Hampir setiap waktu Nafisah berjumpa dengan ustadz Fauzan. Bagaimana tidak? ustadz Fauzan juga ikut serta mengajar di kelas al adna putri dan Madrasah Ibtidaiyyah, ketika tidak ada jadwal praktek di klinik pesantren.
Ya, setelah lulus dari fakultas kedokteran di London itu, ustadz Fauzan menjadi dokter yang praktek di klinik pesantren Nurul Huda. Dan sempat menjadi trending topik di kalangan santri Nurul Huda, beberapa waktu yang lalu. Tapi, jadwalnya khusus pagi untuk hari sabtu dan ahad, karena sore dan malam ada jadwal ngajar diniyyah. Sedangkan senin sampai kamis dari sore sampai malam karena paginya ada jadwal di MI. Dan khusus hari jum'at beliau punya jadwal dari pagi sampai malam.
Dan kalian tahu guys? Di hari jum'at itulah, banyak sekali pasien. Entah mereka sengaja pura-pura sakit, karena hanya ingin bertemu dengan dokter muda dan ganteng yang baru bergabung di klinik pesantren Nurul Huda, itu, atau memang beneran sakit. Yang pasti hari jum'at dipenuhi dengan pasien, terutama santri putri.
Santri putri? Kalian bertanya-tanya pasti kan? Klinik untuk santri putra dan putri digabung ya, kok bisa ustadz Fauzan yang menangani? Ini aku jawab... sementara klinik pesantren, masih belum mendapat petugas kesehatan perempuan, sejak dokter yang dulu dinas disini, pulang kampung. Tapi, masih diusahakan mencari penggantinya kok. Ini yang belum diceritan author di part sebelumnya. Hehe. Untuk lokasinya, untuk santri putra dan putri jelas berbeda.
***
"Assalamualaikum..."
Ustadz Fauzan menyapa Nafisah yang sedang membersihkan kamar neng Vira. Nafisah menaruh jari telunjuknya di depan kedua bibirnya. Sambil menjawab lirih salamnya itu. Nafisah takut kyai Luthfan dan Nyai Nur Jihan melihatnya. Ustadz Fauzan pun mengerti.
"Em, nasi goreng beberapa waktu yang lalu, bagaimana, are you like it?"
Kali ini suara ustadz Fauzan mulai lirih, menyesuaikan dengan keadaan yang ada."Alhamdulillah.. yes, thank you ustadz."
"That... as a sign of my gratitude to you because you have been faithful to accompany my younger sister."
(Itu... sebagai tanda terima kasih saya karena kamu telah setia menemani adik saya.)"Thank you, because your services my younger sister can begin adult."
(Terima kasih, karena usahamu adik saya mulai dewasa.)Nafisah mengangguk pelan.
"Oh yes, do you have a list in MI?"
(Oh ya, apa kamu punya jadwal di MI?)"Tomorrow ustadz..."
(Besok ustadz.)"Ok. I just want ask about it, I must go. And thank you for your time."
(Ok. Saya hanya mau tanya itu, saya harus pergi. Dan terima kasih atas waktunya.)***
Pagi itu Nafisah sudah siap berangkat menuju kelas 5 Madrasah Ibtidaiyyah, dengan masih setia menggunakan tas merah kesayangannya dan sepatu hitamnya yang sudah mulai lusuh. Doa keluar asrama pun di panjatkan. Nafisah melangkah ke arah selatan. Tampak dari kejauhan para santri putra dan putri Madrasah Ibtidaiyyah Nurul Huda sudah berhamburan memasuki ruang kelas masing-masing karena bel sudah berdentang. Nafisah mempercepat langkahnya. Tak ingin para santrinya menunggu lama.
"Innaalillahi wainnaa ilaihi rooji'un..."
Tiba-tiba di tengah jalan Nafisah tak sengaja menabrak seseorang. Membuat setumpuk buku yang ada di pangkuan lelaki yang ditabraknya, jatuh berserakan, dan ada sebagian yang terkena air yang menggenang di sekitar jalan mereka.
"Ya akhiy... Kaifa Haaluk? Ana Aasif."
(Wahai saudaraku, gimana keadaanmu? maafkan saya!")"Afwan..."
(Tidak apa-apa.)Dia menoleh. Deg. Jantung Nafisah berdegub kencang. Wajahnya merah merona. Grogi dan saltingpun membuatnya tak mampu berkata-kata. Nafisah tertunduk.
"Kau terburu-buru?"
Ustadz Fauzan membuka percakapan pagi itu.
"Iya, saya punya jadwal di kelas 5."
Ucap Nafisah dengan tetap menundukkan pandangannya, sambil lalu, membantu ustadz Fauzan mebereskan buku-bukunya. Block Note kedokteran. Nafisah tak sengaja membaca sampul buku yang basah terkena air. Ada semburat rasa bersalah di mata Nafisah melihat ustadz Fauzan, yang terlihat seperti sangat menyayangkan kenapa harus buku itu yang basah, kenapa bukan yang lain? Buku itu sepertinya berharga baginya.
"Forgive me..."
Ucap Nafisah penuh ketulusan, tapi dengan suara gemetar.
"No problem. Jangan terlalu dipikirkan, Nafisah!"
"Tapi, buku itu pasti sangat berharga untuk ustadz Fauzan bukan?"
"Tentu saja ini berharga bagi saya, karena ini pemberian dari salah satu dosen saya di London."
"Forgive me, please!"
"Sudah, tidak ada yang perlu disesali. Lagi pula, saya bisa menggantinya dengan yang baru. Ini bukan satu-satunya pemberian dosen saya. Saya masih punya cadangan."
"
Tapi ustadz?"
"Saya sudah bilang, jangan terlalu dipikirkan. Saya juga sudah memaafkanmu. Saya tahu, kamu tidak sengaja."
"Terima kasih, ustadz."
"Oh iya, katanya punya jadwal ngajar. Silahkan, kasihan para santrimu."
"Baiklah, Saya permisi dulu ustadz. Terima kasih."
"Sama-sama. Silahkan!"
***
Hari ini, aku double up.
Jangan lupa sentuh bintang dan komentarnya teman-teman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Syahiidah (Tamat)
Fiksi UmumCerita ini menceritakan tentang perjalanan seorang santri dalam menempuh jalan hidupnya, tidak terkecuali kisah percintaannya, hingga ia menemui ajalnya, karena tragedi yang terjadi di pesantren, dan semoga, ia ditakdirkan untuk menjadi seorang Syah...