Cuaca mendung membuatku bergidik ngeri di rumah kontrakan yang lumayan besar ini. Tinggal berdua saja dengan suami sebagai pengantin baru memang kebahagiaan tersendiri. Tapi, kalau suasananya suram dan sunyi begini tetap saja membuatku parno.
"Ih, Mas Bram ke mana, sih! Sore begini belum pulang juga!"
Aku menggerutu sendiri sambil terus mencoba menelponnya. Percuma, nyambung tapi tidak diterima.
"Awas aja, ya, biar rasa nanti malam tidur di sofa!"
Kekesalanku sudah sampai ubun-ubun bersamaan dengan terdengarnya suara ketukan pintu. Aku terlonjak kaget bukan hanya karena sedang dikuasai rasa takut, tapi lebih karena suara ketukan itu begitu tiba-tiba. Perasaan nggak ada bunyi kendaraan yang berhenti di depan, deh, batinku.
Kuintip si pengetuk pintu sebelum memutuskan untuk membukanya, dan seketika bernapas lega. Fiuh, Mas Bram pulang!
"Mas! Kamu ke mana aja sih, sampai jam segini baru pulang! Motor kamu mana? Kok kamu jalan kaki? Tas kamu? Kamu enggak apa-apa, kan?"
Aku memberondong Mas Bram dengan begitu banyak pertanyaan bahkan sebelum dia masuk ke dalam rumah. Alih-alih menjawab cecaran pertanyaan itu, Mas Bram justru memeluk erat dan membawa tubuhku ke kamar.
"Mas, mandi dulu, aku udah siapin air hangat," ucapku lembut di telinganya, berharap dia mau melepas pelukan yang semakin erat bahkan mulai membuatku sesak.
Mas Bram seolah tak mendengar apa yang kukatakan. Dia terus mencumbuku dengan liar seolah kami sudah tak berjumpa untuk sekian lamanya.
"Mas, hentikan, aku mohon!"
Akhirnya. Aku mengambil napas panjang setelah berhasil menyentakkan tubuhnya dari tubuhku meski hanya beberapa senti.
"Sebentar, Mas. Aku angkat telpon dulu, dari tadi bunyi tuh. Kamu mandi dulu, ya, biar enggak kecut!" selorohku sambil mengecup manja pipinya.
Aku kemudian bergegas ke ruang tengah untuk mengambil ponsel yang kugeletakkan begitu saja di sofa. Siapa sih, yang nelpon sampai berkali-kali? Pasti penting, ucapku dalam hati.
Ponsel masih saja berdering, panggilan via whatsapp. Mataku terbelalak lebar saat melihat nama kontak yang muncul di layar. Lelakiku? Dengan ragu, kuusap layar ponsel untuk menerima panggilannya.
"Halo, halo! Sayang, kamu tidur ya, aku telponin dari tadi nggak diangkat!"
Aku menelan ludah. Bingung. Takut lebih tepatnya.
"Sayang, denger aku, kan? Aku kayanya bakal pulang telat, di sini ujan gede banget, aku sama teman-teman masih di kantor dulu sampai ujannya agak mendingan, ya. Aku lupa bawa jas ujan, Yang."
Suara di seberang sana terdengar sangat jelas di telinga, membuat jantungku seperti mau lepas dari tangkainya. Tanganku gemetar. Hatiku tak karuan. Yang nelpon ini Mas Bram? Terus ...
"Sayang, aku udah mandi. Ayo kita lanjutin ..." Sepasang tangan pucat terjulur, menyentuh pundakku dari belakang.
-end-
Eengg ... nganu, aku kan udah bilang dari awal, bakal ada horor-hororan 😅
jangan lupa voment, ya! 😂

KAMU SEDANG MEMBACA
Alohomora
Short StoryKumpulan fiksi mini dengan genre campuran, cocok dibaca waktu santai sambil ngeteh plus nyemil gorengan. Nikmat mana lagi yang mau didustakan? Sooo .... Enjoy it!