Rani membuka matanya perlahan. Merasa silau, dia kembali memejamkan matanya. Bibirnya terasa kering hingga Rani menjilat bibirnya yang terasa pecah-pecah.
"Haus...." Rintih Rani. Tapi tidak seorangpun mendengarnya karena memang tidak ada orang yang menungguinya di sana.
Rani mencoba membuka kembali matanya, kemudian melihat ke sekelilingnya. Dia tidak menemukan seseorang. Hatinya sedih, air matanyapun menetes karena dia merasa sendirian di dunia ini. Namun suara pintu dibuka membuat Rani melirik ke arah pintu, dan ternyata sahabatnyalah yang datang.
"Kevin...." Panggilnya lirih.
"Alhamdulillah....lo udah siuman." Kevin bergegas mendekati Rani, kemudian menggenggam jemari Rani. "Gimana perasaan lo, Ran."
"Lemas....haus, Vin."
"Sebentar ya, gue panggil dokter dulu." Kevin menekan bel dan tak lama kemudian seorang perawat masuk ke ruangan Rani. "Suster, panggilkan dokter, pasien sudah sadar."
"Baik, Pak."
Beberapa menit kemudian seorang dokter masuk ke ruangan dan memeriksa kondisi Rani. Rani mengeluh haus dan dokter hanya membolehkan Rani minum sedikit.
Rani tiba-tiba teringat sama calon anaknya.
"Dokter, anak saya mana?"
"Sabar ya ibu. Ibu istirahat saja dulu. Jangan mikir macam-macam. Ibu harus pulih dulu." Jawab dokter yang bernama Rusli Barus itu. Kemudian dokter itu menoleh ke arah Kevin. "Bapak jaga istrinya baik-baik. Ingat pesan saya ya."
Kevin mengangguk sambil menggaruk-garuk rambutnya dengan wajah merah. Pasalnya dari kemarin dokter ini mengira dia suami Rani. Dia sebenarnya ingin mengatakan kalau dia bukan suami Rani, tapi nanti si dokter pasti menanyakan suami Rani yang malah akan membuatnya tambah bingung untuk menjawab, karena dia tahu Rani memang gak punya suami. Jadi lebih baik dia diam. Terserah dokter itu aja mau mikirin apa. Emang gue pikirin.
Dokter pun keluar.
"Vin, anak gue mana?"
"Di atas. Lo gak usah mikirin. Anak lo aman di sana. Lo fokus ke diri lo aja ya, supaya cepat sehat."
"Vin, apa yang terjadi sama gue."
"Lo gak inget? Lo, seminggu lalu jatuh terguling di jalanan. Apa yang terjadi, Ran?"
Ah, ternyata sudah seminggu dia tak sadarkan diri. Rani kembali mengingat rangkaian kejadian malam itu. Bagaimana karena dirinya rumah tangga kakaknya akan hancur dan bagaimana kakaknya yang didorongnya mengalami pendarahan.
Air mata Rani meluncur deras mengingat kejadian malam itu.
"Eh...eh....gak boleh nangis. Kata dokter lo gak boleh sedih-sedih, nanti lama sembuhnya."
Rani menarik nafas beberapa kali supaya dia bisa berhenti menangis dan meringankan sesak di dadanya. Dia ingin cepat sembuh dan ingin menemui anaknya.
"Nah, gitu dong. Sekarang istirahat lagi ya. Lo kayaknya masih lelah."
"Makasih, Vin." Rani memang merasa masih mengantuk. Jadi dia memutuskan untuk tidur lagi.
***
Tiga hari setelah Rafiq membawa Nabila ke rumah sakit, Rafiq ke Vila untuk melihat keadaan Rani. Tapi dia tidak menemukan Rani di sana. Rafiq masuk ke kamar Rani dan melihat isi lemarinya yang utuh. Rafiq pun panik, dan berteriak memanggil pembantunya, tapi dia baru ingat kalau pembantunya tiga hari yang lalu mendadak pulang kampung karena saudaranya ada yang meninggal.
Rafiq berlari ke sana kemari mencari keberadaan Rani, siapa tahu tadi ada yang terlewat dari pencariannya, hingga akhirnya Rafiq lelah dan terduduk di kursi meja makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SURROGATE MOTHER
RomancePRIVAT ACAK FOLLOW DULU YA GAES Untuk menolong kakak yang sangat disayanginya karena tidak bisa mengandung, Maharani rela meminjamkan rahimnya agar kakaknya memiliki anak dengan suaminya. Maharani yang masih berusia 18 tahun dengan ikhlas tidak mel...