Pagi ini aku sudah bersiap dengan seragam putih abu dan rambut pony tail atau kuncir kuda dengan poni, tak lupa pagi ini akupun membuat sarapan untuk diriku dan kakak kesayanganku. Setelah kepergian ibu satu tahun lalu aku dan Kakakku bergantian dalam urusan menyiapkan sarapan atau makanan di rumah ini, rumah yang hanya dihuni olehku dan Kakakku. Rumah minimalis yang mempunyai dua kamar tidur ini adalah satu-satunya peninggalan Ibu.
"De,"panggil Kakakku dengan suara berat.
Aku menoleh, menatap Kakakku itu. Ia mendekat ke arahku sambil menata rambut berjambul nya dengan sisir kecil.
"Udah selesai bikin sarapannya?"tanyanya.Aku mengangguk. Dia sudah bersiap dengan baju kaos official timnya yang di dominasi warna biru itu, Kakakku yang sudah setahun menjadi pesepak bola profesional ini, setiap hari menghabiskan waktunya untuk berlatih dengan tim yang ia bela di lapangan hijau, tapi waktunya untukku tetap ada walau tak begitu banyak lagi.
Tapi aku tak mempermasalahkan, karena itu juga salah satu usahanya untuk terus membiayaiku.
Di satu tahun pertamanya sebagai seorang punggawa kemarin bersamaan dengan kepergian Ibu, Kakakku memang sangat sulit menembus tim utama dari salah satu klub sepak bola terbesar di Indonesia yang saat ini tengah ia bela, klub kebanggaan kota yang kami tinggali ini memang tak bisa di pandang sebelah mata terlebih tentang loyalitas yang luar biasa dari supporternya.Setelah nasi goreng untuk sarapan kali ini selesai di buat, aku menghidangkannya di meja makan yang minimalis namun cukup untuk dua orang.
"Aa enggak bisa jemput kamu, de. Aa ada acara sama Tim."ucap Kakakku sebelum melahap sarapannya.
Aku duduk di hadapan kakakku, "Enggak apa-apa Bia pulang bareng Witan aja, A."
Kakakku hanya mengangguk. Memang sudah menjadi kebiasaan pulang bersama satu-satunya sahabatku, apa lagi jika Kakak tunggalku itu tengah ikut away ke luar kota bersama Timnya.
Setelah selesai sarapan aku dan kakaku bersiap untuk menjalankan rutinitas kami, Jika kakakku pagi ini berangkat latihan, aku yang masih berstatus pelajar akan berangkat sekolah. Berhubung Kakakku juga akan pergi latihan, biasanya kami berangkat bersama. Selain tempat latihan A Bow satu arah dengan sekolahku, ini juga agar aku tak terlambat masuk ke sekolah.
"De kunci pintu gerbangnya ya, helmnya bawa jangan lupa."teriak kakaku yang sudah menaiki motornya diluar gerbang sana.
Aku yang masih berdiri dan mengunci pintu rumah hanya mengangguk. Setelah selesai mengunci pintu rumah dan pintu gerbang, aku memasukan kunci itu kedalam bagian depan tasku dan menghampiri kakakku.
"Udah? Buruan naik, nanti terlambat lagi."ucapnya yang hanya aku balas dengan senyum sambil memakai helm.
Akupun segera menaiki motor kakakku itu, Motor matic dengan perawakan besar ini adalah kesayangan Kakakku, karena motor ini adalah hasil dari kerja kerasnya.
Perjalanan menuju sekolahku pun berakhir, memang jarak dari rumahku menuju sekolah dekat tak terlalu jauh. Aku turun dari motor Kakakku setelah motor yang kakakku kendarai itu berhenti tepat di depan sekolah, Akupun memberikan helm yang kupakai kepadanya. Sebelum pergi memasuki gerbang sekolah aku tak lupa menyalami kakakku, satu-satunya keluarga yang ku punya.
Kakakku tersenyum dan mengelus kepalaku. "Belajar yang bener, jangan nakal."katanya.
Akupun menghormat kepadanya dengan senyum yang melengkung di bibirku, "Siap Bosku si Monster!"ujarku membuat ia tersenyum.
"Yaudah sana, Aa berangkat dulu. Jaga diri baik-baik, kalau ada apa-apa telepon Aa."ucap Kakaku sambil menautkan helm yang tadi aku gunakan di motornya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap sang Punggawa
Fanfiction#ProjectHalu #BowXBia Tak ada bahu kuat baginya selain bahu sang Kakak, tak ada kaki yang siap melangkah cepat menolongnya selain kaki sang Kakak, juga tak ada dekap paling hangat yang menguatkan selain dekap sang Kakak. Sang Kakak lah semangatnya...