16. Tak Sengaja

182 22 6
                                    

Pagi yang begitu indah bagi Nafisah. Saat dia dapat menikmati kembali betapa agungnya ciptaan Allah yang menghiasi cerahnya pagi itu. Mentari pagi begitu riang menjumpai bumi pertiwi. Tersenyum lebar melihat aktifitas yang rutin dilaksanakan Nafisah setiap pagi, setelah dia selesai melaksanakan shalat dhuha. Nafisah sudah siap dengan sapu lidinya, sekop dan timba penyiram tanamannya. Bersiap untuk membersihkan halaman rumah kyai Luthfan. Satu menit. Dua menit. Nafisah sudah larut dalam keasyikannya menyiram tanaman pinus yang berjejer rapi didepan rumah kyai Luthfan, sambil melantunkan shalawat-shalawat kesukaannya. Sesekali wajahnya tersenyum.

FLASHBACK ON

“Siapa yang membersihkan halaman, bersih sekali? Bukannya tadi subuh masih kotor dan berantakan?”

Tanya Nyai Nur Jihan kepada dua petugas kebersihan rumahnya, yang baru saja menampakkan batang hidungnya, dengan masih memegang sapu dan sekopnya. Ketahuan, mereka masih belum sempat bersih-bersih.

“kami juga tidak tahu nyai.. ketika kami mau membersihkannya, ternyata sudah bersih.”

“Kalian baru berangkat, ini sudah jam berapa?”

“Jam tujuh nyai....”

“Jam tujuh? pantesan, halaman ini sudah bersih. Ini pasti ada santri lain yang membersihkannya, karena dia pasti tahu kalau kalian sering molor untuk membersihkannya.” Nyai Nur Jihan malah memarahi dua petugas kebersihan itu.

“Ini sudah ketiga kalinya, halaman bersih sebelum kalian datang? Kalian niat nggak sih untuk nyapu disini?”

“terlalu siang kalau berangkatnya jam tujuh.”

“Mulai besok kalian tidak usah membersihkan halaman lagi. Biar orang ini yang mengganti posisi kalian.”

Nyai Nur Jihan langsung pergi meninggalkan dua petugas kebersihan yang masih saja mematung di depan rumah kyai Luthfan. Terlihat sebilur cairan bening di mata keduanya. Mereka kecewa, karena Nyai Nur Jihan sudah tidak mempercayainya lagi.

@@@

“Jadi kamu yang selalu membersihkan halaman rumah dan menyiram tanaman pinus rumah saya?”

Nyai Nur Jihan mendekati seorang gadis yang sedang asyik-asyiknya menyiram tanaman. Sontak, gadis itu terdiam kaku. Takut untuk menoleh ke arah Nyai Nur Jihan. Gadis itu gemetar, setelah Nyai Nur Jihan telah benar-benar berdiri di hadapannya. Wajah gadis itu tetap tertunduk. Selama ini, dia memang sengaja membersihkan halaman rumah kyai Luthfan pagi-pagi sekali. Takut Nyai Nur Jihan atau Kyai Luthfan mengetahuinya. Tapi, hari itu, tanpa sengaja, Nyai Nur Jihan mengetahui perbuatannya.

Syahiidah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang