17. Nasi Padang

749 73 6
                                    

Malam sudah menyapa, suara motor Kakakku baru saja hadir di halaman rumah. Sudah jam delapan malam dia baru sampai rumah. Padahal ia kemarin malam janji akan datang ke perlombaanku yang berlangsung siang tadi.

Aku mendengar Kakaku membuka pintu. Derap langkahnya terdengar karena suasana sunyi rumah ini, suasana yang mulai muncul setelah ibu pergi. Kakakku membuka pintu kamarku dan tetap berdiri di ambang pintu kamarku masih dengan helm fullface yang masih tertempel di kepalanya, jaket dengan logo Tim yang ia bela, juga tas yang biasa ia bawa latihan.

Aku yang tengah berbaring sambil memainkan ponsel hanya menatapnya sekilas karena malas.
Dia terlihat membuka kaca helmnya sebelum berbicara, "De Maaf,"hanya itu yang ia sampaikan.

"Kalau belum pasti enggak usah kasih janji."sahutku tanpa menatapnya.

A Bow melepaskan helmnya, "Makan yuk, Aa beli nasi padang yang di depan."ajaknya.

"Enggak nafsu!"tolakku sedikit berteriak.

"Ini dari siapa?"tanyanya sambil mengambil, bucket cokelat pemberian Om Alisson tadi.

"Enggak perlu tau!"

Kakakku mendekat,ia kembali menyimpan bucket cokelat di atas lemari drawer yang berada dekat pintu, dia juga menyimpan helmnya di bawah lemari tersebut.

A Bow duduk di tepi ranjangku, "De...Aa tau Aa salah. Aa minta maaf. Tadi Aa ada acara sama Tim yang buat Aa enggak bisa izin. Kamu mau maafin Aakan?"

Aku tak menjawab hanya berbalik memunggunginya. Dia tak membujuku lagi, A Bow malah bangkit dan terhenti sejenak. Dia mengelus kepalaku yang terbaring di bantal, "Good girls."sahutnya.

Aku hanya bisa menghela nafas,

Sebelum keluar kamarku, dia menghentikan lagi langkahnya untuk mengambil helmnya sambil terus menatap bucket cokelat yang tadi ia tanyakan. Tanpa sepatah kata lagi ia keluar dari kamarku.

Sebenarnya diri ini lapar, ingin rasanya ikut makan dengan Kakakku, apa lagi tadi ia bilang bawa nasi padang, ah itu sungguh makanan favoritku. Namun gengsiku terlalu besar. Laparku harus ku abaikan karena ketidak pekaan kakakku yang tak mau membujukku.

Cukup lama aku hanya diam memandangi langit-langit kamar sambil menahan laparku, berharap ada peri baik yang bisa menghilangkan rasa laparku.

Pintu kamarku terbuka lagi, aku langsung buru buru menutup mataku. Kakakku yang sepertinya sudah tau aku hanya berbohong lantas tetap mendekatiku. Dia duduk membawa kursi dari meja belajarku. "Bangun cepet makan dulu,"titahnya.

Aku hanya membuka mataku sedikit, terlihat A Bow duduk dengan membawa satu piring dengan kertas nasi yang masih terletak dibawah nasi padang.

"Ayo jangan pura-pura tidur bangun dulu"sahut A Bow sambil menoel hidungku dengan jari telunjuknya.

Aku membuka mataku dan menautkan alisku kesal, "A Bow! Tangan A Bow bau rendang!"geramku sambil duduk di kasur dengan menyandar pada tembok.

Kakakku hanya tertawa, "Nih nga..."dia menyuapiku dengan tangannya.

Aku menaikan satu alisku seolah tak percaya.

"Ayo cepat, kamu mau sakit lagi?"tanyanya.
Akupun melahap suapannya, akhirnya mulutku bisa merasakan lagi nikmatnya nasi padang, perutku sudah aman terkendali dari demonya cacing-cacing dalam perut.

"Bayi dasar..."ledek Kakakku sambil terus menyuapiku.

Aku mengerucutkan bibirku sambil melipatkan kedua tanganku di depan dada karena kesal. "Bia enggak mau makan lagi!"

"Ululuh...ngambek nih ceritanya...ayo cepet, Aa enggak mungkin ya ngabisin porsi kamu juga. Bisa di marahin pelatih fisik."tuturnya sambil menggunung gunungkan nasi.

Dekap sang PunggawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang