Hari ini hari pergantian angggota pengurus sekaligus penambahan ustadzah baru pondok pesantren Nurul Huda. Sudah ada sembilan anggota yang terpilih. Termasuk Nafisah.
“Saya tahu siapa yang akan melengkapi kekurangan ini.”
Neng Vira mengeluarkan pendapatnya. Mata kedua kakaknya; neng Kafila dan neng Karina membelalak. Bagi mereka bagaimana bisa adik bungsunya itu mengambil keputusan, sedangkan dia tak begitu mengenal para santri Nurul Huda.
“Saya ingin megusulkan mbak Anna, sahabatnya mbak Nafisah, itupun jika kakak berdua setuju.”
Neng Vira melirik kedua kakaknya yang masih membeku. Apa yang dilakukan adiknya itu seolah mimpi. Dia masih baru menginjak kelas 2 MTs, dan pikirannya akhir-akhir ini masih labil. Neng Kafila pun memutuskan untuk memasukkan neng Anna ke deretan para ustadzah karena dia tahu karakter Anna seperti apa. Lengkaplah jajaran para anggota pengurus sekaligus ustadzah baru pondok pesantren Nurul Huda. Yaitu: Ustadzah Nafisah, Ustadzah Anna, Ustadzah Faizah, Ustadzah Saroh, Ustadzah Fathimah, Ustadzah Salimah, Ustadzah Aminah, Ustadzah Jamilah, Ustadzah Nur Laila dan ustadzah Hannah sebagai ketua pengurus pondok pesantren Nurul Huda.
“Mbak Nafisah...”
Neng Vira berlari dari arah utara menuju kamar Nafisah. Wajahnya cerah sekali, secerah pemandangan Nurul Huda pagi ini. Neng Vira menyerahkan sebuah kotak kecil berwarna biru. Nafisah tersenyum lebar. Seberapa bahagianya dia mendapat kado dari neng Vira. Tak terbayangkan sebelumnya.
“Kado itu sebagai ucapan selamat saya karena anda telah resmi menjadi anggota pengurus pesantren ini... selamat ya mbak... ups..., ustadzah Nafisah.”
Neng Vira mulai mengguraui Nafisah. Nafisah semakin tersenyum. Merasa malu kepada neng Vira.
“Oh ya lupa, ini untuk mbak lagi."
Neng Vira menyerahkan sebuah kotak kecil juga tapi berwarna merah.
“Buat mbak lagi neng?”
“Iya... kenapa? itu sebagai tanda terima kasih saya karena mbak telah membantu saya membuat abah berubah pikiran. Thank you so much Mbak Nafisah yang baik hati.”
“Makasih ya neng, ini benar-benar surprise buat mbak neng, sungguh. Mbak bahagia sekali neng.”
"Kalau gitu, saya pamit mbak. Mau sekolah..."
Setelah itu, Nafisah juga beranjak pergi menuju kantor MI Nurul Huda karena dipercaya untuk mengganti guru yang tidak masuk hari ini di kelas lima.
***
Alhamdulillah...
Jangan lupa vote dan comment teman-teman

KAMU SEDANG MEMBACA
Syahiidah (Tamat)
Ficción GeneralCerita ini menceritakan tentang perjalanan seorang santri dalam menempuh jalan hidupnya, tidak terkecuali kisah percintaannya, hingga ia menemui ajalnya, karena tragedi yang terjadi di pesantren, dan semoga, ia ditakdirkan untuk menjadi seorang Syah...