Gugatan Cerai

25 4 2
                                        

"Gila lo, Far!" Kiki menyentuh bibirku yang pecah. "Sekarang lo dipukulin sama Fandi?"

Aku meringis. Sudut-sudut bibirku tertarik dan nyerinya luar biasa.

"Udah gue bilang cek dulu gugatan cerainya sebelum lo nikahin dia! Bisa dicari dan unduh di website Mahkamah Agung, Far! Lo bisa tahu kenapa dia jadi duda! Jangan-jangan istri pertamanya dibunuh." Kiki mencerocos. Alisnya bertaut dan wajahnya memerah.

Dia memang sahabat yang baik. Andai dia melihat punggungku yang memar karena hantaman kursi kayu oleh Fandi semalam, sudah pasti dia akan menyeretku ke Komisi Perlindungan Perempuan. Tapi tidak. Aku tidak butuh itu. Aku akan menyelesaikan permasalahan ini dengan caraku sendiri.

"Terus lo masih belum mau lapor?"

Aku menggeleng. Kiki mengembuskan napas kasar, heran melihatku yang begitu keras kepala—menurutnya.

"Nggak semua pria ganteng itu baik kayak Baek Hyun Woo, Far. Please, deh, stop terobsesi sama cowok-cowok drakor! Lo lihat kan, sekarang? Nyatanya Fandi cuma cowok mokondo!"

Iya, dia benar. Aku memang terobsesi dengan pria-pria tampan. Yah, aku juga tidak mengerti. Mungkin ini fetish atau apa. Mau bagaimana lagi memangnya? Deretan pria yang pernah berhubungan denganku memang cocok jadi aktor—ya wajahnya, ya, sebagian yang lain, aktingnya.

Kalau ditanya kenapa mereka mau denganku, gampang saja. Aku cukup kaya untuk menghidupi kami tanpa pria-pria itu mesti bekerja. Siapa yang bakal menolak diajak hidup enak?

"Si Reno belum ada kabar juga?"

Aku terkesiap mendengar pertanyaan Kiki yang begitu tiba-tiba. "Eeemm ... belum."

"Udah enam bulan suami lo itu ngilang. Kenapa sih cowok-cowok lo selalu pada ngilang?" Kiki mulai meledak. "Lo bahkan udah nikah lagi dan parahnya dapat tukang pukul kayak Reno lagi! Can you imagine that?"

Aku lagi-lagi meringis mendengar ocehannya, membuat Kiki bertambah geram.

"Nah, tuh lihat! Lo udah digebukin aja masih bisa cengengas-cengenges! Lama-lama gue ikut sinting, Far!"

"Nggak usah cemasin gue ..." gumamku setelah Kiki selesai meluapkan amarah. "Kalau udah nggak tahan gue pasti ambil tindakan."

Kiki hanya berdecak sembari mengurut pelipisnya. "Masokis lo, Far!"

Sebenarnya aku kasihan juga karena selalu menjadikan dia tong sampah setiap kali aku disakiti. Aku menimbang-nimbang untuk memberitahunya sesuatu, tapi aku takut dia tak akan pernah siap dengan itu.

Reno, suami pertamaku—dan pria-pria lainnya—bukannya menghilang tanpa kabar. Mereka kutanam di tembok rumah, membeku bersama semen, berjejer membentuk koleksi jasad-jasad pria tampan. Itu tempat yang paling layak untuk mereka yang berkhianat. Sudah dikasih hidup enak, tapi banyak tingkah.

Tentu saja, sebentar lagi Fandi juga akan bernasib sama.[]

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AlohomoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang