Bab 43

891 55 9
                                    


                             ***

"Kami berencana, untuk memancing seseorang yang berada dibalik kematian Axcel dan Marsya, dengan menjadikanku sebagai umpannya"

"Apa?!"

"Kami mencurigai bahwa orang itu adalah orang yang sama, dengan orang yang sudah menerorku selama ini"

"Maksudmu kertas note itu?"

Aku mengangguk mengiyakan

"Huh! aku tidak percaya ini, kenapa kau masih menyelidiki hal itu? kenapa tidak kau lupakan saja masalah itu, jalani saja hidupmu yang sekarang, dan kenapa kau suka sekali menarik masalah ke dalam hidupmu!" Maxi terlihat murka

"Max, kecil suaramu" Aku memperhatikan ke sekelilingku berharap tidak ada orang yang mendengarkan pembicaraan kami

"Dan mengenai kertas note, maksudku si peneror itu, kenapa tidak kau laporkan saja masalah itu ke pihak berwajib, biarkan polisi yang menanganinya, kenapa kau harus mengurusi masalah itu"

"Karena ini menyangkut diriku"

"Tetap saja harusnya kau tidak terlibat dengan masalah ini"

"Bagaimana kau bisa berkata seperti itu setelah melihat apa yang terjadi pada Marsya, kau juga ada disana saat ledakan itu terjadi bukan?"

"Itu kecelakaan"

"Bagaimana dengan racunnya? dia dibawa ke rumah sakit karena keracunan makanan bukan?!" Aku mulai meninggikan suaraku

"Marlyn"

"Kau tidak mengerti, bagaimana rasanya kehilangan seseorang yang sangat berarti bagimu" Aku mendongak menatapnya dengan mata berkaca-kaca
"Aku pernah merasakannya, dan aku tidak bisa melakukan apapun saat itu, tapi sekarang tidak lagi, aku tidak bisa hanya diam saja menyaksikan semua ini, setidaknya biarkan aku melakukan sesuatu"

"Apa kau sedang membicarakan Jihyuk?"

Jleb!

Kata-kata itu serasa bagaikan ujung mata pisau yang menusuk jantungku, sangat menyakitkan, tanpa sadar aku mengingatnya, mengungkitnya didepan Maxi, aku tahu dia tidak menyukainya, dan akupun begitu, tapi aku masih tetap melakukannya

Kringg.. kringg.. kringg..

Tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi yang seketika membuat kantin sedikit merenggang saat sebagian siswanya secara perlahan mulai beranjak meninggalkan kantin

"Kita bicara lagi nanti" Ia berbalik pergi meninggalkanku

"Huft" Aku menghela napas mengusap wajahku lelah, dengan lesu aku melangkah mengikutinya dari belakang, kupikir ini adalah masalah terakhir yang harus kulewati hari ini, hingga saat aku tiba di kelas, aku dikejutkan dengan sosok laki-laki jangkung bertubuh tegap dengan iris hitam pekatnya itu duduk di kursi paling depan dengan melambaikan tangannya padaku

Alex

"Hai," Sapanya dengan senyum yang tersungging di sudut bibirnya

Aku lupa, di ujian akhir semester kemarin dia tidak mengikutinya, jadi sekarang aku harus satu kelas dengannya

Sial!

"Pagi," Ucap kak Joe begitu menginjakkan kakinya di kelas

"Pagi" Sahut semua siswa di kelas secara bersamaan, cepat-cepat aku langsung mencari bangku yang kosong untukku duduki, yaitu tepat di depan Maxi, ya aku kembali duduk di hadapannya seperti di kelasku sebelumnya, dan Farei di sebelahku, sebenarnya semuanya sama saja, tak ada yang berbeda, apalagi dengan kak Joe yang masih menjadi wali kelasku, hingga saat seseorang yang tidak kuharapkan kehadirannya tiba-tiba masuk dan mengubah semuanya

Androphobia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang