Akhirnya selesai juga acara menyambut tamunya. Yudha yang sudah merasa lelah pun beranjak menuju ke kamar dengan penuh suka cita. Saat yang ia nantikan tiba juga. Seharian menatap Maria yang menggunakan kebaya dan berdandan cantik, membuatnya tidak sabar untuk memanjakan gadis itu.
Kalau di ingat - ingat, betapa bodohnya Yudha yang dulu pernah mengabaikan Maria. Ia tidak menyangka jika si biang onar dan menyebalkan itu ternyata cantik dan seksi.
Maria yang baru saja keluar dari kamar mandi merasa terkejut ketika Yudha masuk ke dalam kamar mereka. Jantungnya berdebar keras. Ya Tuhan... Maria belum siap untuk menjalani ritual malam pertamanya. Apalagi melihat senyum mesum yang menghiasi wajah Yudha.
Tadi Maria berencana menggunakan strategi pertama yaitu tidur lebih dulu mumpung lelaki yang kini sudah sah menjadi suaminya itu masih sibuk menerima tamu. Tapi hasrat ingin pipis telah membuatnya terbangun. Terpaksa strategi ke dua dijalankan.
Yudha terlihat sumringah ketika melihat Maria sudah segar dan wangi. Ia jadi ingin mengusili istrinya.
"Tunggu aku ya, Sayang! Aku mandi dulu!" goda si papa bucin yang bagi Maria justru terdengar seperti sebuah ancaman.
Maria hanya nyengir lalu buru - buru naik ke ranjang dan bergelung memeluk Arina.
Yudha keluar dari kamar mandi sambil bersiul - siul. Ia hanya berbalut handuk yang melingkari pinggangnya. Dengan langkah pasti ia menghampiri Maria yang sudah berbaring dengan posisi membelakanginya. Lucu juga ya gaya Maria menyambut suaminya untuk ritual malam pertama. Padahal dulu resenya nggak ketulungan. Kemanakah Maria yang dulu nggak punya malu itu? Langkahnya semakin mendekat. Namun senyumannya sirna dan siulannya terhenti seketika kala melihat siapa yang berada dalam pelukan Maria.
"Kenapa Arin bisa ada di sini?"
Pertanyaan Yudha membuat Maria menoleh. "Ya boleh dong, aku kan baby sitter anak kamu sekarang."
"Jangan membuat alasan, Ah! Kita kan sudah sepakat jika malam hari adalah giliranku untuk menyenangkan kamu!" Yudha mengingatkan Maria.
Dasar perempuan itu ya. Kemarin komplain tidak ingin di samakan dengan seorang baby sitter. Sekarang mau diberi perhatian lebih malah menghindar.
"Tau ah, aku capek!" Maria merapatkan pelukannya pada Arina.
Yudha yang merasa gemas segera memakai pakaiannya dan ikut rebah di ranjang. Direngkuhnya tubuh Maria untuk ia dekap sambil menghirup aroma wanginya.
Jantung Maria berdetak lebih cepat saat tangan besar dan hangat itu menarik punggang dan mendekapnya erat. Ditambah lagi hembusan hangat nafas Yudha yang membelai tengkuknya membuat Maria merinding.
"Maafkan aku, untuk segala sikap dan ucapanku di waktu - waktu lalu." bisik Yudha di dekat telinga Maria. Mungkin ini adalah saat tepat untuk mengurai benang kusut yang terjadi antara mereka.
Ucapan itu membuat Maria yang pura - pura terpejam merasakan haru biru. Akhirnya kata - kata maaf yang belasan tahun ia tunggu itu terucap juga dari bibir lelaki yang selalu bertahta di hatinya. Maria mencoba menahan air matanya yang hampir luruh. Ia tidak boleh semudah itu takluk.
Tangan Maria bergerak untuk menyentakkan dengan kasar lengan Yudha yang melingkar di pinggangnya.
"Tidak semudah itu, Fulgoso!" jawab Maria ketus. Ia masih tidak ingin melakukan genjatan senjata dengan pria itu. Karena air jampi- jampi itu sudah tidak ada, Maria terpaksa membentengi dirinya dengan bersikap tidak manis terhadap suaminya.
Yudha beringsut menjauhi Maria. Seharusnya ia sadar karena sudah diperingatkan oleh The Corrs. Forgiven but not forgotten! Jadi sepertinya Yudha harus lebih banyak bersabar untuk menghadapi Maria.
********
Terbiasa tidur sendiri dan tiba - tiba harus berbagi ranjang dengan Arina dan Yudha, membuat Maria tidak bisa tidur. Karena itu pagi ini ia terbangun sebelum adzan Subuh berkumandang.
Maria membalikkan badannya dan tertegun menatap Yudha yang masih terlelap di sampingnya. Supaya tidak semakin terbuai, ia pun segera bangun untuk beranjak ke dapur.
Seperti kebiasaannya di pagi hari, Maria segera menjerang air. Siapa tahu si kecil Arka juga ingin mandi air hangat. Suasana rumah masih terlihat berantakan sisa pesta kemarin yang belum sempat di bereskan.
Maria menepuk jidatnya, baru sehari menjadi istri ia sudah harus menjadi petugas kebersihan saja. Sambil menunggu air mendidih, Maria memeriksa meja makan. Siapa tahu masih ada sisa lauk untuk di hangatkan. Berarti ia tidak perlu repot memasak.
"Maria, kamu sudah bangun, Nduk!" sebuah teguran membuat Maria menoleh dan melihat bu Asri berjalan santai dengan kedua kakinya yang sehat. Padahal seharian kemarin beliau masih duduk di kursi roda. Bukankah beliau sedang sakit ya!
"Ibu membutuhkan apa? Biar Maria yang mengambilkan. Ibu istirahat saja di kamar!" Maria mengingatkan ibu mertuanya. Nanti kalau terjadi apa - apa bisa - bisa ia yang disalahkan.
Maria mendekati bu Asri untuk menuntunnya kembali ke kamar, namun ibu mertuanya itu menolak. "Mendapatkan kamu sebagai menantuku membuatku mendadak jadi kembali sehat." ucap bu Asri sambil tersenyum.
"Kamu temani Arka di kamar saja, dia sudah bangun dan tidak ada yang menjaga." titah beliau dan diangguki oleh Maria.
Maria masuk ke kamar bu Asri dan ia melihat Arka sedang mengoceh seorang diri. "Assalamualaikum, Dek Arka!" Maria menyapa Yudha versi mini. Suara nerdunya berhasil membuat Arka menoleh ke arahnya. Kemudian bayi itu tampak menatap Maria dengan mata bulatnya.
Pesona Arka membuat Maria mendekati si bocah dan mencoba mengajaknya bermain. Bayi itu mengoceh dengan bahasa alien.
"Oh, Dedek nanya ini siapa?" Maria berusaha menanggapi ocehan Arka.
"Dedek inginya aku menjadi baby sitter atau mama sambung inih?" goda Maria sambil memainkan jemari mungil Arka.
"Maunya jadi mama aja...!" Arina tiba - tiba muncul dan langsung ikut nimbrung menggoda adiknya. Tak lama kemudian Yudha turut bergabung. Maria yang tadinya merasa santai mendadak langsung kesal karena si bayi besar ikut - ikutan mencari perhatian.
"Aku bantuin ibu di dapur saja deh!" Maria beringsut untuk menghindar, tapi Yudha menahan tubuhnya.
"Sini aku beritahu jadwal mengurus Arka. Jadi kamu nggak canggung saat aku tinggal ke kantor!"
"Itu nanti aku tanyakan ke bu Asri saja." tolak Maria halus. Ia benar - benar ingin membatasi pertemuannya dengan Yudha. Lagipula masalah mengurus anak, ibu mertuanya kan lebih ahli.
"Ria...!"
Panggilan Yudha dengan suara bernada memohon itu berhasil membuat Maria mengurungkan niatnya untuk menghindar."Apa?"
"Tolong beritahu aku. Bagaimana caraku mendapatkan maaf dari kamu?"
Pertanyaan Yudha membuat Maria menjadi salah tingkah. Ia bukannya membenci Yudha, tapi hanya merasa canggung menghadapi lelaki itu.
"Aku kan sudah memaafkan kamu." jawab Maria.
"Memaafkan dari Korea? Nyatanya kamu masih terlihat berusaha menghindar begitu kok." rajuk Yudha yang kini tingkahnya sebelas duabelas dengan buntutnya.
Maria menarik nafas dan menghembuskannya dengan kasar. "Kalau aku belum memaafkan kamu, nggak mungkin banget dong aku menerima pinanganmu."
Jawaban Maria memunculkan senyum di bibir Yudha. "Kalau begitu boleh dong, aku minta cium!"
Tbc
Cium pake sandal ye Pak. Nggak malu tuh dilihatin sama bocah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Telah Bicara (End)
De TodoSilakan dibaca tapi jangan ATM ya. Lima belas tahun yang lalu, Maria adalah sosok yang ceria tidak peduli bagaimana asal - usulnya. Namun semenjak dirinya menyatakan cinta pada Yudha dan ditolak, ia jadi memahami mengapa Bibit, Bebet, dan Bobot men...