54. Terbongkar

986 125 12
                                    

Untuk yang kesekian kalinya Hazel dibuat serba salah oleh kakaknya ini. Rasanya baru tadi pagi Theon mencium dan tersenyum lembut padanya. Tapi kenapa sekarang cowok itu jadi banyak diam?

Demi neptunus! Hazel baru kali ini menemukan laki-laki yang sifatnya sulit sekali ditebak!

Mereka baru sampai di rumah dan segera menuju kamar masing-masing. Saat akan melangkahkan kaki ke anak tangga pertama, suara baritone Dion menghentikan langkah mereka. "Theon," panggil Dion pada putranya.

"Lho? Papa gak kerja?" tanya Hazel.

"Temui papa di ruang kerja papa," lanjut Dion mengabaikan pertanyaan putrinya, kemudian berjalan menuju ruang kerjanya.

Tanpa bersuara ataupun menunjukkan ekspresi yang pasti, Theon menyusul Dion di belakang pria itu. Hazel? Tentu saja gadis itu kebingungan. Akan tetapi, dia mengedikkan bahunya tak peduli, lalu melanjutkan langkahnya menuju kamar.

***

"Papa sudah siapkan semuanya," cetus Dion begitu putranya masuk ke ruang kerjanya. "apa kamu mau ke sana untuk memastikan tidak ada yang kurang?"

Sebenarnya saat ini konsentrasi Theon sedang terpecah. Dia tidak bisa fokus pada ucapan ayahnya. Perasaannya saat ini benar-benar risau, ditambah pikirannya yang ikut kacau balau. Dan, dia sedang tidak berminat untuk membicarakan hal apapun.

"Theon?" Dion menjentikkan jari ke depan wajah putranya. "kamu dengar papa, kan?" sambung pria itu.

"Hm?" sahut Theon, kembali pada kesadarannya.

"Kamu mau coba ke sana untuk pastikan tidak ada yang kurang?" ulang Dion dengan sabar.

Theon menggugu, "H— Hm? Pastiin apa, Pa?" Cowok itu masih belum ngeh dengan topik pembicaraan ayahnya.

"Permintaan kamu di rumah sakit waktu itu ..." terang Dion.

Ah! Permintaannya waktu itu. Dia baru bisa memahami arah pembicaraan ayahnya. Tapi, sayang sekali. Saat ini suasana hati Theon buruk sekali. Dia belum ingin membahas atau memikirkan apapun.

Selain hasil tes DNA-nya dengan ayahnya.

"Theon?" sebut Dion lagi karena Theon sama sekali tidak menanggapi. Pria itu menyadari ada yang tidak beres dari gelagat putranya. "wajahmu pucat. Kamu sakit?" tanya Dion cemas.

Theon menggeleng cepat. "Aku cuma capek, Pa. Kuis fisika hari ini terlalu susah," elaknya berbohong. Padahal tadi Theon bisa menjawab semua soal kuis dengan mudah.

Dion menghela napas pasrah. "Ya sudah, nanti kita bicarakan lagi. Sekarang kamu istirahat saja," perintah Dion mengalah.

Dion hendak kembali pada pekerjaannya di balik meja kerja. Namun, Theon memanggilnya, "Pa."

Hal itu membuat Dion menoleh pada putranya. "Ya?" responsnya.

"Boleh aku tanya sesuatu?" imbuh Theon.

Dion mengangguk pelan. "Ya, tentu," ujarnya. "kamu mau tanya apa?"

Sejenak Theon ragu untuk bertanya atau tidak. Cowok itu diam sesaat sambil berusaha menenangkan diri. Detik berikutnya, Theon menatap ayahnya dengan pandangan benar-benar kosong. Dia pun memberanikan diri. "Aku ... anak papa, kan?" tanya Theon yang mengundang kernyitan di kening ayahnya. "aku ... anak kandung papa, kan?" ulangnya, memperjelas pertanyaannya.

"Kamu ini bicara apa? Ya jelas kamu anak kandung papa," jawab Dion dengan nada agak tak suka dengan pertanyaan putranya.

"Dulu papa liat proses lahiran aku secara langsung, kan?" tanya Theon lagi.

But, You are My BrotherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang