33. Terlalu Berat

895 91 3
                                    

Hari pertama UAS seharusnya kedua kakak beradik itu datang lebih awal ke sekolah. Akan tetapi ....

"Gimana? Udah belom?" Hazel berjinjit memeriksa Theon yang sibuk mengutak-atik mesin vespanya.

Tak ada respon, Hazel pun berdecak. "Telat ini."

"Sabar," sahut Theon singkat.

Hazel berdecak, lagi. Gadis itu memeriksa jam tangannya. Sontak saja dia terjingkat dan menjerit, "SEPULUH MENIT LAGI BEL MASUK!"

Theon tersentak dan refleks memeriksa jam tangannya pula. Cowok itu pun membelalak ikut terkejut. Sudah berapa lama dia mengutak-atik mesin vespanya yang tak kunjung menyala?

Meskipun begitu, bukan Theon namanya kalau dia menampakkan ekspresi paniknya. Hazel bahkan heran sendiri dengan reaksi kakaknya yang seperti tidak panik sama sekali. Hanya sinyal di matanya yang bisa terbaca dengan mudah, sisanya? Entahlah. Theon memang terlahir seperti batu.

"Gimana ini?"

Theon menoleh. "Apanya?"

"APANYA?! KITA UAS!" geram Hazel tak habis pikir.

"Iya, tau."

"Ya udah, cepet!"

"Ngapain?"

"NGASO DI PANTAI!" jerit Hazel kelewat kesal. "YA LARI LAH!"

Dengan bodohnya, Theon berdiri dan hanya memandangi Hazel yang sudah lari kucar-kacir. Gadis itu tak menghiraukan kakaknya yang tertinggal di belakang.

Ah, bodo! Dia telat pun masih bisa dapet nilai 100. Gue? Sekiranya itu yang ada di dalam benak Hazel sekarang. Sesekali Hazel mengumpati vespa butut kakaknya itu karena memilih rusak di hari yang sepenting ini.

Hazel terus berlari sampai tepat di depan pos kompleks rumahnya.

Tin!! Tin!!

Gadis itu menoleh dan mendapati mobil ayahnya telah menyusul di persimpangan jalan. Hazel memperlambat laju kakinya. "PA!! PAPA!!" pekiknya sambil melambai-lambai memohon pertolongan.

Mobil pun melambat. Kaca mobil terbuka saat mobil itu berhenti tepat di samping Hazel. "Naik!" perintah sang sopir yang ternyata adalah Theon. Hazel sempat terpaku, namun itu tidak berlangsung lama. Gadis itu segera memasuki mobil tanpa melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang menurutnya bisa ditanyakan nanti saat keadaan cukup santai.

***

Hazel duduk di tempatnya dengan perasaan yang sedikit lega. Bukan apa. Meskipun tadi dia datang terlambat, namun gadis itu berhasil menyelesaikan soal-soal ujian tepat waktu.

Karena ini ujian, maka tempat duduk dirombak total. Alhasil, Hazel dan Mei duduk berjauhan. Tapi, hal itu tak lantas membuat keduanya tidak bisa berdekatan. Mei mendekati Hazel yang tampak lemas memikirkan hasil ujiannya nanti.

"Datang, duduk, kerjakan, lalu lupakan. Itu peraturan wajib waktu lagi ujian," cetus Mei yang mengundang toyoran dari Hazel. Mei terkekeh sambil mengelusi kepalanya yang ditoyor.

"Lo udah ngomong sama mama lo tentang audisi kemarin?"

Mei menggeleng.

"Tapi, lo tetep terima tawaran Kak Angel untuk jadi anak didik dia, kan?"

"Ya iyalah, Zel! Kesempatan gak dateng dua kali."

"Terus kenapa belum ngomong juga?"

Dengan tatapan memelas, Mei menjawab, "Gue takut mama marah."

"Mau gue bantu ngomong?" tawar Hazel. Mei menggeleng pelan. "Gue udah minta waktu sampe minggu depan sama Kak Angel. Alasannya, gue mau fokus UAS dulu. Dan, dia setuju."

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang