Sudah hampir seminggu aku mengikuti porsi latihan Witan, mulai dari latihan teknik sepulang sekolah dan gym saat Om Wisnu sudah pulang kantor. Aku hampir saja mati di buatnya, bagaimana tidak aku disuruh mengikuti porsi latihan seperti yang biasanya aku tahu itu di lakukan Kakakku . Ditambah makan-makanan yang tak sembarangan, tak boleh jajan yang terlalu berminyak apalagi jajan sembarangan di pinggir jalan. Sebenarnya aku tidak masalah jika soal jajanan, karena aku bukan type tukang jajan, aku jajan hanya seperlunya tak terlalu mengikuti inginku masalah jajanan.
Namun sempat aku mengeluh kepada Witan masalah waktu latihan yang sangat mengurangi waktu belajarku juga waktu istirahatku namun keluhanku tak di dengar olehnya, Om Wisnu dan Tante Windy saja yang melihatku di siksa latihan oleh Witan seperti itu sempat marah namun percuma yang namanya Witan akan tetap kokoh dengan pendirian awalnya. Sekeras-kerasnya sikapku, percayalah Witan lebih keras kepala.
Hari ini adalah hari latihan terakhir, Besok Witan yang dapat jadwal seleksi, sedangkan aku dapat jadwal lusa untuk seleksi garuda pertiwi. Aku akan seleksi sebagai anak didik sekolah sepak bolanya Witan, Om Wisnu sudah selesai mengurus semua pendaftaranku untuk seleksi, aku hanya tinggal latihan dan datang seleksi.
Sampai saat ini Kakakku masih belum tahu tentang hal ini, dia juga tak pernah menghubungiku semenjak ia pergi, mungkin karena pembatasan pemakaian smartphone di squad TIMNAS ia jadi sulit menghubungiku. Kadang untuk mengetahui kabarnya aku hanya bisa melihat ia di beberapa channel you-tube yang menayangkan sesi latihan Tim nasional Indonesia U-23. Di sana aku melihat kakakku tersenyum bahagia bahkan di setiap selesai pertandingan pasti ada saja yang meminta foto dengannya, seolah-olah ia itu selebritis.
Setelah selesai sesi Gym, aku dan Witan mengerjakan PR bersama di ruang tengah keluarga Witan. Sedangkan Tante Windy dan Om Wisnu tengah mengobrol di ruang tamu yang masih bisa terlihat dari sini.
"Bia, aku enggak sabar tau besok ikut seleksi."kata Witan sambil menyelipkan pensilnya di telinga.Aku hanya berdehem karena tengah fokus membaca soal-soal ini.
Witan menutup bukuku, "Bia, kamu dengarkan apa yang aku omongin."Aku mengerutkan keningku, "Denger! Udah sih ganggu banget ini Bia lagi mencoba memahami soal tau.."
"Soal terus yang di pahami, kapan kamu memahami seorang pria?" celetuk Witan yang masih bisa ku dengar.
"Apa sih..."aku tak mau terlalu menanggapinya.
Witan menggeleng kepalanya sambil memberi senyum sejuta makna kepadaku. "Masih enggak bisa buka hati buat pria lain setelah si brengsek itu hilang dari hidupmu selama satu tahun?"
Aku menatap Witan, "Witan apaan sih! Kitakan lagi belajar kenapa harus bahas cinta sih? Apa enggak bisa kita fokus pada prestasi bukan pada bucinisasi!"
Witan tertawa, "Iya Bia...Iya! Tugas belajar dan buat bangga dengan prestasi. Bukan pacaran dan malah bikin sakit hati."
"Nah itu ngerti, udah mana lagi yang kamu enggak ngerti?"
"Isi hati kamu."
Aku menghela nafasku, "PRnya Witan..."
Witan tersenyum lebar sambil sedikit tertawa. "Haha iya iya...Maaf, ini nih nomor delapan."kata Witan sambil menunjuk soal.
Setelah selesai dengan PR kamipun berpisah dan masuk ke kamar masing-masing untuk beristirahat mempersiapkan diri kami untuk hari esok.
Di keesokan harinya aku dan keluarga Witan mengantar Witan untuk seleksi di salah satu lapangan di Bandung, lapangan yang katanya adalah salah satu tempat latihannya Kakakku dan Timnya. Lapangan yang juga di fasilitas bangku tribun meski bukan singel seat dan tak cukup megah seperti di stadion ini juga begitu membuatku berdecak kagum, pasalnya sejak kakakku menjadi pemain bola atau bahkan sejak kecil aku tak pernah di bawa ke lapangan seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dekap sang Punggawa
Fanfiction#ProjectHalu #BowXBia Tak ada bahu kuat baginya selain bahu sang Kakak, tak ada kaki yang siap melangkah cepat menolongnya selain kaki sang Kakak, juga tak ada dekap paling hangat yang menguatkan selain dekap sang Kakak. Sang Kakak lah semangatnya...