Sebelum membaca alangkah baiknya tekan tombol bintang di sebelah kiri kalian:)
✖✖✖
Kini aku sedang menikmati mie instan sembari menonton drama Korea di kamar serba biru milik Melkha.
"Kha! Gue haus ambil minum gih! Habis ini!" Titah ku seenak jidat pada Melkha yang nampak serius dengan akting suami halunya.
"Ogah! Lo aja sono! Gue masih pingin mantengin suami gue."
Aku berdecak. "Suami mata kau! Halu dipelihara!"
"Diem gue mau dicipok nih!"
Aku hanya menatap Melkha aneh, dia memang kalau sudah halu suka tidak tahu malu.
Aku membuka pintu kulkas besar milik Melkha, aku sering bingung dengan Melkha, dia itu termasuk anak orang kaya namun kelakuannya sama sekali tidak menggambarkan hal itu, malah dia lebih sering mengenakan kaus oblong kemana-mana. Dia emang aneh dari orok.
Saat tenggorokan yang sudah sangat kering terkena air dingin membuat mata merem melek menikmati kesegeran dari air kulkas, gila dingin-dingin enak.
Sedang asik dengan air itu, mata ini secara tidak sengaja menangkap penampakan yang membuat benak bertanya-tanya.
Apaaan tuh!
Prang!
Sontak aku menjatuhkan botol karena sakit kagetnya melihat seseorang memanjat pohon mangga yang ada di depan rumah Melkha.
Aku panik, lagi kepala ini menerka-nerka banyak hal dari maling hingga pembunuhan bayaran membuat aku semakin ketar-ketir.
Karena panik, dengan segera aku berlari menuju tangga sembari beteriak memanggil nama pemilik rumah. Yang membuat aku semakin merinding itu karena kini jam sudah menunjukan angka dua belas. Aku tidak mau mati konyol, apalagi amalan aku masih sedikit, bisa masuk neraka akunya.
Setibanya di kamar Melkha aku berteriak lebih kencang membuat wajah ini terkena bantal yang sengaja Melkha lempar.
"Melkha! Ada orang di atas pohon Mangga depan rumah!" Parno ku yang seketika membuat wajah na'uzibillah Melkha semakin tidak karuan dan ia ikut parno.
Dia menatap ku serius lalu mondar-mandir sembari menggigit kuku. "Terus gimana nih? Kalau dia ternyata pembunuhan bayaran gimana?! Akh!!! Gue engga mau mati sekarang!! Satpam di depan emang engga patroli?"
Melkha menatap diri ini serius. "Lo aja yang ke depan! Jadi kalau dia mau bunuh orang lo aja yang dibunuh," usul Melkha yang membuat tangan ini ringan memukulnya.
"Kamprett! Rumah lo 'kan gede masa engga ada pembantu gitu, satpam yang biasanya kemana?" Gerutuku pasalnya rumah Melkha itu besar pake banget, namun keamanannya?
Aku dengan si tuan rumah berjalan mengendap-endap takut bila pencuri itu menikam kita tanpa diduga. Kita juga harus jaga-jaga sembari membawa senjata yang siap membuat orang itu tidak mungkin berontak.
Kemonceng dan sapu yang ditemukan ala kadarnya menjadi alat yang siap kita gunakan untuk menyerang. Tadinya kita hendak membawa barang yang lebih berbobot namun rumah sebesar ini tidak ada barang yang bisa kita andalkan. Tidak mungkin bukan bila melumpuhkan lawan menggunakan hiasan dinding yang harganya belasan juta? Tentu aku tidak rela bila hiasan itu sampai pecah atau kenapa-napa. Bisa berontak jiwa miskin ini.
"Kalau ketemu kita serbu langsung, bayangin aja kita lagi tawuran kayak biasa! Jangan kasih kendor oke?!" Titah ku layaknya sang kapten, padahal tangan dan kaki sudah gemetar tak karuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
365 Day With Me Hubby
Literatura Kobieca🆃🅰🅼🅰🆃 Nikah sama Alien? Di dalam kepala kalian Alien itu bagimana? Jelek? Pendek? Kulit berwarna hijau dan mempunyai kekuatan? Atau tampan layaknya seorang Idol k-pop? Dan bila opsi terakhir terlaksana lalu kalian harus menikah dengan Alien k...