19. Es cendol

1.9K 273 44
                                    

Lima tahun lalu adalah hari terburuk dalam hidup Galang, bukan hanya dia namun Gilang dan juga Pradika— ayahnya. Tepat di hari ini mereka kembali diingatkan pada kenangan pilu saat mereka ditinggalkan oleh orang yang mereka cintai.

Galang, Gilang, dan Pradika berjongkok mengelilingi sebuah pusara di pemakaman umum. Hari ini adalah peringatan lima tahun setelah kepergian wanita yang menjadi ibu rumah tangga keluarga mereka.

Pradika menyiram air yang sudah didoakan ke tanah tempat istrinya beristirahat. Berusaha tetap tenang meskipun dia selalu terpukul jika hari ini tiba, saat dia mendatangi makam istrinya, saat dia kembali teringat akan hari dimana dia ditinggalkan.

Sama hal seperti ayahnya, kedua anaknya pun sama terpukul. Gilang menabur kelopak bunga segar ke atas makam, sementara Galang terdiam dan terus memandangi batu nisan yang tertulis nama ibunya itu.

Tidak ada yang menangis satu pun di antara mereka, ketiganya sama-sama berusaha tegar dan mengubur semua kesedihannya.

Selesai berdoa mereka memutuskan untuk segera pulang agar bisa mengurus kesibukannya masing-masing.

Kecuali Galang.

"Kalian duluan aja, aku mau di sini dulu," katanya saat berdiri di samping mobil Pradika.

"Kamu mau apa?" tanya Pradika.

"Gak ada, aku cuma mau jalan-jalan." Galang berkata. Sejak awal dia memang berniat begitu, karena itulah dia membawa motor sendiri di saat Gilang dan papanya menaiki mobil.

"Baiklah, papa dan Gilang pergi duluan." Pradika memasuki mobil, sedangkan Gilang masih belum beranjak dari hadapan Galang, lelaki itu memicingkan mata heran, ia hendak bertanya tapi Galang berkata lebih dulu.

"Sana masuk, lo ada janji 'kan sama Via?"

Gilang merapatkan bibir tak membalas, dia hanya berdehem pelan lalu melangkah melewati Galang sambil menepuk pundak kembarannya itu, lalu memasuki mobil.

Mobil tersebut sudah melaju dan hilang dari pandangan. Galang menghela napas samar, lalu berbalik dan kembali memasuki pemakaman.

Dia memiliki banyak hal yang ingin dia sampaikan pada almarhumah mamahnya.

***

Gadis itu mengayuh sepedanya santai sehabis dari supermarket, di stang sepeda tergantung kresek putih yang merupakan belanjaannya dan juga beberapa kotak susu titipan adiknya yang tak tahu malu itu.

Perjalanan Qinan awalnya aman dan tenang, sampai tiba-tiba sebuah sepeda motor hampir saja menabraknya dari arah depan. Sontak membuat Qinan kaget dan refleks membelokkan sepedanya ke trotoar, lalu bablas sampai membuat dia menabrak pohon dan terjatuh.

Qinan mengaduh, meringis karena ngilu di kaki dan lengan atasnya. Ia melirik si pengendara motor yang berhenti di pinggir jalan. Matanya langsung membelalak melihat siapa orang itu.

Galang si tersangka pengendara lalai melangkah cepat mendekati Qinan. Wajahnya terlihat cemas, tapi saat dia tahu siapa yang hampir dia tabrak, dia langsung mendatarkan wajah kembali.

"Lo gak apa-apa?"

Qinan menyipit dengan sinis. Tapi kemudian tersenyum tipis dan mengangguk pelan. Meski dalam hati dia tetap merutuk sebal.

BITTERSWEET : TWINS ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang