Babak Awal

4.2K 239 9
                                    

Seorang Pria dewasa dengan berewok tipis menatap anak kecil bermata cokelat tua di depannya dengan setengah berjongkok agar menyamai tinggi sang anak. "Nanti Aakan mau jadi Kakak beneran, harus bisa jaga Ibu dan Adiknya." Ucap pria tersebut kepada bocah lelaki yang masih berumur empat tahun itu.

Bocah lelaki itu memanyunkan bibir mungilnya,"Tapi Aa mau sama Papah, Aa mau main bola kaya Papah."ucap bocah lelaki itu polos.

Pria dewasa itu tersenyum tipis. "Jagoan Papah akan jadi penerus Papah. Walau Papah enggak ada di samping Aa, Aa akan selalu main bola."

Pesawat terlihat melintas di udara dan itu sangat dekat. Memang benar kali ini mereka sedang berada di Bandara. Tempat perpisahan antara keluarga kecil ini, Seorang Ayah, Ibu dan anak mereka.

Seorang Wanita, Istri dari Pria dewasa tadi tak lagi bisa menahan air matanya. Dia yang tengah hamil sekitar enam bulan mengelus perutnya yang sudah membesar, air matanya jatuh, dengan cepat ia menghapus air matanya agar bocah lelakinya yang sedang berdiskusi dengan suaminya itu tak melihat ia menangis.

Bocah itu memeluk Pria dewasa yang tak lain adalah Papahnya, "Jika sudah dewasa nanti jadilah pengganti Papah untuk adik Aa."ucap Pria tersebut lirih sambil terus menerus mengecup pipi mungil anak sulungnya.

Bocah itu melepaskan pelukannya.

Pria tadi bangkit, ia kini menatap istrinya dengan mata yang berkaca-kaca akibat air mata yang meronta ingin keluar dari pelupuk matanya. "Jaga anak kita sayang, Maafkan Mas yang tak bisa mendampingi kalian lagi. Percayalah Mas selalu menyayangi kalian."

Tangan halus Istrinya mengelus Pipi Pria itu, "Jaga diri Mas baik-baik juga."ucap wanita itu membuat suaminya tersenyum.

"Papah Aa mau naik itu."teriak bocah lelaki tadi sambil menunjuk pesawat yang terlihat di balik ruang tunggu keberangkatan.

Pria itu mengelus rambut hitam pekat sang bocah lelakinya, "Aa nanti naik itu sama Ibu dan Adik. Aa baik-baik ya, enggak boleh nakal."

"Papah?"tanya bocah itu polos, membuat Pria dewasa itu menunduk sejenak mengumpulkan kekuatannya untuk menjawab pertanyaan sang anak.

"Papah enggak bisa ikut, pesawatnya cuman mau bawa Aa, Ibu dan Adik yang ada di perut ibu."kata Pria itu membohongi bocah kecil yang polos.

Bocah itu cemberut, "Kok pesawatnya jahat? Pesawatnya malah ya sama Papah? Nanti Aa malahin pesawatnya bial Papah bisa ikut!"cerocos bocah itu yang masih belum fasih mengucap huruf R, membuat kedua orang tuanya tertawa.

"Yasudah, Aa mau naik pesawat itukan? Ayo ikut Ibu."ujar wanita itu sambil menggandeng anak lelakinya.

Suaminya menatap perut buncit istrinya itu, dia berjanji pada dirinya bahwa ia akan menemani istrinya berjuang melahirkan anak kedua mereka yang dokter prediksi berjenis kelamin perempuan. Dia sedikit berjongkok untuk mencium perut sang istri, kemudian ia mengelus perut tersebut. Sungguh berat keputusan ini di ambil namun ini adalah pilihan terbaik demi kebaikan keluarganya.

Setelah itu ia kembali menatap bocah lelakinya yang sedang memanyunkan bibir mungilnya, dia juga mengecup kening putra sulungnya yang sudah pandai bicara itu cukup lama. Dan terakhir dia memeluk istrinya "Maafin Mas."ucap Pria itu berbisik pada sang istri.

"Papah No! No Hug Ibu ya! Ini Ibunya Aa."protes putra sulungnya itu sambil memeluk kaki wanita yang tengah pria itu peluk.

Pasangan suami istri itu hanya terkekeh melihat sikap posesif sang anak lelakinya yang masih berumur empat tahun itu. Pria itu kembali mengelus rambut sang anak, "Jagain Ibu dan Adikmu terus ya, Nak."

Wanita itu tak bisa lagi menahan kesedihan melihat perpisahan ini. "Ayo anak gantengnya Ibu, Say Bye ke Papah."titahnya sambil memegang salah satu tangan sang bocah.

"Bye Papah. Aa mau telbang."ujar bocah tersebut bahagia, karena bocah itu belum mengerti apa arti perpisahan ini, tapi semakin beranjak dewasa dan mulai mengerti, ia menyesali perpisahan itu, perpisahan yang membuatnya tak lagi pernah memandang wajah sang Papah, Perpisahan yang membuat Ibunya sedih, perpisahan yang membuat adiknya menjadi gadis yang kehilangan sosok Papah, dan membuat adiknya selalu bertanya padanya "Papah di mana ?" hingga membuat ia tak bisa menjelaskan dengan jujur apa, siapa, dimana sosok "Papah" tersebut.

Baginya sang Papah sudah tiada, karena sudah bertahun-tahun ia tak pernah melihat lagi sosok berbadan tegak, bola mata bulat rambut berjambul dan berberewok itu, ia juga sudah tak pernah mendapat kabar Sang Papah. Pertumbuhan ia dan sang adikpun hanya di saksikan oleh ibunya. Ibu yang membanting tulang demi keluarga kecil yang kehilangan sosok kepala keluarga.

➖➖➖
Selamat datang di Work ini.

Semoga menikmati cerita ini.

Terus ikuti kelanjutannya,
Jangan lupa Vote, Komen, Share✈️
I

NSTAGRAM : NBLAABIL13

Dekap sang PunggawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang