8

21.9K 860 15
                                    

Tak terasa kehamilan Rani sudah memasuki bulan ke empat, dan perutnyapun mulai tampak membuncit. Tentu saja hal ini menjadi pemikirannya. Bagaimana jika mertua kakaknya datang ke rumah. Biasanya hampir setiap minggu mertua kakaknya itu datang ke rumah Rafiq, walau hanya untuk mencaci maki kakaknya saja. Dan dia masih bisa menutupi kehamilannya dengan baik hingga Sita tidak mengetahui kehamilannya. Tapi sampai kapan dia bisa menyembunyikan kehamilannya? Bu Sita itu judesnya minta ampun sama menantu. Ucapannya selalu pedas tanpa tedeng aling-aling.

Kasihan sekali Kak Nabila. Sial banget dapat mertua dari neraka, ups....astaghfirrulah....amit-amit jabang bayi ojo nurun anak putuku. Batin Rani seraya mengusap-usap perutnya.

Bagaimanapun dia itu calon neneknya anak dalam perutku ini.

Namun ada yang aneh dari Kak Nabila akhir-akhir ini. Kak Nabila sekarang kerap menunjukkan kemesraan dengan suaminya dihadapan orang-orang yang ada di rumah ini. Padahal sebelumnya gak pernah melakukannya. Ah...namanya juga suami istri ya.

Seperti hari ini, saat Mas Rafiq baru pulang kerja, Kak Nabila langsung merangkul leher Mas Rafiq dan mencium bibirnya. Rani sampai malu banget melihatnya. Secara dia kan masih lugu dan polos. Wajah Rani sampai terasa panas hingga ke leher.

"Sayang, kangen banget sama kamu." Ucap Nabila manja setelah mengecup bibir Rafiq.

Rafiq hanya tersenyum kecil sambil melepaskan tangan Nabila dari lehernya, kemudian berjalan menuju kamar mereka yang diikuti oleh  Nabila. Sementara tangan Nabila bergelayut manja di lengan Rafiq. Mereka menghilang dari pandangan Rani.

Ada rasa nyeri di ulu hati Rani setiap melihat kemesraan Nabila dan Rafiq. Entah perasaan apa yang ada di hatinya, tapi ini terjadi sejak dia hamil. Atau sejak Kakak Iparnya itu menunjukkan perhatiannya kepada Rani. Ah..sudahlah. Dia tidak boleh merasa cemburu karena kemesraan mereka bukan urusannya dan wajar.

Tapi, hei....kenapa aku sampai bilang cemburu tadi? Tidak...tidak...tidak....aku pasti sudah gila cemburu kepada kakakku sendiri.

***

"Mas, aku pengen banget sesekali kita dinner berdua. Gimana, Mas?"

Rafiq menoleh sekilas ke arah Nabila tanpa senyum, kemudian berkata, "Rani gimana?"

Nabila mendecih. "Ckk...kamu itu dari dulu selalu mikirin Rani. Kemana-mana selalu Rani harus ikut. Jangan-jangan Mas suka sama Rani ya?"

Rafiq melirik tajam Nabila, membuat Nabila ciut. Dia sendiripun sebenarnya terkejut dia bisa ngomong ketus seperti itu.

"Kamu jangan ngomong sembarangan. Akhir-akhir ini kau seperti bukan dirimu. Ada apa, Nabila?"

"Maaf, Mas. Mungkin ini karena aku sebenarnya cemburu sama Rani karena dia bisa mengandung anakmu, Mas." Ucap Nabila lirih dengan mata mulai berair. Nabila memang merasakan cemburu dengan adiknya sendiri, apalagi sejak adiknya hamil, Rafiq tampak perhatian kepada Rani. Dia takut ditinggalkan Rafiq karena berpaling kepada adiknya.

"Cemburu?" Rafiq mengernyitkan dahinya tanda bingung.

"Iya, Mas. Kau tampak perhatian sama Rani sejak dia hamil anak kita."

"Bukankah orang hamil memang harus diperhatikan supaya janinnya bisa tumbuh dengan baik?"

"Tapi Mas...."

"Sudahlah, Nabila. Jangan mikir macam-macam. Mas mau mandi dulu. Kalau kamu ingin makan di luar ajaklah Rani. Kita pergi bertiga." Rafiq langsung berjalan ke arah pintu penghubung yang menjadi ruang tidurnya sendiri.

Kendatipun mereka suami istri, Rafiq dan Nabila punya kamar masing-masing. Rafiq beralasan dia sudah biasa tidur sendiri saat dulu Nabila menanyakannya setelah dua bulan pernikahan mereka. Dan Nabila tentu saja tidak bisa bicara apapun lagi mengenai itu.

Nabila menghela nafas. Mencoba bersabar dengan kekakuan suaminya.

Memangnya dia salah ya kalau ingin dinner berduaan saja dengan suami?

Setengah jam kemudian Rafiq kembali ke kamar Nabila dan sudah tampak rapi dengan kemeja lengan panjang yang digulung sampai siku serta celana jins. Penampilannya sangat santai tapi malah menambah kadar ketampanannya.

Rafiq bingung melihat Nabila yang malah masih duduk di tempat tidur dengan baju yang sama.

"Nabila? Bukannya tadi kamu ingin makan di luar?"

"Aku sudah hilang mood."

"Kenapa?"

"Gak apa-apa kok. Tiba-tiba saja ngantuk."

"Oh, jadi gak jadi nih?"

"Nggak."

"Ya sudah. Aku ganti baju lagi saja kalau gitu." Rafiq pun langsung masuk ke kamarnya lagi meninggalkan Nabila yang kesal setengah mati.

Tingkat kepekaan suaminya sungguh rendah! Bujuk kek. Rayu kek. Ckk..

***

"Rafiq....Rafiq...."

Suara teriakan Sita membuat para pelayan ketakutan. Mereka pun langsung menghindar karena pasti akan ada keributan. Karena kebiasaan  mama majikan mereka kalau sudah marah, semua orang yang berpapasan dengannya akan kena semprot.

Rafiq, Nabila dan Rani yang sedang sarapan langsung mengernyitkan dahi begitu mendengar suara Sita.

"Oh...sedang makan rupanya." Dengus Sita dengan sinis. "Rafiq, Mama butuh uang 150 juta."

Rafiq mengambil tisu dan mengelap mulutnya. "Untuk apa, Ma?"

"Mama mau beli gelang berlian."

"Bukannya bulan lalu Mama baru beli?"

"Mama udah bosan, Fiq." Ucap Sita sambil duduk di sisi kiri Rafiq yang kosong. "Masa Mama kalah sama Jeng Sri. Dia pakai gelang berlian besaaaaarr banget, Fiq. Punya Mama batunya kecil. Jauh banget sama punya dia."

"Maaf, Ma. Rafiq gak akan ngijinin Mama beli barang hanya buat saing-saingan saja. Karena hal seperti itu gak akan ada habisnya."

"Pelit amat sih kamu. Tuh, lihat, gelang istri kamu aja lebih besar berliannya daripada punya Mama." Ucap Sita sambil melirik gelang yang ada di tangan Nabila.

"Maaf, Ma. Gelang ini bukan berlian, tapi cuma aksesori kok." Jawab Nabila.

"Hahh! Masaa...."

"Bener, Ma. Saya kan punya butik yang juga menjual aksesori. Ini salah satunya buat promosiin butik Nabila."

"Cihh....malu-maluin. Istri konglomerat kok make yang palsu. Bisa jatuh harga diri suamimu kalau orang tahu. Dasar udik!"

Ckk, mertua Kak Nabila ini maunya apa sih? Semua serba salah. Kak Nabila pakai yang asli nanti dibilang boros. Pakai yang palsu dibilang udik. Dasar nenek-nenek labil. Batin Rani sebel.

Sementara Nabila langsung menunduk tak berani menyahut lagi.

"Sudahlah, Ma. Pagi-pagi jangan bikin ribut. Lebih baik Mama ikut sarapan dengan kami." Tawar Rafiq untuk mencairkan suasana.

"Mama sudah sarapan tadi. Oh ya, mumpung Mama lagi ingat nih. Istri kamu sudah hamil belum? Ingat loh, waktu kamu cuma tinggal satu bulan lagi, Nabila." Ujar Sita sambil menatap tajam Nabila.

Nabila makin tertunduk, tidak berani menjawab. Namun ucapan Rafiq yang mewakilinya membuatnya terkejut hingga terdengar suara dentingan sendok yang beradu dengan piring.

"Udah."

Rani pun tak kalah terkejutnya hingga mulutnya menganga dengan mata terbuka lebar.

Jadi, Kak Nabila sudah hamil? Lalu, bagaimana nasib anak dalam perutku?

===============

01102019

SURROGATE MOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang