Aku dan Witan keluar dari ruangan berbeda dengan menggendong tas ransel masing-masing yang tak terlalu berat karena tak membawa jadwal pelajaran seperti biasanya. Hari ini kami telah selasai mengikuti Ujian Nasional berbasis komputer di sekolah kami. Aku dan Witan memang mendapat ruangan terpisah, namun syukurnya ruangan kami berdekatan.
"Haduh Bia...tuh soal Ujian ngajak sparing kali ya, Aku tackel tau rasa!"keluh Witan sambil memegangi kepalanya.
Aku segera menghampiri Witan, mencubitnya karena ucapannya sebelumnya menjadikan ia pusat perhatian. "Witan ih!"bisikku.
"Bia kamu tau? Itu soal enggak ada nyambung-nyambungnya sama soal-soal latihan kita. Ibarat kita latihan sepak bola, eh pas turnamen malah ikutan turnamen bola basket, Kan enggak nyambung!"
Aku menepuk pundaknya, "Ya udahlah, kan ulangannya udah ngapain juga masih di pikirin!"
Sudut bibirnya terangkat, "Iyaa... Aku tau Ulangan itu cara kerjanya...Datang,kerjakan, lalu lupakan. Tapi masih kesel aja Bia..."
Aku mencubit Pipi Witan yang sedikit lebih tinggi dari kepalaku. "Enggak biasanya juga, seorang Witan mikirin masalah ulangan!"
"Ya...Tapi kalau aku jadi kamu juga bakalan tenang-tenang aja sih! Pasti menurut mu soal tadi mudahkan? Dasar anak pintar!"sahutnya ketus.
Aku mengerutkan dahiku, "Enggak, Bia enggak bilang gitu! Cuman ya lebih sulit Ujian hidup kali!"
"Hidupmu yang diribetin kakakmu, jadi sulit!"
"Ih Witan...Apaan sih!"
"Udah ah yu pulang!"ajak Witan sambil menautkan alisnya.
"Ayo...Tapi enggak asik kalau langsung pulang, baru juga jam sepuluh. Matahari aja belum ke tengah."
"Yaudah maunya kemana dulu?"tanya Witan pasrah.
Aku meletakan jari telunjukku di kening, "Hm...karena Bia robot luar angkasa, jadi Bia mau kita ke luar angkasa...menuju tak terbatas dan melampauinya,"candaku menirukan nada bicara karakter animasi itu.
Witan menyipitkan matanya, "Enggak lagi mood bercanda!"
Aku mendorong bahunya karena kesal Witan tak mau di ajak bercanda. "ih Witan...Yaudah Bia pingin Arum manis,"
Witan memejamkan matanya sambil menepuk keningnya, "Bia...yang begituan kita harus cari kemana?"
Aku cemberut,"Yakan Bia bukan tukang arum manis, jadi Bia enggak tau!"
Witan terlihat menghela nafasnya, "Yaudah kita cari di taman kota, kali aja ada di sana. Kalau enggak ada Jajan yang lain aja ya!"
"Witan yang Jajanin?"tanyaku.
Witan seperti memaksa senyumnya, "Iya Abia Hariyani...ayo!"
Aku sekarang mengembangkan senyumku akibat kegirangan, "Terbaik memang andalan satu ini!"pujiku.
Aku dan Witanpun mulai perjalanan menuju taman kota yang cukup jauh dari sekolah dengan menggunakan angkutan umum, karena hari ini adalah hari ulangan terakhir jadi kamipun tak ada lagi pelajaran tambahan dan kami sudah bisa pulang setelah ulangan selesai.
Akhirnya kamipun sampai di taman kota, taman kota yang di teduhi oleh berbagai pohon besar membuat siapapun yang berada di sini tak kepanasan. Di tengah taman kota ada air mancur yang menyuguhkan pemandangan dengan aksi akrobat air tersebut, semuanya akan lebih indah ketika malam hari, saat gelapnya hari di hiasi dengan lampu lampu kota yang menemani. Tapi tak mungkin aku keluar malam, teringat sikap over protektif kakakku, apa lagi jarak taman kota dari rumah kami cukup jauh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap sang Punggawa
Fanfiction#ProjectHalu #BowXBia Tak ada bahu kuat baginya selain bahu sang Kakak, tak ada kaki yang siap melangkah cepat menolongnya selain kaki sang Kakak, juga tak ada dekap paling hangat yang menguatkan selain dekap sang Kakak. Sang Kakak lah semangatnya...