Musim hujan sepertinya sudah mulai tiba. Sejak siang, hujan terus mengguyur tak hentinya.
Hari itu Qinan kumpul OSIS setelah pulang sekolah, dan hujan masih saja mengguyur, bahkan lebih deras. Alhasil dia terjebak di sana.
Qinan masuk ke kelasnya yang sudah sepi karena teman-temannya yang lain sudah pulang. Bahkan sepertinya, yang tersisa di sekolah saat ini hanya OSIS saja.
Ia memakai hoddie pink kebesarannya, memakai tudung dan mengeratkan tali tudung di leher. Membuat kepalanya seakan tenggelam.
Setelah menghubungi Adit agar adiknya itu menjemput setelah hujan reda, ia pergi ke lobi. Menunggu di sana, sambil menengadahkan tangan untuk menapung air di telapak tangannya.
Sejujurnya Qinan sangat menyukai hujan, setiap kali hujan turun deras rasanya dia ingin berlari dan menari di bawah guyuran hujan. Tapi, dia sudah besar sekarang, apa masih pantas dia begitu?
Sedang asyik memainkan air, perhatian gadis itu teralihkan pada seseorang yang tiba-tiba muncul di sampingnya, lalu membuka payung lipat berwarna kuning yang dia bawa.
Ia mengernyit. "Kakak kenapa belum pulang?"
Galang balas menatap gadis itu, balik bertanya, "Lo sendiri?"
Kebiasaan Galang yang setiap ditanya malah balik bertanya, selalu saja membuat Qinan dongkol. Mungkin itu memang sudah melekat di lidahnya, tapi sungguh lelaki itu benar-benar tak sopan.
"Abis kumpulan." Qinan menjawab malas. Tak perlu bertanya lagi pada Galang, karena dia yakin lelaki itu tak akan menjawab dengan benar juga.
Meski setelah beberapa saat terdiam, Qinan agak merasa aneh. Karena Galang tak kunjung pergi dari sana.
"Kakak lagi nungguin siapa?"
"Gilang."
"Kak Gilang-nya di mana?" Terakhir kali Qinan lihat si ketua OSIS itu ada di aula, tapi semua orang sudah keluar dari sana saat bubar tadi.
"Di mobil."
Lagi-lagi kening Qinan mengkerut. "Kok malah diem di sini sih? Kasian dia nungguin. Lagian kakak kan udah ada payung." Qinan berkata, memperhatikan payung lipat warna kuning yang sudah terbuka, dan disandarkan di bahu pemiliknya itu.
"Ini bukan payung gue." Jawabannya tak nyambung. Qinan dibuat dongkol lagi olehnya, lama-lama dia bisa kena hipertensi kalau nahan emosi terus.
Lelaki tinggi itu terdiam sejenak, lalu melihat hujan beberapa saat untuk berpikir. Kemudian menoleh Qinan kembali. "Mau bareng?"
"Apa?" Qinan jelas tahu apa yang dimaksud Galang, dia bertanya hanya ingin memastikan jika pendengarannya ini tak salah.
Galang mengeluarkan ponselnya, lalu menunjukkan layarnya pada Qinan. Menampilkan roomchat teratas Galang yang berasal dari saudara kembarnya, terdapat dua puluh pesan baru yang belum dibaca. "Dia udah spam. Kalo mau ayo!"
"Tapi ...." Sejujurnya Qinan dilanda keraguan. Dia takut jika menerima tawaran itu akan ada rumor lain tentangnya nanti. "Gak usah, Kak."
Ya, lebih baik tidak usah ambil resiko.
"Ikut aja!"
"Gak usah, beneran. Aku juga udah minta jemput."
"Ya batalin."
"Aku gak mau."
"Cepet. Gue gak ada waktu."
"Yaudah sana pulang! Aku juga gak akan ikut!"
KAMU SEDANG MEMBACA
BITTERSWEET : TWINS ✓
Teen Fiction⚠️WARNING⚠️ ⚠️DAPAT MEMBUAT HATI JUMPALITAN⚠️ --- Pada awal masuk sekolah, Qinan sudah berprasangka buruk pada si ketos. Manusia jutek yang sering membuatnya terintimidasi hanya dengan tatapan tajamnya. Namun, ternyata ada yang lebih seram dari si k...