Subhanallah... Panorama yang begitu indah untuk hari jum'at ini. Keadaan di sekitar pesantren Nurul Huda, masih terasa sangat sejuk. Pohon-pohon rindang yang mengelilingi kompleks pemukiman para pencari ilmu itu kembali menghijau. Tanahnya juga masih basah setelah terguyur hujan deras subuh tadi.
Terlihat beberapa gerombol santri puteri di kawasan bagian selatan sedang berolahraga, ada yang main bulu tangkis, kasti, lompat tali, lompat jauh dan senam aerobik, tapi ada juga sebagian dari mereka yang menghabiskan waktu luang di hari jum'at ini dengan bercerita dengan sesama teman, membaca novel, menulis, mengerjakan tugas dan berbagai aktivitas lainnya.
Berbeda dengan Nafisah. Dia lebih banyak menghabiskan waktunya di perpustakaan pondok. Tak pernah dia mau ketika teman-temannya mengajaknya bermain ataupun berolahraga, sekalipun sahabatnya sendiri; Anna. Nafisah memang tipe gadis yang tertutup jika itu menyangkut urusan pribadinya. Tapi tidak dengan urusan yang lain. Malah dia adalah satu-satunya Ustadzah diantara belasan ustadzah di pesantren Nurul Huda yang paling disenangi oleh para santriwati pondok pesantren Nurul Huda itu, karena sikap ramahnya.
***
Pagi itu Nafisah sudah berdiri di dekat lemari buku yang ada di pojok perpustakaan. Tempat buku-buku dan kitab Tashawwuf dari berbagai ulama' tashawwuf terutama Al Imam Abu Hamid Muhammad bin Muhammad Al Ghazaliy. Satu kali. Dua kali. Nafisah mulai membaca sampul-sampul kitab yang ada di deretan paling atas. Melihat daftar isinya. Dan terakhir setelah beberapa kitab dan buku dia baca daftar isinya dia tertarik pada sebuah kitab yang sangat populer dalam kajian Tashawwuf. Nafisah menggenggam kitab Ihya' Ulumiddin karangan Imam Al Ghazaliy. Dan mulai membacanya.
“Ustadzah Nafisah... sepertinya ada sesuatu yang jatuh dari meja baca anda.”
Seorang santri puteri yang juga sedang berada disana, memotong bacaan Nafisah. Nafisah menoleh pada santri itu. Lalu mengedarkan pandangannya disekitar tempatnya membaca. Matanya membulat. Menangkap sebuah kotak berwarna pink tergeletak dibawah mejanya. Rasa penasaran telah mendorongnya untuk meraih kotak itu.
“This is a special fried rice for you. I hope you like it.”
(Ini nasi goreng spesial untuk kamu. Saya harap kamu suka.)
Saya yakin kamu adalah Nafisahnya adikku Savira, meski saya belum pernah bertanya padanya.
Fauzan Abbas bin Luthfan Ali
Ada rasa bahagia yang tiba-tiba menyelinap masuk tanpa komando kedalam hati Nafisah. Allah..
Setidaknya, kejutan ini adalah hikmah dari kejadian kemarin. Setelah seharian penuh sampai malam menjelang menghabiskan waktu dengan pikiran yang full sumpek, hari ini Nafisah mendapat kejutan itu.
***
Yuk, kepoin terus ceritanya Nafisah, teman-teman!
Ku tunggu vote dan comment-mu. Don't forget.
Thanks.

KAMU SEDANG MEMBACA
Syahiidah (Tamat)
Genel KurguCerita ini menceritakan tentang perjalanan seorang santri dalam menempuh jalan hidupnya, tidak terkecuali kisah percintaannya, hingga ia menemui ajalnya, karena tragedi yang terjadi di pesantren, dan semoga, ia ditakdirkan untuk menjadi seorang Syah...