63. Firasat

879 98 14
                                    

Saya memutuskan untuk menambahkan soundtrack di kolom media untuk part 61 sampai Epilog nanti^^

Part ini diperpanjang.
____________________

Untunglah lukanya tidak terlalu serius dan tidak sampai menyentuh lapisan terpenting perutnya, jadi operasi penjahitan yang dijalankan tidak memakan waktu lama. Bisa dikatakan Hazel hanya sedikit tergores karena kebetulan melewati mata pisau yang terarah pada sasaran sebenarnya—Theon.

Hazel baru saja dipindahkan ke ruang perawatan. Dia belum siuman, mungkin karena masih syok. Menurut dokter, Hazel diperkirakan akan siuman dalam waktu kurang dari dua belas jam. Jadi, mereka harus sabar menunggu.

Di dalam sana, Mei duduk di samping sahabatnya berbaring. Menangis, tak putus merapal doa meminta keselamatan bagi sahabatnya. Dia sama sekali tidak terpikir untuk melepas genggaman tangannya pada Hazel.

Ken baru saja berbicara pada perawat di meja depan ketika dia melihat Theon hanya duduk di ruang tunggu dengan kepala menunduk. Mendadak emosinya meluap. Dia pun menghampiri Theon.

Kalau dia tidak ingat ini rumah sakit, kalau dia lupa dia dokter residen di rumah sakit ini, dan kalau dia lupa semua pekerja di sini mengenalnya lantaran dia adalah putra sulung dari pendiri sekaligus pemilik rumah sakit maupun universitas yang merupakan cikal bakal rumah sakit ini ini, mungkin Ken akan langsung menarik kerah Theon dan menghajarnya saat itu juga.

Tapi berhubung dia ingat semuanya, akhirnya Ken pun hanya menggeram, "Ikut gue!"

***

Mereka berada di atap rumah sakit. Di tengah-tengah atap ini terdapat lapangan luas. Lantai semennya diberi cat putih huruf H yang dilingkari cat putih pula. Theon bisa dengan mudah mengetahui kalau lapangan ini adalah tempat ambulans helikopter mendarat.

Ken ada di depan sana. Merapat pada pagar penghalang di tepi gedung dan meremas pagar besinya erat-erat. Nampaknya dia masih berjuang untuk meredam amarahnya yang meradang sejak lama.

Ken berbalik. Dengan langkah cepat dia menghampiri Theon dan menyambar kerah laki-laki itu kasar, hendak menghajar Theon. Terlihat dari kilatan matanya yang berapi-api.

Bertolak-belakang dengan kehendak hatinya, tangan Ken yang telah terkepal justru hanya melayang di udara. Padahal Theon sudah bersiap dengan apapun yang akan Ken lakukan padanya.

Kepalan Ken berguncang. Bola matanya terasa menghangat, ingin menangis karena tidak bisa mendaratkan tinjuannya. Hazel sudah bersusah payah hampir mengorbankan nyawa hanya untuk menyelamatkan laki-laki yang selamanya akan selalu dia benci di depannya ini. Ken tidak ingin pengorbanan itu berakhir sia-sia kalau ujungnya dia menyakiti Theon juga.

"Berengsek!" makinya. Ken melepaskan cengkeramannya pada kerah Theon dengan sekali hempasan. Theon memilih diam seperti orang bodoh.

Ken mondar-mandir berusaha mendinginkan darahnya yang sudah mendidih di puncak kepala. Dia melampiaskan kemarahannya dengan menendang pot yang berada di dekatnya hingga pot itu pecah.

"Lo ...." Ken menunjuk Theon, masa bodoh dengan sopan santun. "jaga Hazel sampe dia pulih!" perintahnya.

Bukan menjawab, Theon malah melempar pertanyaan. "Lo cinta sama dia?"

"Apa?" Ken menyipit tak paham.

"Kenapa nggak lo aja yang jaga dia? Keliatannya lo cinta mati sama dia."

Bugh!

Habis sudah kesabaran Ken. Akhirnya dia mengotori tangan dokternya dengan tinjuan ke wajah Theon. Tidak peduli apakah orang di depannya ini adalah pasien pengidap amnesia atau bukan.

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang