9

19.5K 826 14
                                    

"Hallaahhh....palingan bentar lagi keguguran..." Ejek Sita yang melirik Nabila dengan sinis.

"Ma, istighfar, Ma. Kok doanya jelek gitu sih." Tukas Rafiq kesal.

Hati Nabila jadi hangat karena dibela oleh suaminya. Dia jadi yakin suaminya memang sayang padanya, cuma suaminya ini tidak pandai menunjukkannya dengan kata-kata maupun perbuatan, maksudnya berbuat romantis gitu. Yah, suaminya memang kaku orangnya. Hati Nabila pun berbunga-bunga jadinya.

"Loh! Emang ada yang salah sama ucapan Mama? Kan emang bener dia itu gak pernah bener kalau hamil."

Tentu saja ucapan mertuanya membuat Nabila sakit hati. Wanita mana yang tidak akan sakit hatinya jika dihina terus-menerus?

Nabila tanpa dapat ditahan mulai menangis sesenggukkan. Sadar apa yang diucapakan oleh mertuanya benar. Kandungannya memang lemah, dan dokter sendiri juga mengatakan begitulah kondisinya. Sebagai perempuan dia jadi merasa cacat.

"Tante, CUKUP!" Hardik Rani yang sudah berdiri dengan wajah marah. "Jangan membuat Kakakku sedih terus-menerus. Apa Tante gak dengar kalau Kakakku sedang hamil? Perlakukan Kakakku dengan baik."

Sita pun tak mau kalah juga berdiri menantang. "Hei, parasit! Kamu ini cuma anak kemarin sore. Gak usah ikut campur urusan orangtua ya!"

Rani langsung terdiam mendengar ucapan Sita yang sangat menyinggung perasaannya. Dia dibilang 'parasit'. Mungkin memang benar. Dia ini kan menumpang hidup sama Kakaknya. Gak mandiri.

Braakk

Semua yang ada di sana terkejut mendengar suara gebrakan meja yang ternyata dilakukan Rafiq.

"CUKUP! AKU BILANG DIAM SEMUANYA! PAGI-PAGI SUDAH RIBUT SAJA." Bentak Rafiq sambil menatap tajam Mamanya dan juga Rani.

"Rani, masuk ke kamarmu." Perintah Rafiq. "Mama, sebaiknya Mama pulang. Nanti akan kutransfer uangnya ke Mama."

Sita yang ketakutan melihat kemarahan anaknya langsung pergi tanpa disuruh dua kali. Dia paling takut kalau anaknya sudah marah besar begini, karena Rafiq akan memblokir semua keuangannya sampai hati anaknya mendingin. Dan itu bisa sampai seminggu lamanya. Bayangkan saja, selama seminggu dia hanya berkurung di apartemen bersama pembantu karena tidak punya uang untuk kehidupan sosialitanya.

Sedangkan Rani menjadi sangat kesal karena bentakan Kakak Iparnya itu. Rasanya sangat sakit hatinya dibentak seperti itu. Padahal dulu dia bisa cuek saja jika Kakak Iparnya sedang marah. Maka Rani meninggalkan ruang makan dengan menghentak-hentakkan kaki.

Rani masuk ke kamarnya dengan membanting pintu dan duduk di tempat tidur dan menangis. Dia merasa tidak terima dimarahi Rafiq. Padahal dia tidak bersalah, dia hanya membela kakaknya yang dihina terus-menerus oleh mertuanya.

Cekreekk.....cekreekk....

Terdengar bunyi suara pintu yang berusaha dibuka. Tapi karena tadi pintu sudah dikunci Rani, maka siapapun tidak bisa masuk ke kamarnya.

"Rani, Dek? Buka pintunya, Sayang."

Ah, Kak Nabila ternyata. Tapi dia lagi malas bertemu siapapun. Moodnya rusak pagi ini. Tapi....oh...mualnya kumat nih....

Rani segera berlari ke kamar mandi dan membuang isi perutnya. Ughhh...tenggorokannya terasa sakit krn sekarang yang keluar dari mulutnya hanya air berwarna kuning.

Braakkk

Pintu kamar Rani di dobrak hingga terbuka oleh Rafiq. Nabila dan Rafiq segera masuk namun tak menemukan Rani di sana. Tapi kemudian mereka mendengar suara orang yang sedang muntah dari arah kamar mandi Rani.

"Mas, sepertinya Rani muntah."

Secepat kilat Rafiq berlari ke kamar mandi seperti orang panik. Padahal ini bukan kali pertama Rani muntah-muntah sejak kehamilannya, tapi Nabila melihat suaminya itu selalu terlihat khawatir. Ahh...mungkin karena anak yang dikandung Rani itu anaknya, batin Nabila.

Merasa tidak dibutuhkan, Nabila keluar dari kamar Rani dengan lesu.

Rafiq memijat-mijat tengkuk Rani untuk meringankan penderitaan Rani.

Setelah selesai muntah, Rani membasuh wajahnya. Seluruh tubuhnya terasa sakit dan lemas. Mata Rani pun sayu.

Tapi dia sangat terkejut saat tubuhnya terasa seperti melayang. Dan ternyata dia digendong Kakak Iparnya keluar dari kamar mandi, kemudian berjalan menuju ke tempat tidur.

Dengan perlahan Rafiq meletakkan Rani ke tempat tidur. Rafiq menatap sendu wajah Rani yang pucat.

"Tunggu di sini." Kemudian Rafiq keluar dari kamar Rani.

Lima belas menit kemudian Rafiq kembali dengan membawa baki berisi bubur ayam dan susu. Memang setiap hari Rafiq memerintahkan koki di rumahnya untuk membuatkan bubur ayam sejak Rani hamil. Itu karena Rani sangat sulit di suruh makan. Hanya bubur ayam yang bisa masuk ke mulutnya karena langsung ditelan tanpa perlu dikunyah. Itupun tidak terlalu banyak. Tadi dilihatnya Rani belum sempat memakan apapun saat Mamanya tiba-tiba datang. Tentu perut Rani sudah kosong apalagi ditambah muntah-muntah tadi.

Rafiq meletakkan baki ke meja nakas di sisi tempat tidur, kemudian membantu Rani duduk bersandar di kepala tempat tidur.

"Gak mau makan." Rengek Rani yang membuat Rafiq gemas.

"Gak bisa. Kamu harus makan demi anak aku." Tukas Rafiq tegas.

"Enak aja. Yang ngerasain itu Rani, Kak. Rasanya badan Rani gak karuan." Rani menutup mulutnya dengan telapak tangannya.

"Saya gak mau tahu. Makan atau kamu saya masukkan ke rumah sakit." Begitulah ancaman Rafiq jika Rani tidak mau makan. Tentu saja Rani tidak mau dimasukkan ke rumah sakit. Semewah apapun rumah sakit tempat Rafiq memasukkannya, dia lebih memilih tinggal di rumah jelek. Rumah sakit tetaplah rumah sakit. Tempat yang tidak enak untuk menginap.

Maka dengan kesal Rani membuka mulutnya. Bibir Rafiq tampak berkedut. Yang seperti itu entah senyum atau mengejek. Sama sekali tak bisa dibedakan.

Rafiq menyuapi Rani dengan telaten hingga tersisa sedikit bubur di mangkok itu. Rani tak sanggup lagi memakannya.

Kemudian Rafiq menyodorkan susu untuk Rani minum. Setelah semua sudah masuk ke mulut Rani, Rafiq beranjak dari tempat duduknya dan berjalan keluar dari kamar Rani tanpa mengucapkan sepatah katapun.

"Kakak Ipar." Panggil Rani saat Rafiq sudah mencapai pintu kamarnya. Rafiq berhenti dan menoleh. Matanya seolah mengatakan 'ada apa?'. "Benarkah Kak Nabila hamil?" Lanjut Rani bertanya.

Alis Rafiq terangkat. "Enggak." Jawabnya singkat.

"Tapi....tadi...."

"Jangan terlalu dipikirkan. Istirahatlah." Potong Rafiq sebelum Rani berkata lebih lanjut. Lalu Rafiq keluar dari kamar dan menutup kamar Rani perlahan.

Demi Tuhan Rani sangat merasa jahat saat ini. Dia merasa lega karena kakaknya ternyata tidak hamil.

==============

08102019

SURROGATE MOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang