Pagi ini aku telah bersiap memakai jaket hoodie berwarna merah maroon dengan celana jeans panjang, tak lupa rambut di kuncir kuda dengan poni. Hari ini aku tak akan kesekolah karena ujianku sudah selesai jadi tak ada jadwal apapun di sekolah, kali ini aku akan bermain bersama Witan dan Rendy, entah kemana mereka akan mengajakku. Setelah bersiap akupun keluar dari kamarku, aku melihat Kakakku yang nampak sedang duduk di meja makan sambil membuat sereal untuk sarapan.
"Baru aja Aa mau ngajak kamu sarapan,"
Akupun duduk di hadapannya, "A Bow latihan pagi?"tanyaku.
Dia mengangguk sambil mengaduk sereal yang ia buat.
"Bia mau main ya,"
Dia tak menggubris, dia memberiku semangkuk sereal yang tadi ia buat.
"Terima kasih,"
Dia tersenyum kemudian meraih roti yang ada di hadapannya.
"Bia mau main ya,"ujarku sebelum melahap sereal yang tadi Kakakku buat.
A Bow yang tengah melahap roti yang berisi selai cokelat itu hanya mengangguk. Kemudian tatapannya menjadi kosong seperti sedang memikirkan sesuatu.
Saat aku sedang menikmati serealku yang sedikit lagi, teriakan sahabatku di depan rumah terdengar.
"Bia...Bia..."
Kakakku yang sudah selesai dengan sarapannya beranjak untuk membukakan pintu, sementara aku buru-buru menyelesaikan sarapanku. Setelah sereal buatan kakakku itu selesai aku santap tanpa sisa, aku langsung menyusul Kakakku yang berdiri di ambang pintu rumah.
Akupun mendekat berdiri di belakang kakakku."Ngapain kamu kesini, kan udah di bilang-"
"Rendy temen Bia, dia berhak ke sini buat ngajak Bia main."sahutku yang berdiri di belakang tubuh kekar A Bow.
A Bow berbalik seolah terkejut.
"Bia udah tau semua, Bia udah tau apa yang terjadi antara Rendy dan A Bow. Bia enggak marah sama A Bow, jadi Bia minta ke A Bow buat stop suruh Rendy jauhin Bia, karena Rendy itu sahabat Bia!"
"Tapi dia-"
"A Bow boleh larang Bia untuk lanjutin cita-cita Bia, tapi A Bow enggak bisa larang Bia buat berhenti sahabatan sama Rendy."lanjutku.
Witan dan Rendy hanya terdiam menyaksikan drama yang tersaji antara aku dan Kakakku yang selalu terjadi setiap hari ini.Aku menyalami Kakakku yang hanya terdiam menatapku dingin, "Udah ah, Bia lagi enggak mau A Bow hancurin Moodnya. Bia main dulu, Assalamualaikum."pamitku yang di ikuti kedua sahabatku yang menyalami kakakku.
Kakakku hanya terdiam, akupun memakai sepatu secepatnya dan menarik tangan dua sahabatku.
"JAGAAIN ADIK AA,"teriak A Bow setelah kami bertiga keluar pagar.
Kedua pria di sampingku berbalik menatap kakakku, "AMAN!"sahut mereka juga dengan teriak.
Itu membuatku tersenyum, aku merasa menjadi seorang putri yang di jaga oleh banyak pengawal. Putri yang paling beruntung mempunyai banyak pengawal yang seperti pangeran.
Aku masih belum tau kemana tujuan dua pria di sampingku ini, aku hanya berjalan mengikuti mereka hingga akhirnya kami keluar dari lingkungan komplek rumahku.
"Tadi udah deg-degan pas yang buka pintu A Febri, udah pake debat segala. Eh di akhir luluh, bingung aku tuh sama sikap kakakmu Bia."sahut Witan.
Rendy menoleh, "Iya saya udah mau balik kanan aja tadi, seram pas lihat muka A Febri pertama waktu buka pintu dia langsung lihat saya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap sang Punggawa
Fiksi Penggemar#ProjectHalu #BowXBia Tak ada bahu kuat baginya selain bahu sang Kakak, tak ada kaki yang siap melangkah cepat menolongnya selain kaki sang Kakak, juga tak ada dekap paling hangat yang menguatkan selain dekap sang Kakak. Sang Kakak lah semangatnya...