembilan

12.1K 1.6K 246
                                    


Mario menatap calon adik iparnya dengan tajam. Yudha sendiri merasa tidak enak hati karena mengingkari amanah yang diberikan oleh Mario. Semoga abangnya Maria tidak menarik kembali restunya untuk menikahi sang adik. Maklum, ia kan tercyduk calon kakak iparnya sedang---. Ketidak sengajaan yang menyebabkan gagal paham.

"Maafkan aku, Bang. Tadi itu aku tidak bermaksud---." ucapan Yudha tak berlanjut ketika tangan Mario memberi tanda padanya untuk diam.

"Maria sudah mendapat stempel buruk dari tetangga kamu. Jadi jangan membuat adikku menjadi lebih tidak terhormat lagi. Tolong jaga sikapmu!" Mario mengingatkan.

"Dan aku peringatkan! Mulai sekarang kalian berdua harus menjalani pingitan!" Ucapan Mario membuat Yudha semakin dilanda perasaan bersalah. Dengan langkah gontai ia pun pulang ke rumah setelah sebelumnya berpamitan pada Maria dan calon kakak iparnya.

Sepeninggal Yudha, Maria memberanikan diri untuk berbicara pada Mario.

"Bang! Tadi Yudha tidak bermaksud untuk---." ucap Maria sambil menutup separuh wajahnya dengan selimut. Ia merasa takut sekaligus masih berdebar - debar saat teringat Yudha yang menindih tubuhnya. Sayangnya sang kakak lebih dulu masuk ketika mereka dalam keadaan emergency, sehingga menimbulkan kesalah pahaman.

"Untung kakak segera masuk. Kalau tidak, lelaki itu pasti sudah mengambil kesempatan dalam kesempitan!" omel Mario yang tidak terima karena merasa kecolongan. Soalnya calon adik iparnya itu rada - rada muna. Setelah dulu menolak - nolak sekarang memaksa - maksa sang adik untuk dijadikan istrinya.

"Tadi itu aku mau bangun, Bang! Tapi nggak dibolehin sama Yudha. Aku disuruh berbaring lagi. Karena aku bersikeras bangun kita jadi eyel - eyelan tadi." Maria mencoba menjelaskan kejadian yang sebenarnya.

"Nggak usah mengarang alasan. Kalau cuma eyel - eyelan kenapa bisa berakhir saling menindih begitu?" Mario jelas - jelas tidak mau dibohongi la ya. "Lagipula si duda sombong itu pasti juga sudah susah mengontrol adik kecilnya!"

Maria menutup wajahnya dengan selimut. Kalau membahas tentang itu dengan lelaki, meskipun adalah kakak sendiri. Tetap saja membuat malu.

*********

Yudha baru selesai memandikan Arka. Arina yang sudah lebih dulu mandi dan tampil wangi ikut bergabung di ranjang sambil memperhatikan papanya yang sedang memakaikan baju pada sang adik.

"Papa... Kapan onty Maria bisa tinggal bersama kita." tanyanya lugu.

"Sabar ya, Sayang. Sebentar lagi pasti kita akan tinggal bersama onty Maria." jawab sang papa.

Yudha dengan cekatan membaluri tubuh si kecil Arka dengan minyak telon dan bedak bayi sebelum memakaikan diapers dan baju.

"Dek. Dedek... Sebentar lagi kita punya mama baru loh!" Arina menciumi adik lelakinya. Arka membalas ucapan si kakak dengan bahasa alien yang entah apa maksudnya. Yudha tersenyum haru. Pagi harinya bersama si kecil tanpa di dampingi seorang istri itu rasanya sususatu.
Sambil membereskan piranti bayi, bibirnya bersiul bersenandung lagunya Jamrud. 'Antara,aku, kau dan ibumu'

Selesai mengurus si kecil, ia pun mengajak kedua anaknya menuju ke ruang makan. Yudha mendudukkan Arka di kursi bayi khusus milik si bocah.

"Jaga adek sebentar, Ya. Papa mau membantu nenek kesini untuk sarapan bersama!"

"Ayay, Captain!"

Yudha bergegas menuju ke kamar sang ibu untuk membantu duduk di atas kursi roda. Ketika membuka pintu kamar, Yudha terkejut mendapati ibunya juga baru saja berjalan keluar dari kamar mandi dengan kedua kakinya yang sedang sakit.

"Ibu?"

Bu Asri terlihat salah tingkah. Kebohongannya terbongkar oleh puteranya. Untuk beberapa saat  wanita paruh baya itu merasa bingung. Kemudian dengan langkah kaki terpincang - pincang sambil berpegangan di dinding, ia melangkah menuju ke ranjang.

Ketika Cinta Telah Bicara (End) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang