14. Roti bakar

689 76 8
                                    

Suara tetesan infus terdengar saat aku membuka mata, ruangan serba putih tempatku berada sekarang. Aku tak ingat apa yang sudah terjadi hingga aku ada di sini. Yang aku ingat tadi aku sedang berdebat dengan para benalu sekolah yang sering mengolok-olok Kakakku. Ku melihat sekelilingku ternyata hanya ada Witan dan Tante Windy.

"Bia, Alhamdulillah udah sadar."kata Witan sambil menghampiriku.

Aku mencoba duduk, dan Witan membantuku. "Bia kenapa kok ada di rumah sakit?"tanyaku karena benar-benar tak tau apa yang terjadi.

Witan duduk di kursi yang terdapat pada samping kasur tempatku sekarang. "Tadi di sekolah kamu pingsan, waktu di bawa ke UKS suhu tubuhmu panas sekali dan kamu tak sadar-sadar jadi saran guru-guru kamu di bawa ke rumah sakit."jelas Witan.

"A Bow udah tau?"tanyaku.

Witan menggeleng, "Tadi aku cuman sempat hubungi Mamahku,"jawab Witan membuatku bisa bernafas lega.

Aku menatap Witan dan Tante Windy bergantian, "Baguslah, Bia mohon jangan kasih tau A Bow ya."

"Tapi Febri harus tau kondisimu sekarang, Abia."timpal Tante Windy

Aku menggeleng, sambil tersenyum. "Enggak usah Tante, Bia mohon. A Bow lagi sibuk kerja. Bia enggak mau A Bow khawatir. Jadi Bia mohon jangan dulu kasih tau A Bow."

Tante Windy yang berdiri di sisi yang berbeda dengan Witan hanya bisa mengangguk tanpa membantah pintaku.

Suara knop pintu terbuka bersuara, menampakan dua orang paruh baya yang memasuki ruang rawatku.

"Om Wisnu? Om Alisson?"tanyaku bingung dengan kehadiran mereka.

"Gadis manis kenapa? Kok malah di sini."tanya Om Wisnu sambil mendekat.

"Yah, Kok ada Om Alisson?"tanya Witan yang bingung.
Om Wisnu tersenyum, "Iya tadi Ayah lagi ada pertemuan sama Om Alisson, dapat telepon dari Mamahmu katanya Abia di rumah sakit. Ya sudah Ayah ke sini aja sama Om Alisson."

Aku menunduk, "Maaf ya Om Wisnu, Om Alisson, Bia malah jadi ngeganggu jadwal pertemuan kalian."

"Enggak apa-apa, lagian saya juga sudah pindah ke Bandung, pertemuan saya sama Wisnu bisa lain kali. Sekarang gimana kabarmu?"tanya Om Alisson sambil mendekat dan berdiri di samping Witan.

"Bia baik kok Om,"jawabku dengan mengembangkan senyum di bibirku yang pucat.

Om Wisnu tertawa, "Hahaha...Abia ini percis sama Papahnya, selalu bilang baik padahal lagi enggak baik-baik aja. Itu infus masih nempel gitu bisa bilang Baik, duh dasar gadis manis."ledek Om Wisnu, lagi-lagi membawa sosok Papah yang sama sekali tak pernah ku lihat dan ku temui.

"Ayah..."sahut Tante Windy seakan memarahi Om Wisnu.

"Eh, Maaf ya."kata Om Wisnu sambil mengelus kepalaku.

Aku membalasnya dengan senyum. "Om,"

"Iya?"Om Wisnu dan Om Alisson sama sama merespon.

"Eh...Maksud Bia Om Wisnu,"

Om Wisnu menatapku dengan senyum, dia bertukar posisi berdirinya dengan Tante Windy jadi lebih dekat denganku "Iya gadis manis, kenapa?"

"Om, Bia mohon. Jangan dulu bilang A Bow ya tentang kondisi Bia."

"Loh kenapa?"

"A Bow lagi sibuk, Bia cuman enggak mau ganggu waktu kerja A Bow. Soal biaya, Bia punya tabungan Kok. Cuman kayanya enggak akan cukup kalau harus bayar kamar kelas VIP ini. Jadi sekali lagi Bia minta tolong boleh? Om bisa enggak urusin kepindahan Bia keruangan biasa, biar nantinya tabungan Bia cukup buat bayar biaya selama Bia di sini. Atau Om minta sama dokter aja biar Bia boleh pulang sekarang deh."

Dekap sang PunggawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang