7. Kabar baik atau buruk

790 79 9
                                    

Sudah terhitung tiga hari setelah seleksi menjadi punggawa Tim nasional putri di cabang sepak bola yang tempo hari ku ikuti, meski masih tahap provinsi bagiku sudah berat terlebih ketika melihat saingan sainganku yang lebih profesional, membuatku berfikir "Apakah aku yang mengandalkan hobby akan bisa lolos ke tahap selanjutnya?"

Menjadi bagian garuda pertiwi pastinya adalah impian dari setiap anak wanita yang menyukai sepak bola, terlebih Indonesia baru beberapa tahun ke belakang mengembangkan sepak bola wanita ini.

Aku tak mau terlalu berharap, jika memang sudah di gariskan saat ini aku akan menjadi bagian garuda pertiwi maka itu akan terjadi, tapi jika bukan tak apalah setidaknya aku sudah mencoba. Lebih baik gagal tapi sudah mencoba, dari pada tak pernah mencoba sama sekali.

Kini aku masih terdiam di rumah Witan, aku tengah terdiam di kamar karena kini sudah malam, aku juga sudah memakai piyama tidurku yang bermotif animasi kartun robot luar angkasa favoritku.

Saat mataku akan terpejam tiba-tiba ponselku bergetar di nakas samping ranjang yang tengah ku tempati. Ketika ku melihat nama penelepon ternyata itu dari kakakku, ini pertama kalinya ia menghubungiku semenjak ia pergi gabung latihan bersama Tim nasional Indonesia u-23 padahal sudah seminggu lebih ia pergi.

Ku tekan tombol berwarna hijau di layar ponselki, "Assalamualaikum, De."suara di sebrang sana membuat gejolak rindu semakin menggebu.

"Waalaikumsalam, ini siapa?"tanyaku berniat menjahili kakakku itu.

Yang di serbang sana diam sejenak tak menjawab pertanyaanku,

"Hallo?"tanyaku memastikan Kakakku masih dalam sambungan telepon.

"De, ini Aa."katanya.

"Aa siapa?"

"Ini Biakan? Ini A Bow, Pemain bola nomor satu di dunia dan juga Kakak terbaik untuk kamu adik tercintah."ujarnya lebay,

Aku menahan tawaku "Maaf, bapak salah sambung sepertinya."ucapku melanjutkan aksi jahilku.

"De, ini Aa...Febri Hariyadi, masa lupa sih baru seminggu enggak ketemu aja."sahut A Bow seperti kesal.

"Maaf bapak, sepertinya bapak benar-benar salah sambung, soalnya saya tak punya seorang Kakak yang selama satu minggu tega tidak memberi kabar berita."ujarku meniru suara customer service.

Yang di sebrang sana terdengar menarik nafas panjang. "De enggak lucu! Aa enggak punya waktu banyak tau!"

Aku melihat waktu percakapan yang ada di layar ponsel, "Cuman sebentar. Lagian A Bow kemana aja? Lupa sama Bia? Bia nunggu, Bia rindu, tapi A Bow malah pura pura dungu!"

"Eh...eh...Ngata-ngatain Kakak dengan kata yang kurang sopan termasuk ke dalam perbuatan dosa tau,"

Aku memindahkan letak ponsel ke telinga sebelah kanan, "A Bow ke mana aja, banyak fans ya di sana jadi adiknya di sini di lupain. Masa bikin story di instagram bisa, tapi ngasih kabar ke adiknya enggak bisa!"protesku.

"Seribu fans enggak akan berarti kalau enggak ada kamu di hidup Aa, Jantung hati Aa."katanya lembut.

"Bia lagi enggak mau di goda! A Bow taukan A Bow salah, kalau salah harus lakuin apa coba? Seharusnya A Bow juga tau, masa harus Bia kasih tau!"

A Bow terdengar membuang nafas kasar, "Iya Aa salah, Aa minta maaf. Adik Aa jangan marah nanti cantiknya hilang."ucap Kakakku yang selalu bisa membuatku tersenyum, "Et...et...Hidungnya terbang sampai ke sini, nih Aa tangkap, Aa kirim lagi nih."lanjutnya halu.

"Sepertinya latihan intensif bersama Tim nasional membuat salah satu saraf otak A Bow rusak, nanti Bia harus kasih tau dokter nih."

Yang di sana tertawa, "Gimana...gimana harinya?"tanya A Bow.

Dekap sang PunggawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang