Aku terbangun dari tidurku, aku masih berada di Mobil, dan aku menatap Papah yang masih fokus menyetir. Entah sejak kapan aku tertidur di tengah perjalanan.
"Anak bungsu Papah udah bangun nih? Bentar lagi nyampe, tuh udah kelihatan stadionnya."
Aku mengusap mukaku sambil membenarkan posisi dudukku, menatap pemandangan menakjubkan yang memperlihatkan kemegahan stadion dari jauh.
Papah mengemudikan mobilnya masuk ke lingkungan stadion, aku yang melihat kemegahan Stadion utama yang Indonesia punya ini hanya bisa berdecak kagum.
Papah berhasil memarkirkan mobil dengan rapih di tempat yang disediakan. Papahpun keluar terlebih dahulu sambil memakai kacamata hitamnya. Sedangkan aku membenarkan rambutku sebelum keluar mobil.
"Papah memang udah beli tiketnya?"tanyaku sambil menutup pintu mobil dari luar.
Papah sedang mencari sesuatu di tas waist bag yang ia gunakan di pinggang. "Kakakmu yang kirim, dia kirim dua. Katanya buat pengganti kado tiket saat ulang tahunmu yang tak mau kamu pakai untuk mendukung ia di Bandung."
Aku hanya bisa terdiam sambil berjalan mendekat ke arah Papah. Papah selesai dengan tasnya, kini ia menatapku. "Jam segini masih belum boleh masuk kita sambil jalan aja ya."
Aku mengangguk, kamipun berjalan meninggalkan parkiran.
Saat kami tengah berjalan di sekitaran stadion, kita bertemu sosok pria gagah dengan Jas. Aku tak mengenalinya namun sepertinya ia mengenali Papah karena ia menyapa Papah "Pak Ali,"
"Eh kamu, apa kabar."
"Baik Pak, gimana di Bandung seru?"
Papah mengangguk "Alhamdulillah. Oh iya Putra kenalin ini anak saya yang bungsu."kata Papah mengenaliku pada pria dengan kacamata hitam di depan.
Akupun bersalaman dengan pria itu, "Abia, Om"ujarku ragu karena bingung memanggilnya dengan sebutan apa.
Papah dan Pria itu tertawa membuatku makin malu dan bingung. Papah mengelus kepalaku. "Walau Putra ini temen Papah, dia masih muda kok de. Umur dia masih samaan kayak Kakakmu."
Aku mengerutkan keningku tak percaya, namun pipiku tiba-tiba memerah karena malu. "Oh, Maaf ya Kak."
"Haha iya enggak apa-apa...Pak Ali saya kedalam dulu ya, masih ada yang harus di cek. Pak Ali kalau mau masuk-masuk aja nanti saya bilang ke penjaga pintu VIP."katanya.
Papah tersenyum manis membuatku yang melihatnya seperti tengah bercermin karena tanpa disadari cara Papah tersenyum sangat mirip denganku. "Enggak perlu saya bawa tiket kok."
"Oh yasudah, Mari Pak."
Setelah Pria yang lumayan tampan itu pergi, aku dan Papah kembali melanjutkan perjalanan mengelilingi Stadion yang megah ini.
"Pah yang tadi siapa?"tanyaku.
"Kenapa ganteng ya?"
Aku mengerutkan keningku, "Ih Papah apaan sih!"
"Gantengan mana Kakakmu atau Putra?"
"Gantengan Papah!"
"Kan pilihannya Kakakmu atau Putra,"
Aku cemberut, "Udah sih Pah, Abia tanya apa juga."kataku kesal.
Papah tertawa, "Dia salah satu anggota Panpel di sini."
"Kok Papah kenal?"
"Dulu Papah pernah jadi Panpel juga di sini, sebelum pindah ke Bandung."
"Oh,"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap sang Punggawa
Fanfiction#ProjectHalu #BowXBia Tak ada bahu kuat baginya selain bahu sang Kakak, tak ada kaki yang siap melangkah cepat menolongnya selain kaki sang Kakak, juga tak ada dekap paling hangat yang menguatkan selain dekap sang Kakak. Sang Kakak lah semangatnya...