A Night At The Party

6.7K 447 7
                                    

Nih author kasih double update !
Biar readers terzeyeng senang :)

=============================

Setelah 20 menit di perjalanan, akhirnya aku sampai ke tempat ini. Yap, rumah Oliver. Sebenarnya belum jam 6, tapi karena aku bosan di kost, jadinya aku memutuskan untuk berangkat lebih cepat ke acaranya. Aku memakai kemeja lengan panjang berwarna biru dongker dan celana joger hitam yang menurutku sangat cocok dipakai untuk acara ini. Aku berangkat ke sini menggunakan mobil. Yaiyalah. Kalau pakai sepeda, pas pulang, si Kinanthi aku taruh di mana ?

"Wes abang kita. Udah tambah aja umurnya. Happy birthday, bro." Ucapku sambil bersalaman dengan Oliver saat sudah sampai di halaman belakang rumahnya.

"Makasih, bro. Dateng juga ternyata lo. Kirain masih ngorok di kasur. Hahaha." Ujarnya mengejekku.

"Hahaha. Ini aja cepat datang karena bosan di kost. Lagian kalau gue tidur, siapa yang bangunin ? Kinanthi aja gak di sana." Ucapku sambil tertawa.

"O iyaya." Ucapnya sambil tertawa juga.

"Lo keren pakai kemeja merah gitu. Jadi tambah gantengnya." Kataku sambil mengacungkan jempol.

"Lo juga makin keren pakai kemeja itu. Mantap dah." Ujarnya sambil mengacungkan dua jempolnya padaku.

"Oh iya. Nah, hadiah lo. Untung ingat. Kalau gak, udah gue bawa balik tu kado." Ucapku sambil memberikan kado padanya.

"Wah. Bawa kado juga dia. Makasih bro." Katanya sambil memukul punggungku.

Yap. Memukul punggung merupakan tradisi keakraban kami berempat ; Aku, Kinanthi, Bernard dan Oliver. Kalau kami bertemu, pasti selalu ada acara pukul - pukul punggung.

"Mana pacar lo ?" Tanyaku karena tidak melihat Kinanthi.

"Lagi bantu bunda di dapur. Biasa, istri idaman." Ucapnya sambil tersenyum.

"Idaman dari mananya ? Paling dia lagi colek - colek kue ulang tahun." Ucapku sambil tertawa karena mengingat sebuah kejadian dimana dia menyolek kue ulang tahunku sampai tak berbentuk.

"Kenapa, nih ?" Tanya sebuah suara yang sudah pasti adalah Kinanthi.

"Kepo lu." Jawabku singkat. "Gimana ? Kuenya masih berbentuk, kan ?" Tanyaku sambil menahan tawa. Kulihat Oliver juga menahan tawanya. Yap. Kejadiannya setahun yang lalu. Oliver juga ada di sana. Dari situlah kami mulai kenal dan jadi teman dekat.

"Isshh. Gausah ingatin itu juga, kali." Ucapnya sambil cemberut.

"Aduh. My sweety honey bunny ku ngambek. Sini abang peluk." Kata Oliver sambil memeluk Kinanthi.

Aku yang melihat itu pun hanya memutar mata malas. Sialan mereka.

"Eh, beb. Nathania bawa kado, loh. Ajaib, kan ?" Ujar Oliver pada Kinanthi setelah pelukan.

"Astaga Nathania ! Kirain chat lo tadi siang cuma main - main. Lo gak lagi demam, kan ? Atau kepalamu kebentur ?" Tanya Kinanthi panik.

"Kebentur pala lu. Gue aman dan sehat sentosa, kok. Kenapa emangnya ?" Tanyaku kesal.

"Ya.. biasanya lo irit plus pelit banget. Uang 200 perak aja gak mau direlain di indomaret. Ini... bawa kado ? Mau kiamat, nih ?" Jawab Kinanthi yang membuatku tambah kesal.

"Iya, nih. Kayaknya dunia mau kiamat. Tadi aja dia datang 25 menit lebih cepat dari biasanya. Kesambet apa lo, Nat ?" Tanya setan yang tiba - tiba nimbrung bareng kami bertiga. Siapa lagi kalau bukan Bernard.

"Bully aja terus. Gue ikhlas kok. Lagian pahalanya ditambahkan ke gue, gak ke lu semua." Ucapku jengah dan dibalas dengan tawa mereka bertiga.

"Kayaknya kita berempat sehati sejiwa, deh." Ujar Bernard tiba - tiba sambil menunjuk ke arahku, Kinanthi, Oliver dan dirinya sendiri.

Feel Special (GXG)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang