“Anna... cepat! semua ustadzah sudah berkumpul di kantor, tinggal kita berdua yang belum berkumpul.”
Nafisah meneriaki sahabatnya yang masih di lantai dua dari bibir tangga.
“Ya Fis... bentar...”
Anna berteriak tak kalah melengkingnya dengan Nafisah. Anna dengan cepat meraih kerudung birunya yang digantung didekat jendela kamarnya. Menyandangkan pada kepalanya. Memasang peniti secepat dia bisa. Meraih tas merah kesayangannya, lalu berlari setelah merapikan pakaian dan kerudungnya didepan cermin. Melangkah cepat menyusul Nafisah yang sudah berada di halaman pondok menuju kantor. Sesekali berteriak memanggil Nafisah yang semakin cepat saja melangkah. Anna tidak bisa mengejar Nafisah. Dengan napas tersengal-sengal Anna terus berlari.
“Fis.... cepat banget sih, capek tahu yang mau ngejar kamu.”
Anna menggerutu. Nafisah hanya menjawabnya dengan diam. Menatap lekat wajah perempuan yang sedang berdiri tegap didepannya itu. Membiarkannya mengeluarkan semua apa yang menjadi uneg-unegnya dan mengoceh semaunya, baru setelah itu mengajaknya masuk.
“Assalamualaikum...”
Ustadz Fauzan melihat ke arah pintu, ingin tahu siapa yang datang. Sudah sangat terlambat, musyawarah sudah mulai lima belas menit yang lalu. Diam-diam dua bola mata ustadz Fauzan terbelalak. Tak terkecuali para pengurus pesantren Nurul Huda yang sejak tadi duduk di kursi panas musyawarah waktu itu. Meski sempat kecewa karena gadis itu terlambat, ustadz Fauzan tak bisa membohongi rasa di hatinya sekarang. Gagal untuk kecewa kepada Nafisah. Dalam hati ustadz Fauzan bertasbih memuji tuhan yang telah menciptakan dua wanita cantik yang sedang berdiri di mulut pintu aula Nurul Hikam.
Ustadzah Anna dan ustadzah Nafisah memang sama-sama cantik. Tapi... ada aura yang berbeda terpancar dari wajah Nafisah. Wajahnya terlihat begitu anggun ditambah dengan balutan kerudung hitamnya yang bermotif coklat berbentuk akar-akar serabut. Sangat serasi dengan jubahnya. Jubah dan kerudung pemberian ustadz Fauzan, beberapa waktu yang lalu. Matanya bulat. Di tambah bulu matanya yang melentik. Hidungnya mancung. Pipinya merah merona. Siapa yang tak akan terpanah melihat kecantikannya?
Waktu itu pertama kalinya penduduk Nurul Huda menyadari bahwa perempuan yang bernama Nafisah itu sungguh sangat cantik. Karena selama ini Nafisah tak mau menampakkannya. Berbeda dengan ustadzah Anna, yang memang sejak awal masuk di Nurul Huda, sudah menampakkan wajah cantiknya itu. Lama mereka terdiam. Ustadz Fauzan pun mempersilahkan Nafisah dan ustadzah Anna masuk.
“Kami mohon ma'af, keterlambatan ini murni karena saya.”
Seruan-seruan kecil menggerutu, menolak pernyataan Nafisah. Mereka tahu Nafisah adalah sosok perempuan yang sangat disiplin waktu. Mereka sudah terbiasa bertemu dengan kejadian seperti ini. Jadi, mereka tidak akan heran dan terkejut dengan kata-kata Nafisah, karena yang salah disini pasti ustadzah Anna. Ya, kebiasaan yang belum bisa dirubah oleh Anna adalah, TIDAK DISIPLIN WAKTU.
Lagi-lagi Anna dibuat merunduk akibat kata-kata Nafisah. Rasa bersalah kian mendera hatinya. Sejak pertama bertemu dengan Nafisah ini ke sekian kalinya dia membuat Nafisah dipermalukan, di sakiti dan terus berkorban demi harga dirinya. Nafisah pernah berkata, lebih baik dirinya tersakiti daripada melihat sahabatnya, Anna yang tersakiti. Setitik air mata membasahi pipi ustadzah Anna. Dia menyekanya. Berusaha menguasai dirinya, dan mengikuti langkah Nafisah menduduki dua kursi yang tersisa untuk mereka.
Sidang pun dilanjutkan. Musyawarah kali ini melibatkan putra kedua kyai Luthfan, ustadz Fauzan Abbas.
Masalah utama yang dibahas adalah tentang kebersihan lingkungan pesantren Nurul Huda yang semakin memprihatinkan. Beberapa ustadzah dan anggota-anggota pengurus telah mengemukakan beberapa pendapat dan keluhan tentang masalah itu. Dan pada kesempatan itu, semua pendapat dan keluhan mengarah pada ustadzah Faizah selaku ketua pengurus kebersihan. Seakan mereka yang berpendapat, berencana untuk menjatuhkan ustadzah Faizah di depan pengasuh pondok pesantren Nurul Huda, karena tak ada satu pun keluhan yang mengarah pada anggota-anggota pengurus kebersihan yang lain.

KAMU SEDANG MEMBACA
Syahiidah (Tamat)
General FictionCerita ini menceritakan tentang perjalanan seorang santri dalam menempuh jalan hidupnya, tidak terkecuali kisah percintaannya, hingga ia menemui ajalnya, karena tragedi yang terjadi di pesantren, dan semoga, ia ditakdirkan untuk menjadi seorang Syah...