18

18.6K 967 71
                                    

Rani menyiapkan makanan ke meja makan. Selesai sudah dia masak makanan favorit Rafiq. Ayam rica rica dan rebusan jipang serta buncis. Rafiq memang sukanya sayuran yang direbus-rebus. Tak lupa segelas jamu yang dibuat Rani untuk Rafiq.

Sikap Rani walaupun ceria dan masih muda, tapi dewasa, tidak sesuai dengan usianya yang baru 18 tahun. Ini karena dulu keadaan dia dan Nabila sangat miskin, jadi dia lebih cepat dewasanya. Harus serba mandiri dari kecil. Dari umur 11 tahun, Rani harus sudah pandai masak dan beres-beres rumah, karena Nabila harus bekerja mencari nafkah. Jadi mereka bagi tugas. Akibatnya, Rani tidak pernah canggung menangani pekerjaan rumah tangga.

Rani berjalan ke kamar Rafiq. Rani mengetuk pintu, tapi Rafiq tak juga keluar. Padahal ini sudah lebih dari tiga jam Rafiq tidur. Ingin membuka pintunya, Rani merasa segan dan tak pantas.

Saat Rani masih berfikir harus bagaimana, tiba-tiba pintu kamar terbuka, menampilkan wajah Rafiq yang sudah tampak segar dengan rambut yang masih basah. Bahkan Rafiq sudah bercukur. Rani memandang terpesona wajah tampan di hadapannya. Rafiq memakai pakaian santai, sebuah kaos hitam dan celana jins biru.

Rafiq melambaikan tangan di depan wajah Rani yang bengong. "Hai...." Sapanya dengan ekspresi wajah datar.

Rani langsung tersadar, wajahnyapun memerah karena malu. Untuk menghilangkan kecanggungan, Rani buru-buru berkata, "Kak, udah waktunya makan siang."

"Hmmm...." Gumam Rafiq dengan wajah datarnya, lalu berlalu ke meja makan meninggalkan Rani di belakang.

Ah, mungkin Kakak Ipar masih marah. Batin Rani.

Rani mengikuti Rafiq dari belakang, kemudian menyusul Rafiq duduk di meja makan. Mereka duduk saling berhadapan. Rafiq mengambil makanannya sendiri, karena dia tahu Rani tidak akan pernah meladeninya dengan mengambilkan makanan ke piringnya seperti seorang istri.

"Nanti sore kita ke dokter kandungan ya. Yang di sekitar Bogor aja."

"Iya, Kak." Jawab Rani cepat.

"Oya, Ran, aku mau kami nanti melahirkan secara cesar ya."

"Kenapa? Bukankah lebih baik normal, Kak?"

Rafiq menatap Rani tajam. "Kamu lupa kalau kamu itu masih perawan?"

Wajah Rani langsung merah padam diingatkan hal itu secara gamblang oleh Iparnya. "Ih, Kakak."

Rafiq terkekeh melihat Rani yang jadi salah tingkah.

Ah, Kak Rafiq kalau ketawa tambah ganteng dan nampak lebih muda jadinya. Sering-sering kek ketawa. Ucap Rani dalam hati.

Sore harinya mereka pergi ke dokter kandungan. Tanpa memberitahu bahwa kehamilan Rani bukan kehamilan normal. Rafiq hanya ingin mengetahui kondisi bayinya sehat atau tidak. Dan syukurnya semua baik-baik saja.

"Kamu tunggu di sini dulu ya. Aku mau nebus obatnya."

"Iya, Kak." Rani duduk di kursi yang berada di koridor rumah sakit.

Saat Rafiq pergi ke bagian apotik, Rani mendengar seseorang memanggilnya. Rani menoleh dan melihat Kevin yang sedang berjalan ke arahnya.

"Kevin? Ngapain lo di sini?" Tanya Rani.

"Lagi ngantarin Kakak gue cek kandungan."

"Loh, kok kamu yang antarin."

"Suaminya lagi ke luar negeri, dinas. Maklumlah, suami Kakak gue intel. Lo sama siapa?"

"Sama Kakak Ipar gue."

"Whaatt!"

"Biasa aja kalee, gak usah melotot gitu mata lo."

SURROGATE MOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang