Seorang pemuda dengan santai menuruni tangga dari rooftop gedung utama SMA Pradika tepat saat bel pulang berbunyi. Di bahu kirinya tersampir tas hitam yang selalu dia bawa ke mana-mana.
Tubuh tingginya berbaur dengan kerumunan para murid yang juga hendak pulang. Beberapa murid yang menyadari keberadaannya, segera memberi ruang agar pemuda itu bisa berjalan lebih dulu tanpa hambatan. Beberapa lagi memperhatikan dari jauh pemuda tinggi itu.
Semua murid SMA Pradika tahu siapa dia. Galang Reonaldo Pradika. Anak dari pemilik sekolah, saudara kembar dari Gilang si ketua OSIS, dan juga seorang kapten dalam tim inti futsal sekolah.
"Galang!" Suara seruan tersebut membuat sang empunya nama menghentikan langkah. Galang berbalik, melihat seorang pria paruh baya yang menatapnya garang.
Galang tak mengatakan apapun, apalagi menghampiri orang yang memanggilnya itu. Dia diam di tempat sampai pria yang merupakan wali kelasnya itu mengalah dan menghampiri Galang lebih dulu.
"Kenapa kamu bolos lagi Galang? Tak tanggung-tanggung, kamu bolos dari jam istirahat pertama sampai saat ini. Ke mana saja kamu?" Pria itu mengomel.
Galang tak banyak berekpresi, dia menjawab singkat, "Saya ketiduran."
Pria itu berdecak. Merasa lelah karena setiap kali Galang diperingati selalu itu jawabannya. Sudah ke sekian kalinya Galang bolos, paling parah saat dia kelas sebelas kemarin.
"Kamu sudah kelas dua belas, Galang. Sebentar lagi kamu lulus, kamu harus memberikan yang terbaik buat diri kamu sendiri. Kamu harus serius dalam menuntut ilmu, itu juga demi masa depanmu." Pria itu menurunkan intonasinya. Berkata panjang lebar, memberikan nasihatnya.
Namun, sang lawan bicara, dengan tak sopannya malah memasang wajha tanoa dosa, lalu berkata tenang, "Terima kasih sudah mengingatkan saya, Pak." Ia tersenyum tipis, kemudian berbalik dan melegos pergi tanpa pamit. Membuat gurunya itu menghela napas, merasa agak kesal dengan tingkah anak dari pemilik sekolah ini.
Galang mengusap wajahnya, lalu menarik rambutnya ke belakang. Ia tak sadar saja jika kegiatan sederhananya itu membuat beberapa siswi mendadak menahan napas saat melihatnya.
Pemuda itu tiba-tiba menghentikan langkahnya di tengah parkiran. Ketika melihat dari jauh seorang gadis yang terlihat masam sambil bengong, berjongkok di belakang motornya.
Galang melangkah mendekat. Lalu berdehem keras, membuat gadis itu langsung menoleh sambil melotot karena kaget.
"Ouh ... Kak Gilang!" Qinan bangkit. Tersenyum canggung pada orang yang dia kira Gilang.
Galang berdecak, kesal karena gadis itu menyebutnya Gilang. Tanpa mengelak atau mengatakan apapun dia maju ke samping motornya membuat Qinan refleks mundur dan memberi ruang.
Galang tampak kesulitan memarkirkan sepeda motornya, ia lagi-lagi berdecak. "Ini sepeda siapa sih?" ucapnya kesal, rasanya ingin membanting sepeda yang terapit oleh motornya dan motor guru itu. Sebelum tiba-tiba Qinan menyahut, "Itu punyaku, Kak."
Galang melirik Qinan. Membuat Qinan menunduk mendadak merinding. "Itu ... tadinya aku mau pulang. T-tapi sepedanya kejepit dan gak bisa keluar. Jadi ... aku nunggu biar ada celah keluar," ucap Qinan gugup.
Galang turun dari motor. Lalu menarik sisi motornya sampai tergeser, agak menjauh dari sepeda Qinan hingga mendapat celah. Lalu menarik motornya mundur keluar dari barisan.
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS ✓
Teen Fiction⚠️WARNING⚠️ ⚠️DAPAT MEMBUAT HATI JUMPALITAN⚠️ --- Pada awal masuk sekolah, Qinan sudah berprasangka buruk pada si ketos. Manusia jutek yang sering membuatnya terintimidasi hanya dengan tatapan tajamnya. Namun, ternyata ada yang lebih seram dari si k...