32. Big Surprise

137 21 22
                                        

Sungguh, ini adalah kejutan terbesar dalam hidupku. Kejutan besar yang mampu menggemparkan seisi hati dan jantungku, dan mengobrak abrik rasa didalamnya, menjadi tak karuan, seperti ini.

***

Di saat cahaya kemerahan sang mentari telah membungkus kompleks pemukiman pondok pesantren Nurul Huda, terlihat semburat senja yang begitu memukau, menggambarkan kepribadian sosok seorang Nafisah yang setiap saat memberikan cahaya kedamaian lewat sikapnya. Hari itu, akan menjadi hari yang bersejarah untuk keluarga besar pondok pesantren Nurul Huda, dimana beberapa waktu yang akan datang, putra kedua kyai Luthfan, sang dokter muda itu, akan melepas masa lajangnya, dan akan membina keluarga yang baru bersama gadis pilihan abahnya. Seruan-seruan kecil telah berbisik dari telinga satu ke yang lain. Penasaran, tentang siapa yang akan mendampingi ustadz muda, sekaligus dokter muda yang terkenal alim itu. Termasuk diantaranya Nafisah dan ustadzah Anna.


"Fis...jangan-jangan kamu lagi yang dijodohin sama dokter Fauzan."

Ustadzah Anna menggoda Nafisah yang sedang khusuk mengerjakan tugasnya. Nafisah hanya menoleh, sambil sesekali menyeringai kecil.

"Apa coba yang kurang dari kamu? kamu itu cerdas, rajin ibadah, cantik, sholihah lagi, suka bantu orang lain dan pemberani, kamu juga sering dipuji kan sama kyai Luthfan, ya kan?"

Nafisah kembali menyeringai pelan.
"Kita lihat saja nanti An..."

"Cie... bakalan terwujud nih cita-cita paling besar. Awas yah klo gak ada hadiah buatku, nanti."

"Yakin banget kamu An..."

"Aaamiin gitu loh Fis, ini doa dari aku."

"Semoga!"

Sesaat kemudian, terlihat sebuah mobil Inova berwarna donker memasuki gerbang pesantren. Nafisah dan ustadzah Anna melihatnya dari kaca transparan jendela kantor.

"Fis... lihat! itu pasti mobilnya calon besannya kyai Luthfan, itu mobil kamu Fis? waah.... keren kamu Fis, makin cocok kamu sama dokter Fauzan."

Ustadzah Anna terus menggoda Nafisah tanpa memedulikan ekspresi Nafisah yang sejak tadi ciut. Cahaya kegembiraan di wajahnya tiba-tiba sirna. Sebenarnya sejak mobil itu masuk ke pesantren, Nafisah sudah menyangka bahwa bukan dirinya lah perempuan itu, melihat kyai Luthfan dan nyai Nur Jihan yang begitu bahagia menyambut kedatangan calon besannya, impian terbesar Nafisah pun hilang. Sadar dia bukan siapa-siapa, dia hanya seorang pengamen ilmu di pondok pesantren Nurul Huda yang bermimpi bisa bersanding dengan pangeran Nurul Huda. Jangankan mobil Inova seperti yang telah bertengger di halaman itu, sepeda ontelpun dia tak punya. Dia hanya keturunan anak seorang petani pinggiran. Setitik air mata telah mengintai pelupuk matanya, mengancam ingin jatuh. Rasanya Nafisah ingin berteriak tak terima dengan kenyataan ini. Nafisah membeku. Menelan ludah kekecewaannya. Namun, dengan segera Nafisah beristighfar, memohon ampun kepada Allah atas sikap egoisnya.

Tetapi, sisi lain dari diri Nafisah berkata, Nafisah harus semangat, siapa tahu orang yang ada didalam mobil itu memang benar ayah dan ibunya. Mungkin mereka sengaja menyewa mobil itu khusus untuk hari spesial itu, atau bahkan mungkin, orang tuanya memang telah membeli mobil itu, dan sengaja ingin memberi kejutan untuk Nafisah. Husnudzdzan, berbaik sangka itu lebih baik. Wajah Nafisah kembali berbinar, menaruh kembali harapan yang besar dalam hatinya, setelah beberapa waktu ciut. Detakan jantungnya berirama tak beraturan. Semakin cepat, ketika pintu mobil terbuka dan menampakkan siapa orangnya.

"Abah... Ummi...."

Lirih ustadzah Anna berkata. Tak pernah terlintas sedikitpun di benaknya bahwa yang keluar dari mobil Inova donker itu adalah kedua orang tuanya.

Syahiidah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang