4. Surat panggilan

1.1K 97 9
                                    

Sore ini sepulang sekolah aku dan Witan memutuskan untuk jalan kaki, karena jarak sekolah dan rumahku juga Witan tak begitu jauh. A Bow juga tak bisa menjemputku karena ada sesi latihan sore. Kami berdua berjalan menelusuri trotoar jalanan, melihat banyaknya kendaraan yang terdiam akibat kemacetan ditambah pantulan sinar matahari yang sudah siap tenggelam membuat sore hari ini begitu asik untuk di nikmati.

"Bia,"panggil Witan yang berjalan di sebelahku.

"Iya?"

"Minggu ini  aku mau ikut seleksi Tim Nasional Indonesia U-18, Doain ya."ucapnya dengan senyum yang mengembang.

Aku menepuk pundaknya, "Selalu..."ujarku tersenyum. Kemudian tertunduk bukan karena iri, tapi aku juga ingin punya kesempatan itu, kesempatan untuk membela tanah air.

"Bia, Kok kelihatan enggak senang gitu?"

Aku kembali menatap Witan dengan senyumku, "Hah? Senang kok, Bia bangga banget sama Witan."

Witan menghentikan langkahnya, dan menatapku. "Kamu yakin aku lolos jadi punggawa Timnas?"tanyanya seolah tak percaya diri membuatku berhenti berjalan.

Aku mengerutkan keningku. "Yakin dong...Bia tau, Witan udah latihan secara maksimal. Witan pasti akan jadi salah satu punggawa bangsa yang pake jas merah kebanggan Indonesia di tengah lapangan."

Dia tersenyum, "Aamiin...Doain terus ya, nanti kalau aku lolos aku traktir deh..."katanya sambil merangkulku.

"Traktir apa?"

"Mie ayam."

Aku mengerucutkan bibirku seolah kecewa mendengar jawaban Witan "Yah...masa udah jadi pemain tim nasional traktirnya cuman mie ayam."

"Cielah...Bia, Mie ayam itu enak, kenyang, dan enggak bikin dompet kosong. Maka nikmat mie ayam mana lagi yang harus ditinggalkan?"

Aku tertawa, "Haha sa ae Hiu!"

Dia menaikan kedua alisnya berulang sambil tersenyum, "Eh iya, Bia untuk Garuda pertiwi juga ada seleksi tau, kalau kamu mau kamu bisa masuk daftar seleksi atas nama SSBku."

Aku menunduk, ini sebuah kesempatan tapi apakah nantinya Kakakku mengijinkan aku mengikuti seleksi ini? "Bia enggak bisa Witan, A Bow pasti larang Bia."kataku lirih.

"Ya jangan bilang A Febri, Kamu ikut seleksi dulu kalau lolos baru bilang, pasti A Febri bangga kalau adiknya juga bisa bela negara."

"Bia bisa lolos dari mana, latihan aja jarang. Main bola cuman kalau pelajaran olahraga di sekolah atau kalau nemenin Witan latihankan."

"Kamu punya waktu seminggu, kamu bisa manfaatin waktu. Kita latihan sama-sama buat jadi punggawa bangsa."

"Gimana caranya cari waktu dalam seminggu ini, jadwal minggu ini A Bow Match Home. Dia bakalan selalu ada di rumah."

Witan sedikit berpikir dan kembali melanjutkan langkahnya, "Hm...Kamu bilang aja sama Kakakmu, kalau kamu lagi ada tugas di sekolah yang membuat kamu pulang telat di minggu ini, terus kamu bilang kalau kamu bakalan pulang sama aku. Kakakmu pasti membolehkan dan dia enggak akan curiga. Jadi kita bisa latihan pake lapangan sekolah. Gimana?"tanyanya memberi ide.

Aku mengejar Witan yang sudah berjalan beberapa langkah mendahuluiku. "Tapi itu sama kaya bohongin A Bow,"kataku.

"Ini demi terwujudnya cita-cita kita Bia, cita-cita kita sebagai pemain sepak bola yang bisa membela bangsa."

Aku menghela nafasku sejenak "Yaudah...nanti Bia coba."kataku ragu.

"Nah gitu, itu baru namanya Sahabat Witan Sulaiman si ganteng seIndonesia!"ucapnya sambil mengembangkan senyumnya menbuat gigi berjaraknya terlihat.

Dekap sang PunggawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang