20. Trending Doctor

143 19 2
                                    

"Ustadzah Nafisah, boleh minta tolong?"

Seorang santri berseragam putih donker menghampiri Nafisah yang sedang duduk bersama Mela, teman waktu SMA-nya dulu. Meski Mela, bukan santri mukim di Nurul Huda, dia memang sering menemui Nafisah, karena dia mengantar adiknya yang kebetulan masuk di MI Nurul Huda.

"Ada apa?"

"Teman saya Haviza, tiba-tiba panas, di kelas. Bisakah ustadzah mengantarnya ke klinik sekarang?"

"Baiklah."

"Mel, bisa temani aku kan?"

Mela mengangguk seraya bangkit dari duduknya dan berjalan mengiringi Nafisah, mengikuti langkah santri yang baru saja meminta bantuannya.

***

"Bagaimana kondisinya dokter?"

Nafisah menemui dokter yang menangani Haviza. Sebenarnya, sejak memasuki klinik, Nafisah sudah merasakan kecanggungan luar biasa, mengetahui dokter yang menangani Haviza, adalah ustadz Fauzan. Nafisah sendiri tidak tahu kenapa setiap kali dia bertemu ustadz Fauzan, hatinya selalu berdesir pelan. Tapi, dia harus tahu diri dan sportif. Ini di rumah sakit. Apalagi, ada Mela didekatnya.

"Kalian tenang saja. Demamnya akan segera turun. Saya sudah mengobatinya."

"Untuk sementara, biarkan dia beristirahat disini dulu."

"Iya, terima kasih dokter."

Ustadz Fauzan meninggalkan Nafisah dan Mela, dan mengijinkan keduanya melihat kondisi Haviza.

Mela pamit sebentar untuk mengantar pulang adiknya dulu. Dia berjanji akan datang kembali menemani Nafisah. Sementara Nafisah, sejenak kembali ke pondok, untuk membereskan sisa pekerjaannya.

Dan, lagi, setelah selesai beres-beres, Nafisah kembali diminta mengantarkan santri blok A yang juga sakit, ke klinik.

"Ada yang bisa dibantu mbak?" Seorang perawat menyapa Nafisah dengan ramah.

"Tolong beri tahukan dokter Fauzan, ada pasien lagi, yang butuh penanganan."

"Iya, silahkan tunggu disini dulu."

Nafisah membantu santri itu untuk tiduran di brangkar yang tersedia di ruang pemeriksaan. Sambil lalu menunggu dokter Fauzan yang sedang menangani pasien yang lain.

Seorang lelaki yang mengenakan jas putih kebesarannya sebagai seorang dokter, akhirnya datang menghampiri Nafisah dan Rania, di ruang pemeriksaan.

"Kenapa?"

Tanya dokter Fauzan sambil menyiapkan alat untuk memeriksa tensi darah dan tekanan jantungnya.

"Akhir-akhir ini, saya sering pusing dan mata berkunang-kunang dok. Sering cepat lelah dan ngantuk."

"Dokter periksa dulu ya, sebentar."

Dengan telaten dokter Fauzan memeriksa kondisi Rania. Wajahnya yang selalu menampakkan ketenangan membuat pasien-pasiennya, tidak ketakutan dengan prediksi apa yang akan dikatakannya. Rania yang sebelumnya sangat takut untuk menginjakkan kaki ke klinik, dan takut jarum suntik, akhirnya tenang. Tidak menolak saat diajak ke klinik oleh Nafisah.

"Kamu pasti murid yang berprestasi. Sehingga, kamu selalu memaksakan kinerja otakmu semau kamu, tanpa memedulikan kesehatannya bukan?"

Rania mengangguk, setuju dengan yang dikatakan dokter Fauzan. Setiap malamnya, Rania memang selalu tidur larut malam, demi mempelajari setiap materi yang telah dipelajari di sekolah. Sampai-sampai tidak memedulikan kebutuhan tubuhnya yang harus diistirahatkan meski sejenak. Apa yang dilakukan Rania, semata-mata untuk tidak mengecewakan orang tuanya, katanya. Yang ada dalam pikirannya adalah belajar dan belajar.

"Rajin dalam belajar, memang harus dilakukan. Dan saya bangga sama kamu. Hanya saja, jangan terlalu memaksakan diri. Otakmu itu juga butuh istirahat."

"Setiap malam kamu pasti kurang beristirahat."

"Kamu mengerti dengan maksud saya?"

"Iya dok."

"Ya sudah. Istirahatkan sejenak otakmu, dengan beristirahat disini selama tiga hari mendatang. Jangan pikirkan hal lain. Kesehatanmu lebih penting. Ok?"

"Teraturlah minum obatnya."

"Baik dokter."

Rania, dibantu Nafisah dan seorang perawat, dipindahkan ke ruang rawat inap klinik. Bersebelahan dengan Haviza yang sampai lebih dulu dari Rania. Mereka berdua langsung disuruh beristirahat demi kesehatan mereka.

***

"Lah, ada pasien baru?"

Mela datang kembali menemui Nafisah. Nafisah dibuat terkejut olehnya, tentu saja. Mela menatap ke sisi Haviza, yang sudah ada seorang gadis kecil lagi terbaring disana.

"Iya, kata dokter Fauzan, Rania butuh istirahat yang cukup, akibat distress yang berlebihan di otaknya."

Mela mengangguk paham mendengar penjelasan Nafisah. Mela menarik kursi plastik didekat Nafisah, lalu menemaninya duduk disamping dua pasien yang sedang beristirahat di brangkarnya masing-masing.

Sesekali Mela tersenyum-senyum sendiri, membuat Nafisah heran. Nafisah berinisiatif meraba kulit kening Mela yang tampak biasa saja. Kenapa dengan gadis yang satu ini?

"Apaan sih Sah... aku masih waras kali."

Mela menyingkirkan tangan Nafisah dari keningnya.

"Lagian, baru datang langsung senyam-senyum sendiri, kesambet apa kamu di jalan? Gak jelas banget."

"Kesambet dokter yang lagi trend hari ini."

Mata Nafisah membulat sempurna. Menampakkan wajah cengonya, dia tertinggal informasi tentang trending doctor hari ini. Ternyata, bukan hanya berita di TV saja, yang ada trendingnya. Tapi, untuk seorahg dokter juga ada trendingnya. Mela tersenyum melihat wajah Nafisah yang begitu menggemaskan menurutnya.

"B aja kali Sah."

"Jadi gini, pas aku lewat di sekitar bloknya santri putri, ketika akan kesini, aku gak sengaja dengar obrolan mereka."

"Kamu tahu sendiri kan, aku orangnya kepoan banget. Jadinya, aku nguping deh."

"Terus apa yang kamu denger?"

"Mereka lagi asyik memperbincangkan dokter baru, yang bergabung dengan klinik ini."

"Dokter Fauzan, maksudnya?"

"Ya siapa lagi NAFISAH?" Ucap Mela dengan menekan kata belakangnya.

"Ternyata, hampir keseluruhan santri-santri kamu, menyimpan rasa kagum sama dokter Fauzan. Mulai dari tampangnya yang memang WOW tampannya, perfect. Terus lagi, cara melayani pasiennya, katanya. Mereka bilang, mereka betah berlama-lama di klinik, asalkan dokter Fauzan yang menanganinya."

Dengan penuh semangat, seperti semangat perjuangan empat puluh lima, Mela menceritakan apa yang baru saja ia dengar dari obrolan santri Nurul Huda, putri. Ya, trending doctor di Nurul Huda, saat ini adalah dokter Fauzan. Putra dari seorang kyai Luthfan, yang baru saja bergabung di klinik Nurul Huda.

***
Gimana dengan part ini teman-teman, suka? Semoga saja, suka.

Jangan lupa, sentuh bintang dan komentarnya.

Syahiidah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang