28. Hatred

1K 78 7
                                    

Theon yang saat ini duduk berhadapan dengan Hazel di meja makan tercengang dengan nafsu makan Hazel yang tiba-tiba meningkat. Gadis itu lahap memakan sarapannya pagi ini. Sudah tiga mangkuk sereal dan dua helai roti yang masuk ke perutnya. Entah berapa kotak sereal lagi yang Hazel butuhkan agar cukup untuk memenuhi lambungnya itu.

"Hahhh kenyang," desusnya. "nambah lagi, dong." Hazel menyodorkan mangkuknya pada Theon.

"Kenyang, tapi nambah lagi. Gimana, sih?" Theon mendecak heran. "Jangan makan mulu! Entar cacing-cacing di perut lo jadi anakonda lagi."

Hazel mengernyit. "Gak makan salah, makan juga salah. Maunya apa, deh?" sewotnya.

Walaupun mulutnya mengoceh, Theon tetap menerima mangkuk itu dan mengisinya lagi dengan sereal dan susu. "Nih," sodornya.

"Gomawo," katanya dengan suara sok diimut-imutkan.

Theon memutar bola matanya, malas.

Hazel terkekeh sambil menyuapkan sereal ke mulutnya. Melihat nafsu makan adiknya meningkat, Theon merasa senang. Itu jauh lebih baik dari pada gadis itu tidak mau makan sama sekali.

"Oh iyo! Antorin gue ke sekoloh yo!"

Theon menekan dagu Hazel, geram. "Makan tuh telen dulu, baru ngoceh!"

Glek ....

"Anterin gue sekolah," ulangnya setelah menelan makanannya.

"Tolongnya mana?"

"Tolong~"

Theon terkekeh melihat tingkah lucu adiknya itu. Ruth yang sibuk menata meja makan pun ikut tersenyum melihat keakuran dua kakak beradik itu. Sesuatu yang sangat langka bagi keluarga ini.

Di saat bersamaan, Dion menghampiri ruang makan. Pria itu sudah siap dengan seragam kantornya. "Wah! Anak papa yang cantik udah mau makan. Seneng papa liatnya," gurau pria itu seraya tersenyum.

Hazel tercengir kuda. Seolah gadis itu lupa kalau seminggu belakangan ini dia sedang ditimpa banyak masalah. "Pa, nanti papa pulang jam berapa?" tanyanya.

"Ehm ... nggak tau, deh. Ada apa?" jawab Dion sambil mencentongkan nasi ke piringnya.

"Waktu kita ke mall hari itu, kan, Hazel gak ikut foto keluarga. Kali ini Hazel mau kita foto keluarga. Utuh," pintanya, membuat seisi ruangan itu tertegun.

Hazel menyadari perubahan suasana yang membuatnya canggung. Gadis itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Eung ... kalo gak bisa, gak apa-apa, kok, Pa. Lagian Hazel juga—"

"Siapa bilang gak bisa? Tentu bisa untuk anak papa yang cantik ini."

***

Jam istirahat, biasanya Hazel akan pergi ke kantin bersama Mei. Tapi, sepertinya, mulai sekarang dia harus pergi seorang diri. Gadis itu sendirian. Tidak seorang pun menghampirinya walau hanya sekadar berbasa-basi mengajaknya berjajan. Sedih, itu jelas. Namun, Hazel telah bersumpah pada dirinya sendiri, mulai sekarang dia akan jauh lebih tegar. Dia tidak akan menangis lagi.

Gruukk ....

Perut Hazel keroncongan, rupanya. Hazel menyesali dirinya yang tidak membawa bekal dari rumah. Namun, mengeluh tidak akan membuat perutnya kenyang. Dia pun bergegas menuju kantin.

Di depan pintu kelas, Hazel berpapasan dengan Mei yang sepertinya baru kembali dari kantin bersama teman-temannya yang lain.

Cukup lama mereka saling pandang, seolah ada yang ingin mereka katakan. Tapi, Lia, salah satu dari mereka, menarik Mei menjauh. "Yuk!"

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang