65. Last Attempt (End)

1.4K 104 62
                                    

Part ini diperpanjang.
__________________

"Hazel, gu—" Senyum di wajah Ken luntur mendapati Hazel tidak ada di ruangannya.

Ken melihat gagang infus masih teronggok manis di tempatnya dan terdapat bercak darah di seprai putih rumah sakit dekat jarum infus tergeletak.

Ken panik seketika. Dia mencari Hazel di kamar mandi, namun tidak ada. Dia pun berlari menuju meja perawat dan bertanya apakah mereka melihat Hazel keluar dari kamarnya. Mereka menjawab yakin kalau Hazel masih di kamarnya.

Setelah memarahi para perawat yang dianggap tidak becus dalam bertugas, Ken menelepon nomor Hazel. Tersambung, tapi tidak diangkat. Dering ponselnya sama sekali tidak terdengar dari dalam ruangan, itu artinya Hazel membawa ponselnya.

Ken sudah menelepon Mei dan menjelaskan kronologi kejadian secara runtut. Sekarang Mei sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Untuk saat ini, Ken dan Mei sepakat untuk tidak memberitahukan kejadian ini pada Dion.

Rasa cemasnya semakin diperparah oleh pikirannya yang mengatakan luka jahit Hazel masih basah. Lukanya bisa saja terkoyak apabila perempuan ceroboh itu tidak berhati-hati. Lebih parahnya lagi, dia bisa saja kehilangan kesadaran seketika.

Tiba-tiba terlintas sesuatu di kepalanya. Ken tahu harus ke mana. Tak berpikir panjang lagi, Ken langsung berlari ke luar gedung rumah sakit menuju mobilnya. Dengan hati yang kalang kabut, Ken menancapkan gas dengan tergesa-gesa.

***

Langit mulai menampakkan warna yang tidak bersahabat. Meskipun malam memang gelap, tapi gelapnya malam kali ini terlihat berbeda. Tidak ada bintang, tidak tampak pula bulan. Dari sana Hazel tahu kalau sebentar lagi awan mendung itu akan menumpahkan seluruh air yang tertampung di dalamnya.

Hazel duduk di taman ini dengan perasaan gundah. Ya, ini adalah taman tempat dia berjanjian dengan Theon di hari ulang tahunnya sepuluh tahun lalu. Tidak mungkin Theon lupa taman ini. Dan Hazel yakin laki-laki itu akan menemukannya dengan mudah. Dia yakin itu.

Beruntung luka jahitnya tidak terkoyak sampai sekarang—atau belum. Memang masih terasa pedih, tapi tidak sepedih luka hatinya. Memang terasa menyakitkan, tapi tidak semenyakitkan diabaikan oleh orang yang dia cintai.

Seakan tidak menyetujui ucapan Hazel barusan, tahu-tahu lukanya terasa nyeri. Nyerinya sangat menyiksa sampai tulang-tulang rusuknya ikut ngilu. Ah, sial! Hazel menarik kembali kalimat puitisnya tadi. Luka jahitnya terasa jauh lebih menyiksa.

Ting!

Saat Hazel sibuk menenangkan diri untuk meredakan nyeri lukanya, ponselnya berdenting. Dia mengabaikan belasan hingga puluhan notifikasi panggilan tak terjawab dan pesan di ponselnya. Satu-satunya notifikasi yang dia perhatikan hanyalah notifikasi pelacak GPS.

Seseorang melacak nomor Anda.
Ketuk untuk melihat lebih lanjut.

Buru-buru Hazel mengetuk layar notifikasi tersebut. Sejurus kemudian, Hazel murung.

[Ken Alden Lee melacak nomor Anda.]

Bukan Ken yang Hazel harapkan untuk mencarinya. Bukan Ken yang dia minta untuk menemuinya. Dia ingin Theon yang datang padanya.

Dilihat dari titik koordinat Ken yang bergerak cepat menghampirinya, sepertinya Ken melaju dengan kecepatan tinggi. Hatinya sedih dan kecewa. Hazel berharap titik koordinat itu tiba-tiba berhenti dan tidak bergerak lebih dekat lagi.

Diam-diam dia berharap kalau saja ada satu nomor lagi yang melacak nomornya. Dia masih berharap ada satu titik koordinat lagi yang menyusul untuk menghampirinya. Tetapi nampaknya Hazel harus segera mengubur harapannya itu. Karena Ken melaju semakin cepat dan semakin mendekat.

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang