6. Gadis Pasuruan.

229 34 7
                                    

Di sudut pelataran MTs Nurul Huda, Nafisah kembali melihat kejadian yang sama seperti tiga hari terakhir ini. Melihat ustadzah Jamilah memarahi dan menghukum seorang santriwati berseragam sama dengannya; putih donker. Sepertinya dia santri baru di Nurul Huda.

Nafisah hanya menyaksikan kejadian itu. Dia ingin tahu seberapa kuat santri baru itu menghadapi permasalahan yang dihadapinya. Ternyata santri baru itu masih belum mempunyai keberanian dalam menghadapi permasalahannya. Dia masih banyak menyerah dan putus asa dan ujung-ujungnya hanya menangis. Juga setelah kejadian itu dia malah semakin malas belajar. Seperti tak ada niat sedikitpun untuk berubah.

"Hidup di pondok itu mesti tahan banting, ngapain jauh-jauh ke pondok kalau cuma mau nyantai doang."

"Ustadzah Jamilah benar, kamu memang salah, tapi jangan khawatir saya tak kan memarahimu seperti ustadzah Jamilah. Posisi kita sama, sama-sama santri. Saya hanya ingin bilang sama kamu, tugas kamu adalah memperbaiki kesalahan itu dan belajar membiasakan diri dengan lingkungan pesantren. Tapi, itupun terserah kamu, mau ikuti kata-kata saya atau tidak, saya tak memaksa."

Nafisah menghampiri santri baru itu. Gadis itu hanya menatap Nafisah. Hanya Nafisah-lah satu-satunya orang yang peduli padanya. Hati gadis itu benar-benar merasa lega karena masih ada yang mau memahaminya. Jujur setelah mengalami beberapa insident itu, ia sudah merasa ciut. Ingin rasanya pulang ke kampung halamannya. Tapi kehadiran Nafisah mampu meluluhkan hatinya. Gadis itupun berjanji akan berusaha mengubah sikapnya dan mau mengikuti peraturan pondok.

"Saya juga gitu, bahkan lebih parah daripada kamu, masih mending kamu hanya dihukum ringan, kalau saya... lebih dari itu. Dan saya cuma bisa nangis, gak tahu harus bagaimana. Itu dulu. Tapi, tidak dengan sekarang."

"Yang sabar aja, pasti ada hikmahnya kok."

Nafisah mengusap pelan bahu gadis itu, berusaha membuatnya kuat.

"Makasih ya, udah mau nemenin aku."

Suaranya terdengar pelan. Nafisah mengangguk.

"Oh ya nama kamu siapa?"

"Anna Shofiyah... dari Pasuruan, kamu?"

"Nafisah dari Parangtritis."

"Wow... berarti kita sama-sama berasal dari tempat yang jauh ya?"

"Nggak, dekat kok, lebih jauh kamu, kamu kan dari Jawa Timur, saya Jogjakarta."

"Saya boleh kan jadi teman kamu, kamu kelas berapa?"

"Delapan MTs."

"Kebetulan banget aku juga mau masuk MTs, berarti kita bisa jadi teman kan?"

"Tentu saja..."

"Tapi, tunggu dulu... kalau kamu santri baru disini, berarti kamu kelas tujuh dong?" Tanya Nafisah.

"Nggak, saya sudah kelas delapan juga. Abah sengaja memindahkan saya, karena katanya saya ini nakal."

"Oh..."

"Ayahmu seorang kyai?"

Pertanyaan Nafisah menyelidik, karena sejauh ini, Anna sepertinya enggan membuka jati dirinya.

"Bukan." Anna menjawab segera. Sedikit berbohong.

"Lalu, kenapa kamu panggil ayahmu dengan sebutan abah?"

"Emang harus putri kyai yang manggil abah?"

"Setahu saya iya."

"Itu peraturan jaman dulu kali. Sekarang mah bebas."

"Kamu pasti bohong sama saya."
"Tidak Nafisah, abah saya..."

"Sebenarnya, saya sudah tahu kalau kamu putri kyai."

Anna melihat bingung wajah Nafisah.

"Kamu lupa? Yang mengantar kedua orang tuamu ke rumah kyai Luthfan? Kamu lupa, bahwa ada orang yang memberikan secangkir minuman dan cemilan untukmu dan keluargamu? Kamu lupa juga, bahwa saya mendengar perbincangan abah dan ummimu dengan kyai Luthfan dan nyai Nur Jihan?"

Anna menjitak pelan jidatnya. Yang dikatakan Nafisah benar. Dan dia baru ingat kalau dia pernah bertemu sebelumnya.

Anna ini putri dari salah satu kyai pengasuh pesantren di kota Pasuruan. Namanya Kyai Hamid.

"Kenapa? Takut ketahuan kalau kamu putri kyai?"

"Saya takut tidak punya teman... hehe..." Anna menyeringai pelan.

"Saya?"

"Iya, kamu teman saya."

Anna memeluk Nafisah. Betapa bahagianya dia bisa berteman dengan gadis baik seperti Nafisah.

***

Gimana dengan bagian ini guys? Suka? Semoga saja.
Sekali-kali keluarkan pendapatmu di kolom komentar lah guys...

Biar gak penasaran sama Nafisah dan Anna, ini aku kasih visualnya mereka berdua.

Biar gak penasaran sama Nafisah dan Anna, ini aku kasih visualnya mereka berdua

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nafisah.

Anna Shofiyah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Anna Shofiyah.

Jangan lupa vote and comment-nya guys!

Thanks.

Syahiidah (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang