Fourty Three

3.2K 527 53
                                    


• Bittershit Relationsweet •


Kak Hangyul marah. Tapi kalau biasanya dia akan menghilang dan kembali lagi seminggu atau dua minggu kemudian, kali ini nggak. Dia masih tidur di apart gue. Dia masih makan makanan yang gue buat. Dia masih ada di tempat yang bisa gue lihat. 

Tapi Kak Hangyul jadi nggak banyak bicara.

Dia tetap mengantar gue ke kampus pagi setelah malamnya gue dan dia bertengkar. Dia juga masih jemput gue sorenya. Tapi sepanjang perjalanan dia cuma diam. Dia bahkan nggak lagi bertanya gue udah makan atau belum seperti biasanya. 

Dan gue merasa itu lebih nyebelin dari pas Kak Hangyul marah dulu. Mending dia menghilang terus pas balik udah biasa aja dari pada dia masih di sini tapi diam kayak gini. 

Di beberapa kesempatan gue mencoba bicara, tapi baru gue mau buka suara, Kak Hangyul malah memutar volume radio mobil semakin keras.

Jelas baget dia nggak mau ngomong sama gue. Alhasil gue cuma bisa mendumal kesal dalam hati.

"Lo salah juga sih Del. Menurut gue lo juga harus mengerti perasaan Kak Hangyul gimana. Dia mungkin beneran khawatir sama lo." Gue cuma bisa menggigit bibir dalam gue setelah mendengar ucapan Shireen. 

Kok gue jadi merasa bersalah? Emang gue keterlaluan ya sama Kak Hangyul? Emang sih kayaknya kemarin gue terlalu menuntut. Gue nggak mempertimbangkan perasaan Kak Hangyul sama sekali karena gue kesel banget dikejar-kejar begitu. 

Tapi mungkin Shireen benar. Kak Hangyul cuma beneran khawatir sama gue. Mungkin caranya yang menurut gue posesif itu bisa membuatnya tenang karena seenggaknya dia tau gue baik-baik aja dalam awasannya. 

Duh, gue jadi menyesal udah bikin Kak Hangyul marah. 

"Udah, lo minta maaf aja dulu. Nggak usah gengsi." Gue memanyunkan bibir. Cukup merasa tidak adil karena yang bikin kesel duluan 'kan Kak Hangyul, kenapa jadi gue yang harus minta maaf lebih dulu? 

"Pulang, Del. Udah dijemput tuh." Shireen mengedikkan dagu ke arah hp gue yang bergetar menampilkan nama Kak Hangyul di layar.

Dengan malas gue geser tombol hijau di layarnya.

"Di mana?" Gue mencebik sebal. To the point banget tanyanya, basa-basi dulu kek!

"Masih di selat."

"Buruan keluar. Gue udah di depan."

"Hmm." Gue memutus panggilan itu lebih dulu. Sambil mengerucutkan bibir, gue kemasi buku catatan dan pulpen di meja.

"Semangat Bu," kata Shireen setelah gue pamit pergi. Gue mengulas senyum lalu berjalan malas menuju gerbang fakultas gue.

Sengaja gue jalan pelan banget biar nggak cepet sampai. Males gue ketemu Kak Hangyul.

Tapi sepelan apapun gue melangkah, tetap aja sepuluh menit kemudian gue udah duduk di bangku penumpang mobil Kak Hangyul.

Seperti yang gue bilang tadi, sepanjang perjalanan Kak Hangyul diam. Gue juga mau nggak mau jadi diam karena suasananya nggak enak banget.

Bittershit Relationsweet - Lee HangyulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang