14

18.1K 782 24
                                    

Kehamilan Rani sudah memasuki bulan ke enam. Tentu saja perutnya sudah membuncit. Untungnya Sita tidak pernah datang lagi ke rumah ini sejak terakhir kali dia datang, saat bersama Nabila dan Rafiq pergi ke dokter kandungan. Menurut Kak Nabila, beliau sedang keliling dunia bersama teman-teman sosialitanya. Syukur deh, dia jadi aman untuk sementara. Tapi, gimana kalau dia kembali? Gimana caranya dia menyembunyikan kehamilannya? Lagian kadang Rani juga bosan karena harus di rumah terus sejak dia hamil 4 bulan. Karena dia takut bertemu temannya tanpa sengaja di luar sana. Aduuuhhh....gimana ya.

Kak Nabila pun sejak sebulan yang lalu, terlihat sangat tak berdaya karena kehamilannya. Kondisinya sangat lemah. Ngidamnya parah, sampai kadang tidak bisa bangkit dari tempat tidur. Akibatnya semua waktu dan perhatian Rafiq tertuju ke Nabila. Bahkan dia hampir tidak pernah bertemu dengan Kakak Iparnya itu, padahal anak di dalam perutnya ingin sekali dielus. Dia juga butuh perhatian supaya dia kuat menghadapai kehamilannya yang makin besar. Tapi dia harus sabar, di sini dia hanya orang luar, Kak Nabila lah yang istri Rafiq, dia cuma adik ipar yang kebetulan dititipi anak oleh mereka. Dan itu keinginannya sendiri dulu, tidak ada yang memaksa. Siapa yang menyangka kalau Kak Nabila begitu cepat hamil setelah dia hamil? Itu sudah takdir Allah yang harus diterimanya, termasuk melihat kemesraan pasangan suami istri itu setiap kali dia keluar kamar.

Seperti saat ini, dia bermaksud mengambil cemilan untuk dibawa ke kamar sebagai temannya menonton tv. Dia melihat Rafiq sedang memangku Nabila yang meringkuk manja di pangkuannya. Mereka sedang menonton tv. Dada Rani seperti teriris melihatnya. Seleranya untuk makanpun langsung hilang. Dia berniat kembali ke kamarnya, namun sebuah panggilan memghentikan langkahnya.

"Maharani, kemarilah."

Astagaaaa...Rafiq betul-betul gak peka. Apa dia disuruh nonton kemesraan mereka? Dasar Kakak Ipar kejam.

Dengan terpaksa Rani menghampiri Rafiq dan Nabila. Nabila terlihat pucat dan sedang memejamkan matanya, bersandar di dada bidang Rafiq.

"Ada apa, Kak?" Tanya Rani setelah berada di depan Rafiq.

"Kamu sudah minum susu dan vitamin?"

"Ini mau diminum kok, Kak."

"Sudah makan?"

"Ini juga mau makan, Kak."

Rafiq menepuk pipi Nabila dan berkata, "Nabila, kamu tidur di kamar ya?"

"Nggak mau." Sahut Nabila lemah.

"Aku harus bekerja."

"Apa tidak bisa diwakilkan saja?"

"Enggak bisa. Kamu kan tahu, aku gak pernah mewakilkan pekerjaanku ke orang lain."

Malas mendengar perdebatan pasangan suami istri itu, Rani memilih meninggalkan mereka dan melanjutkan perjalanannya ke dapur. Perdebatan kecil mereka malah membuat sesak dada Rani, mereka malah kelihatan mesra.

Rani membuat susunya sendiri sejak Nabila mulai lemah karena kehamilannya. Rafiq tak lagi sempat membuatkan susu untuknya. Dulu, biasanya Rafiq lah yang membuatkan susu pagi dan malam. Rani merindukan perhatian itu. Tapi dia bisa apa? Karena dia bukan siapa-siapanya Rafiq.

Saat akan mengangkat gelas susunya, sebuah tangan secara bersamaan memegang gelas itu. Rani mendongak dan ternyata dia melihat tangan Kakak Iparnyalah yang sekarang sedang menggenggam tangannya di gelas.

"Kakak Ipar?"

Tanpa bicara Rafiq menyodorkan gelas berisi susu itu ke mulut Rani bersamaan dengan tangan Rani yang juga menggenggam gelas tersebut.

Rani hampir tersedak meminum susunya karena debaran jantungnya yang menggila. Dia minum perlahan-lahan hingga susunya habis.

Ya ampun, Kakak Ipar, jangan so sweet begini dong. Akunya jadi baper kan?

SURROGATE MOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang