Melepaskan

59 9 0
                                    

"Mbak, yuk pulang! Kok malah bengong." Suara Sarah mengembalikan pijakanku di bumi setelah baru saja melayang entah ke mana.

Kulihat sekitar sudah mulai sepi. Alun-alun kota yang sejam lalu dipenuhi tawa riang anak-anak kini lengang. Riuh tawa itu berganti dengan obrolan berisik orang-orang dewasa yang sedang asik menikmati lesehan sego megono.

"Mau sama Bunda," ucap Rangga dengan suara parau. Bocah lima tahun ini sudah mengantuk rupanya.

"Yuk, sini sama Bunda," jawabku sambil merengkuh tubuh mungil itu ke dalam gendongan.

Kami masih harus berjalan menuju parkiran, tempat ayah si bocah memarkir mobilnya. Sengaja aku memelankan langkah, membuat kami berdua --aku dan Rangga-- tertinggal di belakang.

Aku sedang ingin menyendiri. Sejak tadi ada yang rasanya menghantam-hantam ulu hatiku. Lagi, dan lagi.

Sekitar tiga meter di depanku, ayah dan ibu si bocah ini berjalan, tak lupa bergandeng tangan. Ya Allah... aku mengelus punggung Rangga.

Kupikir melepaskan tidak akan seberat kedengarannya, namun aku salah, sungguh salah. Melepas apa yang kita cintai, apa pun alasannya, meski agar sesuatu itu bahagia, bukan perkara ringan. Sama sekali bukan.

"Bunda, tadi Mama beliin Rangga ini." Ucapan bocah kecil ini lagi-lagi membuyarkan lamunanku.

Sambil tersenyum menunjukkan barisan gigi geripisnya, dia menimang-nimang mainannya yang baru.

Aku mendesah. Ah, andai aku bisa menghadirkan senyum seorang bocah di kehidupan kami, tentu aku tak perlu melepas Mas Reno untuk Sarah. Tentunya aku juga tak perlu pura-pura bahagia, menghiasi bibir dengan ucapan ikhlas padahal hati sama sekali tak rela

-end-

Hiks! Jangan lupa voment :)

AlohomoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang