64. Berbohong

865 104 35
                                    

Dion masuk ke ruang rawat putrinya dengan membawa beberapa kantong plastik di tangannya. Pria itu sedikit terkejut melihat putrinya sedang berbincang dengan Mei. Pasalnya, pria itu sama sekali tidak diberitahu kalau putrinya sudah siuman.

"Kamu sudah bangun? Kenapa nggak telepon papa?"

Mei dan Hazel pun menoleh berbarengan sehingga apapun yang mereka bicarakan tadi terpotong otomatis. Tak langsung menyahut, Hazel menatap sahabatnya yang dibalas dengan anggukan kecil dari Mei. Dion masih menunggu jawaban putrinya. Tapi, nampaknya Hazel tidak berniat untuk menjawab.

"Pa, Papa mau temenin Hazel jalan-jalan sebentar?"

***

Hazel duduk di kursi roda, sedangkan Dion mendorongnya pelan dari belakang. Halaman belakang rumah sakit ini sepi karena waktu telah menunjukkan pukul 9 malam. Mungkin hanya mereka berdua yang masih nekat berjalan-jalan di jam seperti ini.

Mereka berhenti di salah satu gazebo yang menghadap ke kolam ikan. Dion duduk di bangku kayu gazebo setelah mengunci roda wheelchair yang Hazel duduki. Mereka hening untuk beberapa waktu sampai-sampai suara air terkobok oleh ekor ikan yang berenang dengan lincah pun terdengar.

"Pa ..." sebut Hazel memecah ketenangan taman. Dion menoleh pada putrinya. Hazel menatap ayahnya dengan senyum tipis menyembul di bibirnya, kemudian menggenggam lembut tangan kokoh ayahnya. "terima kasih atas kasih sayang papa sejak Hazel lahir sampai detik ini. Hazel bahagia bisa terlahir jadi anak papa sama mama."

Dion tersenyum lembut. "Terima kasih juga karena sudah bahagia terlahir jadi anak papa meskipun papa penuh kekurangan."

Hazel menggeleng pelan. "Papa udah jadi papa yang sempurna untuk Hazel. Papa udah ngajarin Hazel jadi perempuan yang kuat dan dewasa. Papa udah ngajarin Hazel jadi perempuan yang mandiri."

Dion mempertahankan senyum lembutnya.

"Tapi papa tau, momen paling menyakitkan bagi Hazel itu kapan?"

Ragu-ragu Dion menggeleng.

"Waktu papa bawa tante Ruth dan Theon ke rumah kita," sambungnya.

Dion tidak menjawab. Pria itu masih mencari maksud ucapan putrinya. Senyum pria itu meluntur perlahan.

"Papa tau, momen paling membahagiakan bagi Hazel itu kapan?" tanyanya lagi. Hazel menjeda kala Dion menanti jawaban putrinya. "waktu papa bawa tante Ruth dan Theon ke rumah kita," jawabnya sendiri dengan mata yang berkaca-kaca.q

"Awalnya Hazel pikir kedatangan mereka ke rumah kita itu malapetaka untuk Hazel maupun mama. Tapi ternyata Hazel salah. Mereka anugerah terindah yang pernah Tuhan kasih untuk Hazel. Mereka yang ngajarin Hazel untuk berani menerima dan memberi.

"Selama bertahun-tahun Hazel dibesarkan sebagai anak tunggal. Hazel diberi kasih sayang seutuhnya dari papa dan mama tanpa pernah terbagi. Tiba-tiba, Hazel harus berbagi dengan orang lain. Waktu itu Hazel nggak mau membagi semua yang Hazel punya untuk orang yang Hazel anggap orang asing. Tapi, semakin Hazel nolak, semakin banyak juga kasih sayang yang Hazel terima yang gak bisa Hazel dapet kalo Hazel cuma hidup sendiri, yaitu kasih sayang dari saudara."

Hazel menunduk serendah mungkin untuk menutupi air matanya yang sudah meluncur kecil-kecil. Dion tetap bergeming meskipun pria itu sudah mulai mengerti arah pembicaraan putrinya.

"Selama sepuluh tahun belakangan ini Hazel mikir, papa orang yang paling egois di dunia ini. Waktu pertama mereka dateng ke rumah kita, Hazel minta papa usir mereka dan coba tes DNA, tapi papa nolak dan bilang dengan yakin kalo Theon saudara kandung Hazel. Tapi, setelah Hazel udah bisa nerima dia di hidup Hazel, setelah Hazel udah berani membagi kasih sayang Hazel untuk mereka, papa usir mereka dan ngebiarin perasaan Hazel buyar gak karuan."

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang