51. Re-test

830 108 16
                                    

Duduk berhadapan, saling berdiam diri dan bertatap mata untuk beberapa lama semenjak kedatangan Theon tadi. Meskipun sekarang mereka sudah berpindah duduk ke sofa ruang tamu, namun belum sepatah kata pun meluncur untuk memecah keheningan. Apalagi Ken hanya tersenyum sinis karena tidak percaya akan kehadiran Theon di rumahnya, tidak sedikit pun tergerak untuk menyediakan jamuan.

Theon mendengus, meluruhkan senyum sinis Ken. Tak mau bertele-tele, Theon langsung mengutarakan maksud kedatangannya. Dia mengeluarkan dua plastik bening yang masing-masingnya berisi helaian rambut, lalu diletakkan di atas meja. "Gue mau tes ulang," pintanya dingin.

Ken menatap Theon tak berminat. "Lo masih gak percaya juga sama hasil kemarin? Lo masih kekeuh kalo Hazel itu adek lo?"

"Ini bukan rambut Hazel," terang Theon. "ini rambut gue dan papa gue."

Tiba-tiba saja Ken terkekeh menghina sekaligus takjub. Ken mencemooh, "Kepancing juga akhirnya. Jadi, sekarang lo curiga sama bokap lo?"

Theon enggan menanggapi. Dia tidak ingin repot-repot menjabarkan hasil analisanya yang cukup rumit. Intinya, jika identifikasi DNA-nya dan ayahnya positif, itu artinya Hazel lah yang bukan anak kandung ayahnya karena, apabila dia berpatokan pada hasil tes DNA-nya dengan Hazel, otomatis Hazel dan ayahnya juga tidak memiliki hubungan darah. Tapi jika hasil DNA-nya dengan Dion mengatakan sebaliknya ....

Bukankah itu sudah cukup untuk menjawab semuanya? Terlepas dari apakah Hazel anak kandung Dion atau bukan.

Ken menginterupsi pikiran Theon dengan mencondongkan tubuhnya pada cowok itu, menatapnya dingin, lalu berbicara dengan nada rendah, "Gimana kalo keluarga lo hancur setelah hasil tes keluar?"

"Bukannya itu yang lo mau?" dengus Theon balik bertanya. "berharap keluarga gue hancur dan akhirnya pisahin gue dari Hazel?"

Mata Ken menyipit geram. Tangannya mengepal tanpa sadar. "Gue gak mau bertanggung jawab atas rusaknya keluarga lo nanti."

"Gue gak akan minta pertanggungjawaban lo."

Ken menarik tatapannya dari Theon. Kemudian, dia menyandarkan punggungnya kembali ke sofa. "Gak bisa," tolaknya mentah-mentah. Singkat, padat, dan jelas.

"Walaupun kepala lab forensiknya teman dekat nyokap gue, nyokap gue gak mungkin minta hal yang sama dua kali. Tes kemarin udah melanggar hukum. Gue gak akan minta nyokap gue untuk ngelakuin itu lagi karena beliau lagi ngejar jabatan profesor di rumah sakit itu. Gue gak mau usahanya gagal." Tanpa sadar Ken membongkar kelemahannya sendiri.

Mendengar pernyataan Ken yang menurutnya gegabah itu, Theon tersenyum picik. Kini cowok itu yang mencondongkan tubuhnya pada Ken, menautkan jari-jarinya, lalu menatap Ken remeh. "Berarti gue bisa tuntut mama lo?"

Ken mengernyit.

"Atas tiga tuntutan." Theon mengacungkan tiga jarinya, kemudian melanjutkan, "pertama, pencurian. Karena, sampel didapat dengan jalan pencurian. Kedua, penyelewengan administratif. Udah pasti ada beberapa persyaratan administratif tes DNA dari lab yang diabaikan. Dan ketiga, penyalahgunaan wewenang jabatan. Itu jelas karena mama lo sewenang-wenang dengan jabatannya. Dan di sini bukan cuma mama lo yang bisa dipenjarakan, tapi semua pihak yang terlibat. Termasuk lo sendiri."

Ken mulai panik. Dia menegakkan duduknya dan menatap Theon serius. Rahangnya tampak menegas menahan kesal.

"Haahh~" Theon menghela napas yang dibuat-buat. "gue gak nyangka mama lo mau melanggar hukum cuma untuk nurutin kemauan lo."

"Mau lo apa?!" Nada Ken meninggi. Ken membentuk kerutan di dahinya, tanda dia memakan umpannya.

"Lo terima sampel ini dan lo rayu mama lo untuk tes ulang, setelah itu gue bakal lupain semua tuntutan. Atau bersiap mendekam di penjara karena dalam waktu kurang dari dua puluh empat jam sejak detik ini juga keluarga gue bakal ngajuin gugatan ke pengadilan," ancam Theon seraya tersenyum penuh kemenangan. "silakan pilih."

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang